Mufakat Kanjeng Sinuhun (9): Buka Suara
Secara tersirat, Khairul mencoba menjelaskan posisinya. Kata “akhir pembahasan” menjadi pilihan diksi untuk mengarahkan asumsi Kaum Hermes bahwa dirinya tidak memutuskan angka itu. Meskipun mengetahui karena ada usulan di awal mengenai perubahan angka itu.
Pada perencanaan itu, kata Khairul, hanya dicantumkan nominal dan luasan lahan saja. Lokasi lahan tidak dicantumkan. "Kita tidak tahu lokasinya di mana. Di perencanaan hanya nominal harga dan luasan lahan".
“Kok bisa begitu?” Abe mulai mendesak. Nalar Abe mulai berontak. Masa iya dalam perencanaan tercantum soal harga tapi belum ada lokasinya. Ini memang ada yang janggal.
Khairul tidak segera menjawab. Pertanyaan Abe ini sama sekali tidak diduganya. Namun ia pun tak mau salah bicara. Apalagi jika menyebutkan nama atau instansi lain. Jadi harus jawab apa?
“Ya, memang begitu. Tapi itukan nanti wilayah hukum, biar penegak hukum yang memproses itu” – akhirnya ia menemukan jawaban yang pas untuk menghindar.
Abe dan Henry rupanya memahami. Ia tidak mengejar dengan pertanyaan susulan lagi. Dalam benak keduanya. Bisa dua hal; Khairul menutupi sesuatu atau memang dia terlibat.
Henry pun buru-buru bertanya soal lain. “Apakah ada pertemuan-pertemuan terkait itu?”
Khairul hanya menjawab bahwa dirinya mengikuti perintah Bidang Perencanaan saja. Karena Proyek Perluasan Lahan Pertanian itu sudah merupakan kebutuhan Pemangku Kota Ulin. Karena selama ini, utamanya komoditi beras selalu diimpor dari daerah tetangga. Sehingga fluktuasi harga bahan pangan di Kota Ulin naik turun tak menentu. Dan kecenderungannya lebih tinggi dari daerah lain.
“Lalu, apa peran Bapak dalam proyek tersebut?” Abe kembali bertanya.
“Kita hanya bertugas melengkapi berkas dan bahan untuk pembahasan anggaran di bagian anggaran Sinuhun Kota Ulin. Tidak ada inisiatif berupa usulan dan melakukan pembahasan bersama Sinuhun," jelas Khairul.
Itu jawaban terakhir Khairul. Ia pun buru-buru pamit untuk segera meninggalkan kantor Pemangku Kota Ulin. “Sudah ya. Ini sudah jam 11. Saya mau Jumatan dulu,” ujarnya. Kemudian bergegas meninggalkan kerumunan Kaum Hermes.
Khairul merasa, jika berlama-lama bersama Kaum Hermes, khawatir ada pertanyaan susulan yang tidak mampu ia jawab. Jawaban yang ia sampaikan dirasa cukup. Minimalnya untuk mengubah imej bahwa dirinya bukan pelaksana teknis dari kegiatan tersebut. Itu tujuannya.
Namun, kekhawatiran dirinya terseret dalam kasus itu masih menggelayut dalam pikirannya. Karena proyek ini bermula pada periode ketika ia menjabat sebagai Sesepuh Bidang Pertanian. Bukan tidak mungkin punggawa militer dan masyarakat memiliki asumsi bahwa dirinya sebagai dalang dari kasus ini. Namun, apakah kepala pemangku kota terlibat? Dan apakah Kanjeng Sinuhun Kota Ulin juga terlibat? Ikuti lanjutan kisahnya. BERSAMBUNG – Baca besok: Tersangka. (ived18)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: