KUTAI BARAT, NOMORSATUKALTIM – Ketua DPRD Kutai Barat, Ridwai, menegaskan pihaknya belum melihat urgensi atas wacana pemekaran Kabupaten Kutai Barat menjadi daerah otonom baru bernama Benua Raya.
Menurutnya, rencana yang diajukan sekelompok masyarakat tersebut justru bisa melemahkan kekuatan Kutai Barat sebagai daerah induk.
Ridwai mengungkapkan, keputusan pemekaran wilayah bukanlah persoalan kecil. Hal itu akan berdampak panjang bagi generasi mendatang. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak berhati-hati sebelum mengambil sikap.
“Nyampaikan ini ke teman-teman, karena keputusan kita menyetujui atau tidak itu kan sangat berdampak untuk kehidupan ke depan ini. Teristimewa untuk Kutai Barat,” ujar Ridwai saat diwawancarai Nomorsatukaltim, Rabu 27 Agustus 2025.
BACA JUGA: DPRD Kutai Barat Minta Pemkab Segera Putuskan Lembaga Adat Mana yang Sah
Ridwai mencontohkan pemekaran Mahakam Ulu (Mahulu) pada 2013 lalu yang dinilai memang memiliki urgensi kuat. Saat itu, Mahulu dimekarkan karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, sehingga mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.
“Kalau Mahulu itu jelas, karena dia berbatasan dengan negara lain. Pemerintah pusat memang berkeinginan supaya daerah perbatasan luar negeri itu diperhatikan. Itu alasannya,” jelas Ridwai.
Sementara rencana pembentukan Benua Raya, menurutnya, tidak memiliki urgensi serupa. Ia menyebut, jika pemekaran itu benar terjadi, maka Kutai Barat akan kehilangan banyak wilayah penting.
“Saya sudah lihat di proposal mereka. Muara Pahu diambil, Penyinggahan diambil, Muralawa diambil, Bentian diambil, Siluq Ngurai diambil, Jempang diambil, Bongan diambil. Lalu kita di Kutai Barat ini tinggal apa?” tegasnya.
BACA JUGA: Bupati Frederick Edwin Tekankan Integritas dan Sinergi
Ridwai menilai alasan yang disampaikan panitia pemekaran lebih mengarah pada pembukaan jabatan baru ketimbang kebutuhan nyata. Dengan adanya pemekaran, otomatis jumlah pejabat akan bertambah.
“Alasan mereka kalau kita dimekarkan lagi, Bupati jadi dua, sekarang hanya satu. Kepala dinas dari 20 jadi 40. Jadi banyak orang dapat kesempatan jadi pejabat. Kalau dari sisi kebutuhan, belum ada kok. Bisa mereka jelaskan,” ucapnya.
Ia menekankan, wacana pemekaran seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir orang.
Terkait syarat administrasi dan dukungan masyarakat, Ridwai juga meragukan kebenarannya. Menurutnya, klaim dukungan dari beberapa kecamatan tidak mencerminkan suara mayoritas warga.
BACA JUGA: Warga Muara Ponaq Dihantui Gelap Gulita, PLN Tak Ada Apalagi Sinyal