Bankaltimtara

Dianggap Sudah Tak Relevan, BPS Disarankan Perbarui Metode Pengukuran Tingkat Kemiskinan

Dianggap Sudah Tak Relevan, BPS Disarankan Perbarui Metode Pengukuran Tingkat Kemiskinan

Gedung BPS.-IST/DTK-

BACA JUGA: Mahulu Targetkan Kemiskinan Turun Jadi 10 Persen di 2025, Stunting Jadi Prioritas

"Bisa lewat pinjaman daring dan lainnya. Jadi, pengeluaran yang tinggi itu belum tentu mencerminkan kemampuan finansial kita,” terang Media.

Kerapuhan finansial masyarakat, ungkapnya, tidak terlihat dalam data statistik BPS. Dia mencontohkan, suatu rumah tangga bisa jadi memiliki cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang memakan lebih dari 11 persen dari total pengeluaran, sehingga mereka hampir tidak memiliki biaya cadangan usai membayar cicilan dan kebutuhan pokok.

Namun, lantaran tingkat pengeluaran mereka sudah di atas garis kemiskinan, maka mereka tidak termasuk dalam kelompok miskin.

Lalu, pengeluaran pendidikan. BPS mengklasifikasikan masyarakat ke dalam kelompok sejahtera bila memiliki pengeluaran pendidikan yang tinggi.

BACA JUGA: Akurasi Data Masyarakat Miskin Dinilai Penting untuk Tekan Angka Kemiskinan

Padahal, jelas Media, banyak keluarga yang sampai menjual aset demi bisa memenuhi kebutuhan pendidikan. “Masalah aset ini tidak tertangkap dengan baik di dalam statistik kemiskinan pemerintah,” ujarnya.

Atas analisa itulah, Celios mengusulkan BPS untuk mengadopsi pendekatan berbasis disposable income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan setelah kebutuhan pokok dan kewajiban dasar dipenuhi.

Pendekatan ini, kata Media, dianggap mampu mencerminkan kondisi kesejahteraan rumah tangga secara lebih realistis dan adil, mengakomodasi faktor geografis, beban generasi berlapis (sandwich), hingga kebutuhan dasar non-makanan.

Celios juga mendorong pemerintah menghitung tingkat kemiskinan sebelum dan setelah pajak serta bantuan sosial.

BACA JUGA: Kota Samarinda Catat Tren Positif di 2024: Kemiskinan Turun, IPM Naik

“Kalau kita bisa menghitung berapa banyak orang miskin sebelum dan setelah kebijakan pemerintah, kita akan tahu apakah program pemerintah itu berdampak atau tidak, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) maupun Koperasi Desa Merah Putih,” kata Media.

Pemerintah juga disarankan membangun indikator multidimensional, seperti menggabungkan indikator pendapatan dengan indikator hidup layak, agar data yang terkumpul lebih representatif terhadap realitas lapangan. (ANT)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: