Miris, Pelaku Kekerasan Tak Cuma Orang Dewasa, Tapi Ada yang di Bawah Umur
Ilustrasi kekerasan terhadap anak.-istimewa-
Untuk mencegah semakin banyak anak yang terjerumus sebagai pelaku atau korban kekerasan, DP3A Kutim mengintensifkan program edukasi dan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Kegiatan ini dilakukan secara rutin, bukan hanya saat terjadi kasus.
Materi sosialisasi meliputi pemahaman tentang hak anak, bahaya kekerasan, serta cara melindungi diri dari ancaman pelecehan.
Selain itu, anak-anak juga diajarkan cara melapor jika mengalami atau melihat tindakan kekerasan.
“Pencegahan jauh lebih baik daripada penanganan. Kami ingin anak-anak tahu batasan, memahami risiko, dan berani bicara jika ada yang mengancam keselamatan mereka,” ujar pejabat DP3A tersebut.
DP3A Kutim juga menyasar orang tua melalui kegiatan parenting. Menurut mereka, peran keluarga adalah benteng utama perlindungan anak. Dengan pembekalan yang tepat, orang tua dapat lebih peka terhadap perubahan perilaku anak.
Tak hanya itu, DP3A aktif melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga pendidikan untuk menjadi mitra dalam upaya pencegahan kekerasan anak.
Sinergi ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak.
Namun, tantangan besar tetap ada. Beberapa kasus yang terjadi di Kutim melibatkan pelaku dari luar daerah. Kondisi ini membuat DP3A dan aparat keamanan harus meningkatkan koordinasi serta pengawasan di wilayah rawan.
“Kami temukan juga kasus di mana pelaku datang dari luar Kutim. Artinya, perlindungan anak tidak cukup hanya dilakukan di lingkungan sekolah atau keluarga, tapi juga perlu pengawasan di ruang publik,” jelasnya.
Jika melihat atau mendengar indikasi kekerasan terhadap anak. Laporan cepat dapat mempercepat proses penanganan dan mengurangi dampak negatif pada korban.
“Perlindungan anak bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
