Tanggapi Polemik Kampung Sidrap, Mahyudin: Tak Perlu Ribut, Hormati Putusan MK

Jumat 10-10-2025,17:12 WIB
Reporter : Sakiya Yusri
Editor : Baharunsyah

KUTIM, NOMORSATUKALTIM-Mantan Bupati Kutim Mahyuddin, angkat bicara terkait polemik status Kampung Sidrap yang kembali menghangat usai gugatan Pemerintah Kota Bontang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia mengingatkan agar seluruh pihak menghormati keputusan tersebut dan tidak memperbesar persoalan.

Menurut Mahyuddin, secara historis wilayah Kampung Sidrap memang telah masuk dalam wilayah administratif Kutai Timur sejak masa pemekaran kabupaten pada 1999. 

Ia menuturkan, sebelum terbentuknya Kutim, daerah tersebut masih menjadi bagian dari Kecamatan Bontang, lalu kemudian dimekarkan menjadi Kecamatan Sangatta.

“Bahkan dulu Sangatta ini masuk Kecamatan Bontang. Setelah pemekaran, berdiri Kecamatan Sangatta, dan batas wilayahnya ditentukan di sekitar jalan pipa, karena itu yang paling mudah digunakan saat itu,” jelas Mahyuddin, baru-baru ini.

BACA JUGA:Status 7 RT di Sidrap Kembali Jadi Polemik antara Kutim dan Bontang, Jimmi: Pelayanan Publik yang Utama

Ia menambahkan, pada masa itu kondisi geografis kawasan tersebut masih berupa hutan belantara.

Belum ada infrastruktur jalan nasional yang memadai seperti sekarang. 

Penentuan batas wilayah dilakukan berdasarkan kemudahan akses dan kebutuhan administratif saat pembentukan daerah baru.

“Dulu jangankan batas wilayah, jalan nasional dari Sangatta ke Bontang saja belum ada. Jadi supaya mudah, jalan pipa itu dijadikan batas alami antara dua kecamatan,” ungkapnya.

Mahyuddin yang juga pernah menjabat Wakil Bupati pertama Kutim mengingatkan bahwa persoalan batas wilayah seharusnya tidak menjadi sumber konflik. 

BACA JUGA:Perjuangan Belum Usai, Tak Terima Putusan MK, Warga Sidrap Siapkan Petisi ke DPR RI

Ia menilai, masyarakat di Kampung Sidrap maupun warga Bontang harus tetap bisa hidup berdampingan dengan semangat kebersamaan dan pelayanan publik yang adil.

Namun mungkin karena pelayanan di Sidrap lebih dekat dengan Bontang, masyarakat pun lebih memilih bergabung dengan Kota Taman. 

"Tapi sebenarnya tidak ada masalah. Orang Bontang boleh tinggal di sana, begitu juga sebaliknya,” ujarnya.

Kategori :