Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Pada pekan kedua Agustus 2020. Pasar modal Indonesia bergerak variatif. Namun tetap positif. Begitu juga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada periode 10 -14 Agustus 2020, mengalami kenaikan sebesar 2,02 persen pada level 5,247,690 dari level 5.143,893.
Lalu bagaimana dengan pergerakan pekan ketiga Agustus ini. Tentunya, akan ada sejumlah sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan pasar. Salah satunya naiknya data infeksi COVID-19 di dunia yang menjadi perhatian. Kondisi tersebut membuat pasar harus hati-hati.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menganalisa, ada sembilan sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan IHSG pada pekan ketiga Agustus ini.
Pertama, terjadi kebuntuan pembahasan stimulus fiskal di kongres Amerika Serikat menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan. Masih banyak perbedaan antara Partai Republik dan Demokrat dan menjadi lebih sulit karena mendekati pemilu AS. Kedua partai tentu ingin rancangan paket yang menguntungkan dan menaikan popularitas kandidat mereka. Bila tidak terjadi kesepakatan dalam jangka pendek akan menjadi sentimen negatif bagi pasar.
Kedua, menurut Hans Kwee, pelaku pasar mencermati pertemuan pejabat senior dari Tiongkok dan Amerika Serikat melalui konferensi video. Untuk meninjau kesepakatan perdagangan fase 1 yang ditandatangani kedua negara pada Januari. Hal ini terjadi di tengah hubungan diplomatik yang memburuk antara kedua negara. “Perkembangan pembahasan akan menjadi sentimen yang menggerakan pasar,” kata Hans Kwee saat dihubungi Senin (17/8).
Ketiga, langkah Inggris menambah lebih banyak negara dalam daftar karantina menjadi sentimen negatif bagi pasar. Hal ini mungkin mendorong langkah yang sama dilakukan negara-negara lain untuk menghalangi penyebaran pandemi COVDI-19 dan membalas serta memberikan perlakukan yang sama. Hal ini dapat mendorong kemunduran perekonomian.
Keempat, kata dia, data klaim pengangguran Amerika Serikat pertama kali turun di bawah 1 Juta semenjak pertama kali dimulai pandemi COVID-19. Hal ini menunjukan perbaikan data biarpun terjadi peningkatan kasus COVID-19. Tetapi masih ada 28 juta orang lebih yang menerima cek pengangguran menunjukan pasar tenaga kerja dan Ekonomi Amerika masih lemah.
Kelima, data ekonomi yang keluar cukup variatif tetapi masih jauh di bawah dari data sebelum pandemi corona baru. Data penjualan ritel Tiongkok yang lebih jelek dari harapan memberikan indikasi momentum perbaikan ekonomi negara tersebut melambat.
Keenam, masih naiknya data infeksi COVID-19 19 di dunia dan beberapa negara membuat pasar cukup hati-hati. Saat ini ada 21 juta lebih kasus dan menewaskan 770 ribu orang. Amerika Serikat sendiri mencatat ada 5,5 juta kasus dan menewaskan 172 ribu orang.
Ketujuh, negara-negara Eropa mulai khawatir akan gelombang kedua COVID-19. Mulai ada kasus baru di beberapa Negara mendorong kekhawatiran langkah lockdown terbatas akan mengganggu pemulihan ekonomi kawasan.
Kedelapan, Pidato Presiden RI Joko Widodo di Sidang Paripurna DPR/MPR RI tidak terlalu direspons pasar. “Nampaknya asumsi ekonomi yang disampaikan sudah di price in atau sesuai harapan pasar. Terlihat harapan pemulihan ekonomi di tahun 2021 dari asumsi data makro dalam pidato Presiden,” imbuhnya.
Ia memperkirakan dengan beberapa sentimen tersebut maka IHSG berpeluang melemah pada perdagangan pendek pekan depan. “Dengan support di level 5178 sampai 5119 dan resistance di level 5218 sampai 5300,” ujarnya. (fey/eny)