Bertani ternyata sudah mendarah daging. Bahkan bidang ini menjadi salah satu penghidupan keluarga Andri beserta istri. Padahal sebelumnya ia adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan pertambangan batu bara di daerah situ. Tapi ia memilih keluar.
“Kenapa mau bertani? Karena ini datang dari hati. Bidang pertanian ini punya andil besar di masa akan datang,” ujar bapak tiga anak itu.
Rupanya Andri tidak hanya bertani untuk dirinya sendiri. Ia juga membantu petani sekitar untuk ikut berkembang. Peran dia di sini adalah sebagai penyedia jasa para petani mendapatkan informasi harga dan sebagainya. Ya, ia saat ini juga aktif sebagai Koordinator Daerah Duta Petani Milenial Kukar. Sehingga perannya saat ini lebih sebagai seorang social preneur.
Setelah memerlihatkan kebun, Andri berjalan sekitar 200 meter dari rumahnya menggunakan sepeda motor. Melewati jalanan becek dan berbatu, menuju peternakan sapi yang ia kelola bersama keluarga. Kanan kiri pemandangan terhampar kebun-kebun sayur milik warga sekitar. Ada yang menanam kacang namun belum panen. Ada pula tanaman labu putih yang menggantung dan merambat di depan pekarangan.
Tibalah di peternakan sapi miliknya. Di sini ada lebih dari 20 ekor sapi. Sapi-sapi itu sudah melalui pengecekan kesehatan dari dinas peternakan provinsi Kaltim. Terlihat dari tanda barcode warna kuning yang dipasang di telinga. Harga masing-masing sapi bervariasi. Satuannya bisa sampai Rp 24 juta. Tergantung besar dan bobot.
Yang menjadi tantangan baginya sebagai seorang petani adalah naik turunnya harga yang tidak diketahui oleh petani konvensional atau petani tua. Terbatasnya akses informasi membuat mereka kerap menjual hasil tanam dengan harga murah. Ditambah keberadaan petani muda, yang seharusnya melek informasi dan teknologi, jumlahya justru sedikit.
Sebagai petani dan peternak yang masih progresif, Andri pun menyampaikan bahwa peran mereka sangatlah vital, terutama dalam memenuhi kebutuan pangan masyarakat. “Orang itu pasti butuh makan dan yang menggeluti bisnis di bidang ini masih sangat sedikit. Apalagi ada IKN, resource-nya tidak mungkin impor, pasti dari sini nanti,” katanya.
Andri Darmawan di peternakan sapi miliknya di Desa Tani Bhakti, Loa Janan, Kukar.-Bayong/Disway-
Petani Muda Diambang Krisis
Krisis petani di usia produktif memang merepotkan. Pasalnya, para petani adalah ujung tombak SDM, yang menyediakan kebutuhan pangan masyarakat. Berdasarkan hasil sensus pertanian 2023 Kaltim tahap I, jumlah petani usia 19-39 tahun cuma sebanyak 15.941orang. Sementara petani usia 39 tahun ke atas sebanyak 59.318 orang. Di tahun yang sama, jumlah rumah tangga (RT) yang mengembangkan urban farming berjumlah 388 RT. Lalu unit usaha pertanian perorangan urban farming sejumlah 390 unit. Jumlah ini tentu masih sedikit.
“Saya sedih, kenapa pemuda di Kaltim tidak ada yang mau jadi petani," sebut Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik.
Akmal menyebut mayoritas anak muda enggan menjadi petani. Bahkan pemprov sempat mensurvei 100 pemuda di Kaltim secara acak. Hasilnya, tidak ada yang berminat menjadi petani. Mayoritas Gen Z ingin bekerja di sektor pertambangan batu bara. Menurut mereka, menjadi petani adalah pekerjaan berat dan penuh lumpur. Padahal menurut Akmal, pola pertanian bisa berubah. Dari yang tradisional menjadi modern. Seperti yang dilakukan di Tiongkok.
Bagi Dirjen Otda Kemendagri tersebut, peluang bisnis yang sangat menjanjikan saat ini ada dua bidang. Energi dan pangan. Di titik ini ia lebih condong ke pangan. Peluangnya cukup besar. Selain itu pangan juga merupakan kebutuhan pokok manusia. “Orang bisa hidup tanpa listrik, tapi tidak bisa hidup tanpa makan nasi,” tutupnya.
SDM Petani Penting, Tapi….
Pemprov Kaltim sendiri tidak tinggal diam dalam mengatasi benang kusut persoalan pangan di Bumi Etam. Mengatasi krisis SDM petani hanya satu di antaranya. Memenuhi target pangan adalah yang paling pokok. Beberapa hal pun jadi fokus program. Kabid Produksi Tanaman Pangan Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kaltim Adiyati Yahya menjelaskan di antaranya. Seperti perluasan lahan pertanian. Saat ini lahan tanam pertanian di Kaltim baru seluas sekitar 41,406 hektare. Masih belum cukup untuk memenuhi cadangan pangan di Kaltim. Program selanjutnya adalah modernisasi alat pertanian, yang juga didukung dengan peningkatan kualitas SDM. Nah, petani milenial masuk di kategori terakhir ini.
"Petani-petani milenial harus diberikan latihan serta sosialisasi yang masif untuk meningkatkan tren minat dalam sektor petanian tadi," jelasnya. Lalu, bagaimana caranya mengajak para Gen Z agar tertarik menjadi petani?