Lukas Enembe Meninggal, Negara Masih Bisa Tuntut Ganti Rugi

Rabu 27-12-2023,08:00 WIB
Editor : Hariyadi

JAKARTA, NOMORSATUKALTIM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan pengusutan kasus rasuah mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe.

Gubernur Papua nonaktif itu meninggal dunia di RSPAD, Jakarta Pusat sekitar pukul 10.45 WIB.

"Dengan meninggalnya terdakwa, maka secara hukum pertanggungjawaban pidana terdakwa berakhir," ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak kepada wartawan, Selasa (26/12/2023).

Meski demikian, hak untuk menuntut pengembalian kerugian keuangan negara masih bisa dilakukan melalui proses hukum perdata.

"Dengan meninggalnya tersangka, maka hak menuntut, baik dalam perkara tipikor maupun TPPU berakhir demi hukum. Tetapi negara masih mempunyai hak menuntut ganti kerugian keuangan negara melalui proses hukum perdata, dengan cara mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri," kata Johanis.

Sebelumnya, Lukas Enembe meninggal dunia di RSPAD Jakarta pada hari Selasa (26/12/2023). Pria kelahiran 27 Juli 1967 ini mengalami berbagai masalah kesehatan.

Pengacara Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, mengatakan bahwa rencananya jenazah Lukas Enembe akan dibawa ke rumah duka di Jayapura, Papua pada Rabu (27/12/2023). 

"Malam ini kami semayamkan di rumah duka RSPAD," ujar Petrus, pada Selasa.

Petrus belum dapat memastikan kalau jenazah Lukas akan langsung dimakamkan atau tidak ketika tiba di Papua. Dia hanya memastikan kalau hari Rabu baru berangkat ke Papua.

"Jadi begini, kalau besok diterbangkan ke Papua, berarti sampai paginya toh, mungkin lusanya. Tergantung protokoler di sana," kata dia.

"Jadi kita belum tahu rencananya di Papua seperti apa, karena kami masih di kamar perawatan dan belum berpindah ke rumah duka. Kami juga belum melakukan koordinasi dengan Pemda seperti apa dan keluarga seperti apa," lanjutnya.

 

Kasus Lukas Enembe

Sebelumnya, Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe terbukti melakukan suap dan gratifikasi sejumlah Rp19,6 miliar.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan mencabut hak politik selama 5 tahun.

Kategori :