Golput di Pilkada 2024 Kaltim, Ada TPS Catat Partisipasi Kurang dari 50 Persen

Kamis 28-11-2024,07:00 WIB
Reporter : Hariadi
Editor : Hariadi

Jumansyah, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, mengungkapkan bahwa golput bukan hanya persoalan teknis, seperti distribusi undangan, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan politik.

"Harapan masyarakat terhadap paslon sangat beragam, tetapi variabel yang mereka pertimbangkan sering kali kompleks dan bahkan irasional," jelas Jumansyah kepada NOMORSATUKALTIM.

Menurutnya, masyarakat yang memilih golput bisa jadi melakukannya karena kesadaran politik yang tinggi, di mana mereka tidak merasa ada paslon yang merepresentasikan aspirasi mereka.

"Kesadaran politik yang tinggi justru membuat sebagian masyarakat enggan memilih paslon yang dinilai tidak memiliki konektivitas atau substansi yang sesuai dengan aspirasi mereka," tambahnya.

BACA JUGA: Pemungutan Suara di Samarinda Berjalan Lancar, Andi Harun Gunakan Hak Pilih di TPS 08

BACA JUGA: Sri Juniarsih Mas: Perbedaan Pandangan Politik Bukan Alasan jadi Terpecah Belah

Respons KPU Kaltim

Sementara itu, Komisioner Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kaltim, Suardi, menyatakan bahwa regulasi pemilu sudah mengatur mekanisme pemberitahuan kepada pemilih. 

Ia menegaskan bahwa undangan memilih tidak wajib untuk memberikan suara, tetapi hanya berfungsi sebagai pemberitahuan waktu dan tempat pemungutan suara.

"Form C.Pemberitahuan atau undangan memang tidak wajib untuk memberikan suara. Fungsinya hanya memberitahukan waktu dan tempat pemungutan suara," jelas Suardi.

Ia juga mengakui bahwa sosialisasi telah dilakukan secara berjenjang hingga tingkat desa, tetapi hasilnya belum maksimal. 

BACA JUGA: JDIH Kukar Gelar Seminar Bahas Perlindungan Masyarakat Adat di Era Pembangunan IKN

BACA JUGA: Coblos di TPS 2 Ujoh Bilang, Yohanes Avun: Kalah Kami Legowo dan Menang Kami Siap Rangkul

Beberapa wilayah seperti Balikpapan, Samarinda, dan Kutai Kartanegara masih mencatat angka partisipasi yang rendah.

"Optimalisasi sosialisasi sangat diperlukan agar masyarakat tidak hanya tahu kapan dan di mana harus memilih, tetapi juga memahami pentingnya hak pilih mereka," ujar Suardi.

Tingginya angka golput menjadi tantangan besar bagi penyelenggara pemilu dan paslon. 

Fenomena ini menunjukkan perlunya upaya lebih intensif untuk meningkatkan konektivitas antara masyarakat dan paslon, serta memastikan bahwa setiap individu merasa hak pilihnya berharga dalam menentukan arah kepemimpinan daerah. (ari/chandra)

Kategori :