Pemkot Terapkan Jam Malam, Penjualan UKM Merosot
Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Kebijakan Pemkot Samarinda dan Balikpapan memberlakukan jam malam berimplikasi pada penurunan pendapatan sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Dua kota besar di Kaltim itu membatasi aktivitas masyarakat berkumpul di luar rumah hingga pukul 22.00.
Beleid tersebut berlaku bersamaan di dua kota itu pada 7 September lalu. Dampak penurunan pendapatan ini paling dirasakan oleh pelaku usaha kafe, kedai kopi dan usaha-usaha semacamnya.
Didik Darmawan, seorang pemilik usaha kedai kopi di Balikpapan, mengakui omzetnya mengalami penurunan sekitar 40 persen. “Penurunan itu sudah pasti,” kata dia kepada Disway Kaltim, Jumat (11/9).
Sebelumnya, ia bisa menjual 350-400 cup minuman. Dari berbagai varian. Namun saat pembatasan jam malam, penjualannya hanya 250 cup setiap hari.
Didik memang hanya membuka usahanya pada malam hari. Ia menyasar segmen anak muda yang membutuhkan suasana nyaman untuk bergaul.
Dalam kondisi penjualannya yang menurun itu, ia mengaku hanya berusaha menjalankan usaha secara normal. “Sambil mempelajari grafik penjualannya. Paling tidak saat ini kita juga harus mendukung program pemerintah. Menyelesaikan masalah ini,” tuturnya.
Namun demikian, ia juga tidak dapat menafikan imbas saat tren penjualannya terus menurun. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan pengurangan pekerja atau (man power).
Saat ini, ia melakukan efisiensi pada produksi. Seperti mengurangi penggunanaan listrik untuk menekan beban biaya, menghemat bahan-bahan produk, dan hal-hal lain yang bisa diefesiensikan.
Di samping itu, ia juga berusaha berimprofisasi pada persaingan harga dan meningkatkan pelayanan. “Paling utama memberikan pelayanan maksimal ke konsumen. Seperti kebersihan, area yang nyaman, sarana standar kesehatan, dan juga memutarkan siaran live,” pungkas Didik.
Owner Kafe Seutas, Yudhistira mengatakan, pemberlakuan jam malam di Samarinda membuat pemasukan kafe ini terjun bebas. Bahkan penurunannya mencapai 100 persen. Karena banyak konsumen di kafe ini merasa malas untuk datang ke kafe atau tempat nongkrong jika waktunya terbatas. Sehingga banyak dari mereka memutuskan tidak nongkrong. Ditambah, banyak desas-desus penyebaran virus yang beredar di masyarakat.
“Turun drastis pemasukan kita. Biasanya kami menjual kopi bisa mencapai 60 sampai 100 cup. Kalau sekarang hanya paling banyak 10 cup. Bahkan sering tidak nyampai. Malah sering tidak ada penjualan sama sekali,” katanya.
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan, Misna Ariani menilai, dampak penurunan pendapatan tidak hanya dialami oleh pengusaha semacam Didik.
Menurutnya, kebijakan jam malam yang diberlakukan di Samarinda dan Balikpapan pasti akan berdampak pada usaha retail, kedai kopi, kafe restoran dan usaha-usaha yang beraktivitas di malam hari.
“Mau tidak mau usaha tersebut menyesuaikan dengan jam malam. Agar supaya tetap aman,” kata Misna kepada Disway Kaltim saat dihubungi Kamis (10/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: