Sepak Terjang Pemimpin Tertinggi Hizbullah Hassan Nasrallah, 32 Tahun Konsisten Lawan Israel

Sabtu 28-09-2024,21:30 WIB
Reporter : Baharunsyah
Editor : Baharunsyah

Setelah pecahnya perang saudara antara kaum Kristen Maronit dan Muslim Lebanon, Nasrallah bergabung dengan gerakan Amal dan bertempur bersama milisinya. Namun seiring dengan berlalunya konflik, Amal mengambil sikap tidak simpatik terhadap kehadiran milisi Palestina di Lebanon.

Merasa tidak sejalan dengan sikap ini, Nasrallah berpisah dari Amal pada 1982, tak lama setelah invasi Israel ke Lebanon. Setelah itu ia membentuk sebuah kelompok baru dengan dukungan Iran yang bernama Hizbullah. Atau partai Tuhan.

Pada tahun 1985, Hizbullah telah mengkristalkan pandangan dunianya sendiri dalam sebuah dokumen yang membahasakannya sebagai “Libanon yang tertindas”. Dan menyebut Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khomeini dari Iran sebagai satu-satunya pemimpin yang sejati.

Terlibat Perang Saudara
Sepanjang perang saudara, Hizbullah dan Amal ternyata juga terlibat dalam perang saudara antar sesama kelompok syiah. Pada 1990an, Hizbullah akhirnya berhasil memenangkan perang saudara dan berhasil merebut dukungan mayoritas kelompok Syiah.

BACA JUGA:Pertahanan Iran Bobrok, Pembunuhan Haniyeh Diduga Dibantu ‘Orang Dalam’ Intelijen

Nasrallah menjadi sekretaris jenderal ketiga kelompok ini pada tahun 1992, setelah pendahulunya, Abbas al-Musawi, terbunuh oleh rudal Israel.

Jago Pidato
Sejak awal karirnya, pidato-pidato Nasrallah membantu mengukuhkan personanya sebagai sosok yang bijaksana, rendah hati, dan sangat terlibat dalam kehidupan rakyat biasa. Ia memang dikenal kharismatik dan jago dalam berpidato.

Konon dalam setiap pidaotonya, Nasrallah menghindari bahasa Arab formal dan memilih dialek yang srong diucapkan di jalan sehingga memudahkan diterima oleh masyarkat menengah ke bawah.

Dalam buku Fenomena Hizbullah: Politik dan Komunikasi, cendekiawan dan rekan penulis Dina Matar menggambarkan bagaimana kata-kata Nasrallah telah memadukan klaim politik dan citra agama, menciptakan pidato dengan tegangan emosional tinggi yang mengubah Nasrallah menjadi “perwujudan dari kelompok tersebut”.

BACA JUGA:Fakta-Fakta Tentang Isfahan, Kota Bersejarah di Iran Yang Gagal Diserang Israel

Kharisma Nasrallah, menurut buku itu, sangat besar. Itu bahkan membuatnya menjadi tokoh yang berpengaruh di berbagai sekte dan negara.
Hal itu dibantu oleh media Hizbullah yang luas, yang memanfaatkan TV, berita cetak, dan bahkan pertunjukan teater musikal untuk menyebarkan pesannya.

Sehingga Nasrallah pun mendapat simpati tidak hanya dari kalangan Syiah, namun juga non Syiah, seperti Kristen Maronit di Lebanon dan lainnya.

Ketika Nasrallah menjabat sebagai sekretaris jenderal, ia ditugaskan untuk membawa Hizbullah ke dalam kancah politik pasca-perang Lebanon. Hizbullah beralih dari bekerja di luar lingkungan resmi politik negara menjadi sebuah partai nasional yang meminta dukungan setiap warga negara dengan berpartisipasi dalam pemilihan umum yang demokratis.

Nasrallah memimpin perubahan ini. Ia menempatkan Hizbullah di surat suara untuk pertama kalinya pada tahun 1992 dan menarik massa dalam pidato-pidato yang meriah. Seperti yang dia katakan kepada Al Jazeera pada tahun 2006, “Kami, Syiah dan Sunni, berjuang bersama melawan Israel,” dan menambahkan bahwa dia tidak takut akan “hasutan apa pun, baik antara Muslim dan Kristen, maupun antara Syiah dan Sunni di Lebanon,” katanya dikutip Aljazeera.

BACA JUGA:Presiden Jokowi Kutuk Keras Serangan Israel ke Lebanon

Kepanjangan Tangan Iran
Sebagai pemimpin tertinggi Hizbullah selama lebih dari 30 tahun, tepatnya 32 tahun, Nasrallah sering digambarkan sebagai tokoh paling berkuasa di Lebanon. Meskipun tidak pernah secara pribadi memegang jabatan publik.

Kategori :