Pasar Subuh Sudah Tiada, Pedagang Sesalkan Pembongkaran Tanpa Kompromi
Proses pembongkaran lapak-lapak Pasar Subuh Samarinda oleh Satpol PP, Jumat (9/5/2025).-Disway/ Mayang-
BACA JUGA: Polemik Pemindahan Pasar Subuh: 4 Mei Mulai Relokasi, Baru 3 Orang Ambil Nomor Lapak Baru
“Saya sedih banget kalau ditanya perasaan. Sedih, hancur berkeping-keping. Seolah-olah tidak ada harapan. Karena apa? Karena penghasilan kami ini di sini. Nyata penghasilan kami di sini. Kenapa kami harus dipindah paksa tanpa adanya kompromi,” ungkap Farida.
Dia menyebut tindakan itu sebagai bentuk penindasan terhadap rakyat kecil yang tak mampu bersuara lantang. Ia menilai tindakan petugas yang arogan, nirempati, dan tanpa adanya dialog yang adil.
“Dengan kasarnya mereka, para aparat polisi dan Satpol PP, membongkar lapak kami. Kalau kami harus dipindahkan, sangat sedih sekali. Saya nangis nggak berhenti. Kejam sekali mereka,” ujarnya dengan mata sembab.
Bagi Farida dan pedagang lain, Pasar Subuh tak hanya sekadar wadah untuk transaksi jual beli, pasar ini menjadi komunitas sosial yang cukup ikonik Kota Tepian selama berpuluh tahun.
BACA JUGA: Paguyuban Pedagang Pasar Subuh Samarinda Menolak Direlokasi
Lokasinya yang tepat berdepanan dengan Pelabuhan Samarinda, membuatnya mudah ditemukan oleh pendatang.
Farida mengatakan, bahwa pembeli di pasar itu tak hanya dari etnis Chinese saja, tetapi terkenal di kalangan luar kota yang ingin mencari kebutuhan lain pula.
Sebab, pasar ini satu-satunya pasar yang menjual bahan tidak biasa berupa bahan baku non halal satu-satunya di Samarinda.
Pada mulanya dikenal sebagai Pasar Babi pada era 1960-an karena menjual aneka daging khas, seperti daging anjing, babi, katak, hingga ular, yang menjadi kebutuhan komunitas penduduk Tionghoa.
Pada tahun 1978, para pedagang mulai menempati lokasi saat ini, Gang 3 Rt 02 yang kini telah digusur oleh pemerintah Kota Tepian.
“Saya generasi kedua. Saya hanya meneruskan usaha orangtua. Ini bukan cuma tempat dagang, ini warisan budaya, tradisi. Saat Imlek, orang luar negeri datang ke sini cari bahan. Ini pasar khas,” jelas Farida.
Pasar ini menawarkan produk yang tak ditemukan di pasar lain. Oleh karena itu, pelanggan loyal terutama dari komunitas Tionghoa tetap datang meski harga sedikit lebih mahal dari harga biasa.
"Sekarang, semua itu hilang begitu saja. Setelah digusur, keunikannya hilang. Di pasar baru tidak ada seperti ini. Mereka datang ke sini karena tahu dari generasi ke generasi. Ini bukan pasar biasa,” sambungnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
