Penghargaan dari Rasa Penasaran

Penghargaan dari Rasa Penasaran

Setelah tahu, penasarannya belum sepenuhnya terpuaskan. Ia masih mau mendalami lagi soal mangrove.

Satu hal utama, ia punya harapan. Harapan ini bukan untuk pribadinya. Niatnya untuk membuat teman-temannya dan warga lainnya turut merasakan manfaatnya. "Lalu peduli dan terus melestarikan," katanya.

Apalagi bisa meningkatkan ekonomi. "Sekarang banyak yang sudah mulai peduli," ujarnya. Ia tidak pernah menghitung pencapaiannya. Ia hanya mau berjuang saja. Untuk menjawab penasarannya. "Alhamdulillah. Tetap semangat. Selalu. Semangat pagi," demikian Ruki.

Berkat usahanya itu, saat ini Kelurahan Kampung Baru terkenal dengan wisata mangrovenya. Ada lebih dari dua tempat wisata mangrove ada di sana. Bahkan sampai dibuat kegiatan rutin. Festival Mangrove. Yang sudah dua kali digelar.

Memang bukan berkatnya semua itu terwujud. Tapi, tidak bisa dipungkiri sumbangsihnya adalah yang terbesar. Memengaruhi masyarakat luas. Membuka kepekaan pemerintah untuk peduli.

"Sekarang bukan aktif lagi. Saya mendalami itu," tegasnya. Saat ini Ruki didapuk menjadi Ketua Konservasi Wanita di wilayah PPU. (eny)

Menahan Abrasi, Menopang Ekonomi

Tidak hanya menahan garis pantai dari abrasi. Ruki juga akhirnya mendapatkan manfaat lain mangrove.

Warga Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Penajam ini memperkenalkan beberapa produk olahan pribadinya. Yang berbahan dasar dari mangrove.

"Ini saya buat sendiri," ucapnya. Sembari menyodorkan cimi-cimi. Makanan kering khas Kalimantan. Yang dia buat bahannya dari mangrove jenis avicenia. Jenis paling banyak yang ada di PPU.

Awalnya ia tak tahu. Kalau mangrove bisa diolah menjadi bahan makanan. Ia hanya tahu menanam saja. Pun, kata orang tanaman ini beracun jika dikonsumsi.

Awalnya 2012. Ia mengikuti pelatihan di luar daerah. Jogjakarta dan Bogor. Di sana ia mendapat ilmunya. Ilmunya ia bawa pulang. "Ya saya jadi tahu kalau mangrove itu tidak hanya dibuat untuk pelindung saja," ujarnya.

Rasa penasarannya mendorongnya untuk mencoba. Ia sampaikan ilmunya itu ke warga lainnya. Ke berbagai tempat juga. Hingga akhirnya keinginannya bisa sedikit termulai. "Akhirnya saya dapat pendampingan. Ke Bontang untuk mendapatkan pelatihan dan dukungan lainnya," kata Ruki.

Tahun 2015 ia mulai. Atas dukungan Yayasan Peduli untuk diadakan pelatihan lebih lanjut. Ilmu yang ia dapat terus dikembangkan. Hingga akhirnya ia bisa menulari ke banyak orang untuk membuat olahan yang sama.

Ruki menjelaskan, hasil utama yang bisa diolah menjadi makanan adalah buahnya. Dibuang kulit. Dibersihkan. Lalu direndam dengan air kapur. Lamanya 3 hari 3 malam. Setiap 6 jam airnya perlu diganti. Baru dijemur. Sampai kering. Terakhir ditumbuk. Sudah jadi tepung. Bahan dasar untuk mengolah panganan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: