KPU RI Menanggapi Wacana Diskualifikasi, I Dewa: Ubah Dulu UU-Nya
Jakarta, nomorsatukaltim.com - Penerapan sanksi diskualifikasi bagi kontestan Pilkada yang tak patuh pada protokol kesehatan, belum diatur dalam UU Pilkada. Karena itu, Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyebut, penerapan sanksi tersebut harus dimasukan dalam UU atau paling tidak dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Menurutnya, tidak bisa hanya diatur melalui Peraturan KPU (PKPU). Karena PKPU sifatnya hanya menjabarkan dari UU. “Biar kuat posisinya,” kata I Dewa kepada Disway Kaltim, Kamis (23/7).
Berita Terkait:
Diskualifikasi Peserta Pilkada, Apa Cukup PKPU? Atau Harus UU
Pun diakuinya, dalam peraturan terbaru KPU, yaitu PKPU No.6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wagub, Bupati dan Wabup dan atau Wali Kota dan Wawali Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam COVID-19, tak ada sanksi bagi calon yang melanggar. Termasuk sanksi diskualifikasi.
Peraturan KPU, kata I Dewa Kade Wiarsa, dibuat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sehingga, bila aturan sanksi diskualifikasi bagi calon yang melanggar protokol kesehatan itu dibuatkan PKPU-nya, atau dimasukkan dalam PKPU nomor 6 tersebut, maka harus ada dasar hukum di atasnya. Yaitu undang-undang.
"Maka demikian, UU (Pemilu)-nya harus diubah dulu. Dan itu (sanksi diskualifikasi), tidak bisa diatur dalam PKPU. Karena PKPU, tindak lanjut dari UU," imbuhnya.
Menanggapi pandangan salah satu pengamat hukum di Kaltim, yang menyatakan PKPU bisa didasarkan atau mengacu pada peraturan setingkat menteri, tanpa harus UU, mantan komisioner Bawaslu Bali itu, kembali menekankan acuan UU. Mengapa landasannya harus UU, agar kuat posisinya.
"Mendiskualifikasi calon itu hal yang sangat prinsipil. Tentu perlu secara jelas diatur dalam UU. Atau setidaknya Perppu. KPU harus mendasarkan PKPU dari UU. Bila ingin mengatur itu (diskualifikasi, Red.), sebaiknya dalam UU. Agar tidak menjadi sengketa di kemudian hari," jelasnya.
Dalam hal UU, kewenangan pemerintah dan DPR. Bila aturan diskualifikasi tersebut disepakati, tertuang dalam UU atau Perppu. "Kalau diatur, tentu KPU melaksanakan," tambahnya.
Meski demikian, apa yang disampaikan Mendagri Tito itu dinilai bagus. Dalam rangka menekan angka penyebaran COVID-19, yang terus bertambah kasus positifnya setiap hari. Pasca dari Balikpapan, Mendagri Tito belum ada koordinasi terkait hal itu dengan pihaknya. Kata I Dewa Kade.
"Tapi UU belum mengatur soal diskualifikasi itu. Itu ranahnya pembentuk UU. Kemudian KPU melaksanakan," pungkasnya. (sah/dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: