“Jadi rumusnya dua saja. Orang datang belanja di Kukar, dan produk kita dijual ke luar daerah. Itu yang akan memperkuat ekonomi lokal,” jelasnya.
Selain memperluas sektor produktif, Pemkab Kukar juga akan menertibkan penggunaan delivery order (DO) bahan bakar minyak (BBM) yang masih banyak digunakan oleh perusahaan di luar Kukar.
Langkah ini dinilai dapat meningkatkan penerimaan dari dana bagi hasil kendaraan bermotor.
“Semua perusahaan di Kukar kita dorong pakai kendaraan berpelat Kukar. Nilai DBH-nya besar dan harus kita maksimalkan,” katanya.
Aulia juga menyinggung soal pemangkasan dana transfer dari pusat yang kini menjadi perhatian serius di seluruh Kalimantan Timur. Ia mengungkapkan bahwa DBH untuk Kukar turun drastis, dari estimasi Rp5,7 triliun menjadi hanya Rp1,5 triliun.
“Seluruh Kaltim mengalami hal sama. Dana transfer kita dipotong 75 persen,” ungkapnya.
Kondisi tersebut membuat Pemkab mengambil langkah efisiensi dengan menahan sejumlah kegiatan yang belum berjalan, serta mengurangi anggaran perjalanan dinas dan kegiatan seremonial.
“Kegiatan yang belum berjalan kita hold dulu. Kita evaluasi lagi efektivitasnya,” ujarnya.
Meski demikian, Aulia memastikan kebijakan efisiensi ini bersifat sementara. Pada tahun anggaran 2026, Pemkab akan melakukan reformasi anggaran agar lebih tepat sasaran dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Total penerimaan 2026 sebesar Rp7,5 triliun, dengan PAD baru Rp737 miliar. Karena itu, strategi peningkatan PAD harus segera dijalankan,” ujarnya.
Pemangkasan dana transfer juga sempat membuat pemerintah kota (Pemkot) Bontang pusing. Karena pemotongannya mencapai 80 persen.
Padahal, sektor itu paling berpengaruh signifikan terhadap realisasi APBD Kota Bontang 2026.
Namun, Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris berasumsi, APBD Bontang 2026 diprediksi masih berada di angka Rp 2,1 triliun. Walau angka ini turun signifikan dari APBD Bontang 2025, yakni sebesar Rp 3,1 triliun.
Proyeksi itu muncul setelah kepala daerah menerima salinan dokumen total dana transfer dari pusat sebesar Rp 912 miliar. Dana itu bersumber dari 3 pos berbeda. Mulai dari Dana Transfer Umum (DTU), Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik serta DAK Fisik.
DTU merupakan akumulasi dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Rincian masing-masing sebesar Rp 321 miliar dan Rp 590 miliar. Total keduanya sejumlah Rp 833 miliar. Lalu, DAK non fisik sebesar Rp 75,6 miliar sedangkan DAK fisik Rp 6,5 miliar.
Namun, sejumlah pos pendapatan belum tertuang. Seperti Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SilPA). Diharapkan tambahan pendapatan dari pos tersebut bakal menambal APBD 2026 nanti.