Bontang, nomorsatukaltim.com - Retribusi parkir Bontang melorot. Tahun 2020 hanya dapat Rp 69 juta. Artinya dalam setahun pemerintah hanya memungut Rp 5 juta lebih tiap bulannya.
Tukang parkir di pasar bisa lebih jago. Dalam sehari bisa mengantongi Rp 300 ribu. Efektif dalam 3 jam. Artinya dalam sebulan bisa memungut Rp 9 juta.
Padahal Bontang kota ke-4 di Indonesia yang warganya punya kendaraan roda empat terbanyak. Dengan skala perbandingan total warganya.
Sebenarnya target penerimaan pajak parkir Rp 150 juta tahun. Tapi karena alasan COVID-19 tidak tercapai. Babak belur.
Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan, Pembukuan dan Pengendalian Operasional, Bapenda, M Arif Roch menuturkan COVID-19 memang jadi masalah. Banyak pos pendapatan yang dievaluasi. Pun bukan hanya pajak saja. Pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) seluruhnya anjlok.
Pada 2019 PAD bisa memperoleh Rp 200 miliar lebih. Capaian tertinggi dalam kurun 5 tahun terakhir.
Di tahun 2020 tetiba anjlok. Mula-mula Rp 98 miliar pasca refocussing anggaran. Lalu turun lagi Rp 95 miliar saat adaptasi kebiasaan baru atau new normal.
Pun demikian, dari 11 objek pajak. Hanya retribusi parkir dan hotel saja yang gagal. Selebihnya mencapai target. Walaupun jika dihitung tetap kecil jika dibandingkan setahun silam.
"Namun itu pun ternyata belum dapat kita capai secara maksimal, tapi ada beberapa pajak secara maksimal. BPHTB, hotel, PPJ, reklame, air bawah tanah juga tercapai," ungkapnya.
Sepertinya pemerintah harus belajar banyak dari ormas. Yang mengelola kantong parkir di luar milik pemkot. Ruas jalan Bontang masih jadi lahan parkir subur bagi mereka. Pun sudah dikelola secara swadaya. Keuntungannya cukup besar. Paling tidak lebih besar dari yang didapat pemerintah.
Di jalan Ahmad Yani saja. Yang puluhan ruko di sana pengelolaan parkirnya rapi. Setiap kendaraan ditarikin upeti. Nilainya mulai Rp 2 ribu sampai Rp 5 ribu.
Semalam pun bisa mengantongi Rp 500 ribu. Itu pun kalau sepi. Saat ramai bisa panen raya. Andai saja mereka terikat dengan pemerintah. Pemerintah bisa membayar gaji pegawai-pegawai parkir. Bisa saja Rp 5 juta sebulan. Asalkan tiap tarikan disetor ke daerah. Tentu pendapatan parkir bakal lebih bermanfaat.
Menurut pengamat kebijakan publik, Muqrim. Jika pemkot tidak bisa mengelola parkir dengan sumber daya yang ada. Mereka harusnya bisa melakukan kerja sama dengan masyarakat. Untuk mengelola parkir di lahan yang seharusnya milik pemkot.
Tinggal dibuat kajiannya, formulanya. Agar yang mengelola dan pemkot bisa sama-sama untung.
"Tapi kan mereka ini seperti negara sendiri, punya aturan sendiri. Coba digandeng pasti bisa sinergi," ujar Muqrim singkat. (wal/ava)