SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dibuat oleh pemerintah menuai kritikan dari banyak pihak, termasuk akademisi.
Salah satu yang mengkritik program tersebut yakni Pengamat Ekonomi Pembangunan Universitas Mulawarman (Unmul) Purwadi Purwoharsojo.
Dosen Unmul ini menegaskan bahwa, iuran Tapera yang dibuat pemerintah pusat itu sebaiknya dihapus atau dibatalkan penerapannya.
Sebab, hanya akan menambah beban masyarakat, karena setiap bulan gajinya dipotong untuk membayar iuran Tapera.
"Iuran masyarakat sebanyak 3 persen dari penghasilan mereka itu, harusnya bisa digunakan untuk kebutuhan mereka yang lain. Ini semua kan kena dampak dari program itu, Baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Swasta," kata Purwadi, Kamis (30/05/2024).
BACA JUGA : Pekerja Asing juga Jadi Target, Tapera Jadi Sorotan Media Luar Negeri
Selama ini, kata Purwadi, masyarakat justru banyak terbebani dengan berbagai macam iuran.
Seperti iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sehat (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Potongan Pajak Penghasilan (PPh) dan potongan lainnya.
Kemudian, masyarakat juga dibebani dengan harga sembako mahal, harga Bahan Bakar Minyak (BBM), bahkan ada rencana untuk menghapuskan BBM jenis pertalite juga.
Bahkan, program serupa juga sudah pernah dilakukan yakni penarikan uang rumah bagi PNS.
Namun hingga kini program tersebut juga tidak tuntas.
Meskipun ada beberapa PNS yang menempatkan rumah tersebut, tapi kondisinya sangat memprihatinkan.
BACA JUGA : Berangus Kebebasan Pers, Jurnalis Samarinda Tolak RUU Penyiaran
Seharusnya pemerintah lebih fokus dan maksimalkan program yang telah dibuat sebelumnya, sehingga manfaatnya betul-betul dirasakan oleh masyarakat.
"Sampai sekarang masih ada PNS yang belum mendapatkan rumah. Jadi lebih baik program terdahulu dituntaskan dulu deh," ujar Purwadi.