Bankaltimtara

Buruh Kaltim Masih Rentan Meski Undang-undang Sudah Ada, Perlindungan Hukum belum Optimal

Buruh Kaltim Masih Rentan Meski Undang-undang Sudah Ada, Perlindungan Hukum belum Optimal

Ilustrasi. Perlindungan hukum terhadap buruh rentan di Kaltim belum optimal.-istimewa-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Meski regulasi ketenagakerjaan di Indonesia sudah lengkap, mulai dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hingga konvensi internasional, buruh di Kalimantan Timur masih menghadapi kerentanan serius.

Dari praktik pemutusan kontrak sepihak hingga keterlambatan pembayaran hak-hak buruh, realita di lapangan menunjukkan bahwa perlindungan hukum belum optimal.

Kondisi itu terungkap dalam Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan di Kalimantan Timur yang digelar PBH PERADI Kota Balikpapan, pada Sabtu 4 Oktober 2025.

Direktur LBH Sentra Juang, Mangara Tua Silaban menegaskan, bahwa regulasinya sudah ada, namun implementasinya lemah.

BACA JUGA: Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan di Balikpapan Bahas Kedudukan Buruh dalam Perspektif HAM

BACA JUGA: Wabup Berau Minta Perusahaan Tambang Merespons Serius Arahan Gubernur soal Tenaga Kerja Lokal

"Undang-undang dan perjanjian internasional sudah melindungi buruh. Tapi realita di lapangan banyak perusahaan yang melemahkan serikat, melakukan PHK sepihak, atau menunda pembayaran hak-hak buruh. Hukum ada, tapi tidak dijalankan dengan konsisten," ungkapnya.

Dia menjelaskan, bahwa praktik union-busting masih terjadi di Kalimantan Timur. Perusahaan kerap melemahkan serikat buruh sehingga pekerja kesulitan memperjuangkan haknya.

Menurutnya, hal itu tercermin dari sejumlah kasus pemutusan kontrak sepihak, keterlambatan pembayaran gaji, hingga tekanan lain terhadap anggota serikat.

Selain praktik union-busting, era digital dan globalisasi menghadirkan tantangan baru bagi buruh. Pekerja lepas atau yang disebut mitra di platform digital sering kali tidak memiliki perlindungan yang sama dengan pekerja formal.

BACA JUGA: Eks Karyawan RSHD Samarinda Keluhkan Upah yang Tak Kunjung Dibayar, Manajemen Dinilai Tak Kooperatif

BACA JUGA: PHK di Paser Capai 238 Kasus Selama Januari-Agustus 2025, Didominasi Karyawan Tambang dan Perkebunan

"Di era gig economy, status pekerja fleksibel membuat mereka lebih rentan terhadap pelanggaran hak normatif. Investasi asing dan model bisnis global cenderung menekan biaya tenaga kerja, sehingga buruh kehilangan hak-haknya," ujar Mangara.

Ia juga mengungkapkan, pentingnya regenerasi dan konsolidasi internal dalam serikat buruh. Fragmentasi dan rendahnya partisipasi generasi muda membuat serikat kesulitan memperkuat advokasi bagi buruh.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: