Pemeriksaan pajak selalu menjadi momok yang menakutkan bagi wajib pajak. Apakah mereka dikenakan pajak yang sangat tinggi nantinya, ataupun kebingungan menjawab pertanyaan dan menyediakan dokumen yang di minta oleh petugas pajak nantinya. Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Asas perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Assement. Di mana wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri. Di mana kebenaran dan kewajaran dari pelaporan wajib pajak tersebut dapat diuji sewaktu-waktu oleh kantor pajak. Pemeriksaan pajak selalu menjadi momok yang menakutkan bagi wajib pajak. Apakah mereka dikenakan pajak yang sangat tinggi nantinya, ataupun kebingungan menjawab pertanyaan dan menyediakan dokumen yang di minta oleh petugas pajak nantinya. Bagi wajib pajak dan petugas pajak sama-sama memiliki hak dan kewajiban pada saat pemeriksaan. Sebelum membahas mengenai hak dan kewajiban dalam pemeriksaan, akan kita bahas terlebih dahulu mengenai dasar hukum pemeriksaan pajak. Dasar hukum yang mengatur tentang pemeriksaan pajak antara lain adalah:
- Pasal 31 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 (peraturan disempurnakan di 184/PMK.03/2015)
- Pada UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 pasal 31 dikatakan bahwa Tata cara pemeriksaan pajak dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku.
- PMK yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan adalah PMK Nomor 17/PMK.03/2013 dimana PMK tersebut telah disempurnakan di PMK Nomor 184/PMK.03/2015. Dalam PMK ini dibahas mengenai ketentuan umum pemeriksaan, tujuan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan ketentuan lain mengenai pemeriksaan pajak.
- Pasal 30 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007
- Pasal 30 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 membahas mengenai penyegelan tempat atau ruangan tertentu apabila Wajib Pajak tidak memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan / atau memberi penjelasan terkait hal-hal yang perlu diperiksa. Tata cara penyegelan tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.
- Petunjuk pelaksanaan penyegelan diatur dalam bagian kesepuluh PMK 17/PMK.03/2013 yang telah disempurnakan di PMK Nomor 184/PMK.03/2015. Dalam bagian tersebut, diatur mengenai ketentuan pelaksanaan penyegelan dalam rangka pemeriksaan pajak.
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 28/PJ/2013
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 10/PJ/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
- Kita ketahui bahwa tax ratio Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara lain, di kisaran 11%-12%. Ratio ini dikontribusi besaran tarif pajak, yaitu Pasal 17 UU PPh untuk badan 25%, kemudian Pasal 31E UU PPh ada pengurangan tarif (tax cut) jadi 12,5%, dan PPN 10%.
- Sedangkan orang pribadi tarif PPh 5%, 15%, 25% dan 30% tergantung skala penghasilan kena pajaknya. Belum lagi PPh Pasal 4 ayat (2) 1% bagi WP yang peredaran usahanya hingga Rp.4,8 miliar setahun.
- Idealnya seluruh WP yang wajib SPT harus menyampaikan SPT. Dari sisi kepatuhan materil, masih banyak pembayaran pajak yang nihil. Kalaupun ada pembayaran, besarannya berada dibawah benchmark, misalnya Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR), yaitu rasio antara PPh terutang terhadap penjualan atau peredaran usaha.
- Untuk menguji apakah WP sudah menyampaikan SPT yang menjadi kewajibannya, dan apakah jumlah pajak yang dibayar sudah sesuai dengan jumlah semestinya itulah perlu dilakukan pemeriksaan pajak, sebagai salah satu tugas dan fungsi DJP.
- Pemeriksaan yang berkualitas diperoleh jika proses pemeriksaan berjalan sesuai norma dan ketentuan. Mengacu PER-07/2017, beberapa hal mendasar sebagai era baru pemeriksaan pajak.
- Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP) mengatur bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib: 1) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
- Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
- Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasai 29 ayat (3) huruf b.
- Pasal 11 huruf a PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015 mengatur bahwa dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.
- Pemeriksa Pajak mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak yang dilakukan di kantor, antara lain melalui kegiatan: 1) wawancara dengan Account Representative yang melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan dalam hal diperlukan, untuk mengetahui profil Wajib Pajak, proses bisnis Wajib Pajak, laporan keuangan, data Surat Pemberitahuan (SPT), Laporan Hasil Pemeriksaan tahun sebelumnya, dan data lain yang diperlukan. Hasil wawancara dengan Account Representative dituangkan dalam Berita Acara Hasil Wawancara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
- Pemeriksa Pajak mengumpulkan data dan informasi di lapangan melalui kegiatan observasi lapangan.
- Pemeriksa Pajak menyusun rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan (audit program) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan berdasarkan hasil kegiatan pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
- Pemeriksa Pajak menyiapkan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai. Penyiapan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai meliputi hal-halsebagai berikut: 1) Melakukan inventarisir dan memastikan berkas Wajib Pajak yang akan dilakukan Pemeriksaan telah lengkap. Dalam hal berkas Wajib Pajak belum lengkap, Pemeriksa Pajak dapat melakukan peminjaman berkas kepada Unit kerja terkait di lingkungan DJP;
- b) Aplikasi pendukung pemeriksaan dan/atau peralatan yang dibutuhkan;
- c) Data pembanding transaksi.
- Pemanggilan dari Pertemuan dengan Wajib Pajak di Kantor Direktorat Jenderal Pajak a. Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan 1) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan DirekturJenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017.
- Pemanggilan Wajib Pajak yang diperiksa ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak 1) Surat panggilan kepada Wajib Pajak merupakan surat yang digunakan Pemeriksa Pajak untuk memanggil Wajib Pajak ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai prosedur awal Pemeriksaan Lapangan.
- b) buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak.