Bankaltimtara

Biaya Pendidikan SD Hingga Rp36 Juta, Begini Penjelasan Disdikbud Kubar

Biaya Pendidikan SD Hingga Rp36 Juta, Begini Penjelasan Disdikbud Kubar

Ilustrasi biaya pendidikan.-istimewa-

BACA JUGA: Penerimaan Murid SD dan SMP di Kutai Barat Segera Berakhir, Disdikbud Tegaskan Larangan Pungli

Ia menegaskan, bahwa pendidikan bukan sekadar urusan administrasi atau transaksi ekonomi, melainkan hak dasar yang wajib dijamin negara.

Karena itu, tindakan seperti menahan rapor atau ijazah hanya karena keterlambatan pembayaran, menurutnya, sangat tidak dibenarkan.

“Yang kita utamakan adalah nasib anak-anak. Mereka harus tetap bisa bersekolah. Tidak boleh ada penahanan ijazah atau rapor hanya karena belum membayar. Sekarang semua sudah serba digital, ada e-Raport dan e-Ijazah, jadi tidak boleh dijadikan alasan,” tegasnya.

Bandarsyah juga meminta pihak sekolah swasta agar bersikap bijak dalam merumuskan kebijakan internal. Ia menilai, keluwesan dan sensitivitas terhadap kondisi ekonomi masyarakat adalah hal mutlak dalam membangun sistem pendidikan yang inklusif.

BACA JUGA: Guru SMAN 1 Nyuatan Kubar Tembus Grand Final Duta Guru CBP Rupiah se-Kaltim

Lebih jauh, ia memastikan bahwa pemerintah daerah tidak akan tinggal diam. Persoalan ini, kata dia, bukan hanya tentang nominal pungutan, tetapi juga menyangkut wajah pendidikan dasar di daerah.

“Pendidikan bukan barang dagangan. Itu adalah hak, dan kami berkewajiban menjaganya,” katanya.

Selain isu pungutan, forum RDP juga sempat menyinggung permasalahan lain seperti sistem zonasi dan distribusi siswa ke sekolah negeri.

Ada keluhan dari orang tua murid yang tidak diterima di sekolah negeri meskipun tinggal di wilayah yang sama, hanya karena persoalan administrasi alamat.

BACA JUGA: Sekolah Dilarang jual Pakaian Seragam, Kadisdik Wilayah IV Kubar-Mahulu Pastikan Akan Awasi

Bagi Disdikbud, kasus ini menjadi refleksi penting untuk mengevaluasi pola relasi antara penyelenggara pendidikan swasta dan masyarakat.

Bandarsyah berharap, dialog nanti bisa melahirkan kesepakatan yang manusiawi, tanpa mengorbankan kualitas pendidikan maupun kemampuan orang tua.

“Pemerintah hadir untuk menjembatani, bukan menghakimi. Tapi kami tidak akan membiarkan ada anak yang kehilangan masa depan hanya karena orang tuanya tidak mampu membayar,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: