Simak Skema Tarif Tax Amnesty Jilid II dalam RUU HPP sebelum Disahkan

Selasa 05-10-2021,12:33 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyatakan jika tax amnesty hanya sekali dan tidak akan terulang lagi. Namun wacana pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II mengemuka. Sejalan dengan akan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). “Jangan ada yang coba main-main dengan tax amnesty. Akan saya kawal sendiri, dengan cara saya. Enggak usah saya sebutkan," ujar Jokowi dalam pencanangan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, 1 Juli 2016. Jokowi menegaskan sikapnya ini karena kebijakan tax amnesty sangat penting untuk mendukung penerimaan negara. Seperti pernah diberitakan, potensi dana hasil repatriasi yang masuk diperkirakan mencapai Rp 1.000 triliun. Sedangkan tambahan penerimaan dari tarif tebusan diperkirakan mencapai Rp 165 triliun. "Karena ini bukan hanya untuk penerimaan tahun ini, tapi juga database yang meningkat lebih besar. Sehingga, penerimaan negara betul-betul sesuai dengan apa yang kita inginkan," kata Jokowi. Kala itu, Jokowi berharap para wajib pajak memanfaatkan tax amnesty karena hanya berlaku sekali saja. Kurun waktunya mulai Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. "Kesempatan ini tidak akan terulang lagi. Jadi tax amnesty adalah kesempatan yang tidak akan terulang lagi. Ini yang terakhir. Yang mau gunakan silakan, yang tidak maka hati-hati," kata Jokowi. Dalam draft RUU HPP tidak secara gamblang ditulis pengampunan pajak ataupun tax amnesty. Namun, dalam draft ini memuat soal Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang tertuang dalam Bab V. Pada pasal 5 dijelaskan, wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. "Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak," bunyi Pasal 5 Ayat 2. Surat pernyataan yang tersebut ialah sebagaimana yang dimaksud dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. "Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015," bunyi Pasal Ayat 4. Harta bersih yang dimaksud pada ayat 1 dianggap sebagai penghasilan tambahan dan dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Pajak Penghasilan yang bersifat final dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarifnya pun diatur dalam draft tersebut. Tarif itu diatur dalam pasal 7 dengan ketentuan 6% atas harta bersih yang berada di wilayah Indonesia atau dalam negeri dengan ketentuan diinvestasi sebagaimana diatur dalam RUU ini, dan 8% atas harta bersih berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan sebagaimana diatur dalam RUU tersebut. Lalu, 6% atas harta bersih yang berada di luar wilayah Indonesia atau luar negeri dengan ketentuan dialihkan ke Indonesia serta diinvestasikan sebagaimana ketentuan dalam RUU ini. Kemudian, sebanyak 8% atas harta bersih yang berada di luar negeri dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia tapi tidak diinvestasikan. Selanjutnya, sebanyak 11% atas harta bersih yang berada di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Indonesia. Bandingkan dengan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pada UU tersebut dijelaskan, pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Di Pasal 3 Ayat 1 disebutkan, setiap wajib pajak berhak mendapat pengampunan pajak. Lalu, pengampunan pajak diberikan kepada wajib pajak pengungkapan harta yang dimilikinya dalam surat pernyataan. "Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak," bunyi Pasal 3 Ayat 4. Tarif dan cara menghitung uang tebusan pun telah diatur dalam Bab IV UU ini. Baik atas harta yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Dari penjelasan keduanya, terdapat kemiripan di mana, pengungkapan harta menjadi kunci untuk mendapat tarif atau tebusan yang diatur dalam payung hukum tersebut. Anggota Komisi XI Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan, tanpa kepatuhan membayar pajak, negara sulit memperkirakan penerimaan pajak. Sejalan dengan itu, tanpa penerimaan pajak yang akurat seperti yang direncanakan maka keuangan negara dalam posisi yang rentan. "Dari sisi lain, ini bisa juga dipandang sebagai kebijakan memperingan beban wajib pajak. Bisa diistilahkan pengampunan pajak (tax amnesty), bisa disebut kebijakan sebelum matahari terbenam (sunset policy)," katanya seperti dikutip dari detikcom. */BEN/ENY Siap-Siap Amnesti Pajak Jilid II Sasaran Wajib pajak dengan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 Tanggal Pengajuan 1 Januari 2022-30 Juni 2022 Skema Tarif Tarif PPh final 6%, 8% dan 11% dari harta bersih - Tarif 6% atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Indonesia dengan ketentuan diinvestasikan pada:

  1. Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI, dan/atau
  2. Surat berharga negara.
- Tarif 8% atas harta yang berada di dalam wilayah Indonesia dan tidak diinvestasikan pada:
  1. Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI, dan/atau
  2. Surat berharga negara.
- Tarif 6% atas harta bersih yang berada di luar wilayah Indonesia, dengan ketentuan:
  1. Dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
  2. Diinvestasikan pada:
  3. Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI, dan/atau
  4. Surat berharga negara.
- Tarif 8% atas harta bersih yang berada di luar wilayah Indonesia dengan ketentuan
  1. Dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
  2. Tidak diinvestasikan pada:
  3. Kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI, dan/atau
  4. Surat berharga negara.
-Tarif 11% atas harta bersih yang berada di luar wilayah Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber: Draft RUU HPP  
Tags :
Kategori :

Terkait