Pajak Pertambahan Nilai Atas Hasil Tambang Batu Bara

Pajak Pertambahan Nilai Atas Hasil Tambang Batu Bara

Masih terkait UU Cipta Tenaga Kerja Kluster Perpajakan. Banyak pasal-pasal di dalamnya menuai pro dan Kontra. Menarik untuk membahas salah satu pasal di dalamnya yang memuat mengenai Pajak Pertambahan Nilai atas galian tambang batu bara Pasal 4 A (2 ) yang terdapat di dalam UU PPN.

Sebelum membahas mengenai perubahan Pasal 4 A (2), yang tertuang dalam UU Ciptaker. Hendaknya kita mengenal pengertian, manfaat dan jenis –jenis batu bara. Batu bara merupakan batu sedimen yang bisa terbakar. Terbentuk dari endapan tanaman yang mati. Umumnya batu bara ditemukan di daerah rawa rawa. Unsur unsur dari batu bara terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen dan juga nitrogen. Batu bara merupakan salah satu sumber energi yang besar di dunia. Namun proses pembentukannya membutuhkan waktu jutaan tahun lamanya. Manfaat batu bara bagi kehidupan antara lain, sebagai sumber tenaga pembangkit listrik, bahan industri baja, menghasilkan produk gas, untuk bahan kimia, bahan methanol, pembuatan asam nitrat dan untuk bahan bakar memasak. Batu Bara juga memiliki banyak jenis. Antara lain batu bara Gambut, Lignit, Bituminus dan Antrasit. Sementara itu, dasar hukum atas sektor pertambangan di Indonesia terdapat pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan UU No. 11/1967 tentang pokok pengusahaan pertambangan. Sesuai dengan masanya, awalnya batu bara sebagai hasil tambang merupakan objek PPN. Kemudian dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi III ditentukan bahwa batu bara merupakan barang kena pajak. Hanya sedikit dari pemegang PKp2B generasi III yang bersedia menerima perubahan ini dengan cara mengubah skema ini. Hal ini berarti ketentuan yang berlaku dalam perjanjian berubah dari ketentuan yang berlaku saat ini sehingga batu bara yang semula barang tidak kena pajak berubah menjadi barang kena pajak. Sehubungan dengan kontrak karya pengusahaan pertambangan batu bara ditetapkan Kepres No. 75 tahun 1996, Keputusan Menteri Keuangan No. 702/KMK.04/1996 dan No 129/KMK.04/1997 tentang Pengelolaan dan Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Dana Hasil Produksi Batu Bara (DHPB). Beberapa poin penting yang tercantum di dalamnya meliputi:
  • Perusahaan kontraktor swasta wajib menyerahkan 13.5% dari hasil produksi batu baranya kepada pemerintah secara tunai pada harga setempat (at sale point). Produksi batu bara yang diserahkan kepada pemerintah, digunakan pemerintah untuk biaya pengembangan batu bara, inventarisasi sumber daya batu bara, biaya pengawasan pengelolaan lingkungan dan keselamatan kerja pertambangan serta pembayaran iuran eksplorasi, royalti dan PPN.
  • Dana hasil produksi batu bara menjadi bagian pemerintah sebesar 13,5% yang harus diserahkan kontraktor swasta dalam rangka kontrak karya pengusahaan batu bara.
  • Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang telah mendapat persetujuan DPR RI dan presiden, pengenaan pajaknya disesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku secara umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam PKP2B.
  • Belum ada maksud untuk mengubah atau meninjau kembali penetapan batu bara sebelum diproses menjadi briket adalah bukan BKP.
  • Apabila dalam PKP2B dinyatakan secara tegas bahwa penyerahan batu bara atas kontraktor PKP2B dikenakan PPN, maka penyerahan batu bara oleh kontraktor PKP2B dikategorikan sebagai penyerahan BKP sampai dengan tangal berakhirnya PKP2B terkait. Sehingga perusahaan wajib memungut PPN yang terutang.
  • Apabila dalam PKP2B tidak secara tegas dinyatakan bahwa penyerahan batu bara atas kontraktor PKP2B dikenakan PPN, maka penyerahan batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara oleh kontraktor PKP2B dikategorikan sebagai penyerahan barang yang tidak dikenakan PPN.
Dengan adanya UU Cipta Kerja dimana di dalamnya memuat perubahan pada  Pasal 4A ayat (2) mengenai pengelompokan jenis barang yang tidak dikenai PPN. Berikut perincian ayat yang berubah atau ditambah. Pasal 4A ayat (2) Jenis barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
  1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;
  2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  4. uang, emas batangan, dan surat berharga.
Sebelumnya,  tidak ada penyebutan “tidak termasuk hasil pertambangan batu bara”. Sementara itu, Jasa Kena Pajak (JKP) yang tidak dikenai PPN, dalam Pasal 4A ayat (3), masih tetap 17 kelompok. Jasa tersebut meliputi:
  1. jasa pelayanan kesehatan medis;
  2. jasa pelayanan sosial;
  3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
  4. jasa keuangan;
  5. jasa asuransi;
  6. jasa keagamaan;
  7. jasa pendidikan;
  8. jasa kesenian dan hiburan;
  9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
  11. jasa tenaga kerja;
  12. jasa perhotelan;
  13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
  14. jasa penyediaan tempat parkir;
  15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
  16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
  17. jasa boga atau katering. (kaw)
Apabila UU Cipta Kerja yang memuat perubahan ini diberlakukan maka batu bara adalah objek pajak yang dikenakan PPn, di mana para pengusaha batu bara yang mengukuhkan diri sebagai pengusaha kena pajak wajib mengeluarkan faktur pajak apabila terjadi penjualan batu bara. Kapan di berlakukannya UU tersebut marilah kita sama-sama menunggu, untuk tata cara pelaksanaannya. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: