Piza Pandemi

Piza Pandemi

Oleh: Ryan Pramudya Amanta

Para Ibu Rumah Tangga (IRT) saat ini lebih selektif soal makanan. Seperti istri saya. Apalagi dengan masifnya tawaran jenis-jenis makanan yang ada di media sosial. Semuanya ada, mulai dari bakwan, gado-gado, ayam geprek sampai piza.

Kebetulan, si istri yang tiap malam memantau media sosialnya lagi ingin mencicipi piza. Makanan khas Itali itu harganya murah selama pandemi, Rp 100 ribu bisa dapat empat porsi, entah ini khusus selama pandemi, atau piza sudah banting harga, nyungsep, imbas dari persaingan usaha dengan jenis makanan lokal yang tak kalah menariknya, dengan harga relatif terjangkau.

Ternyata di Kota Minyak, memang ada penjualan piza di pinggir jalan sekitaran Gunung Pasir, ada juga di dekat Eks Puskib, Jalan A Yani, dan beberapa titik lainnya.

Dari hasil pantauan saya, para SPG yang menjajakan makanan west food itu kini menerapkan sistem "jemput bola". Sebab meski sudah ada relaksasi rumah makan dan restoran di Kota Minyak, masyarakat tampaknya sudah nyaman dan terbiasa layanan pesan-antar.

Sehingga perlu ide-ide baru, cara-cara baru. Apakah hal ini perlu dicontoh pelaku UMKM?

Menjajakan makanan itu cara paling tradisional dalam menjemput rejeki. Sebab sekarang sudah ada internet. Miliaran orang tersambung, sehingga seharusnya lebih mudah menjual barang atau membeli barang.

Mungkin, yang perlu dicontoh dari para SPG itu kegigihannya. Keinginannya untuk bisa bertahan selama masa pandemi. Dilansir dari beberapa sumber informasi di luar negeri, usaha waralaba piza terbesar di Amerika Serikat mengajukan pailit dan terancam bangkrut gara-gara corona.

Kalau perusahaan sebesar Pizza Hut, misalnya, bisa terancam, lalu bagaimana dengan perusahaan retail di supermarket?

Meski saat ini Pemkot Balikpapan terus merumuskan relaksasi di bidang perhotelan, mal, bioskop, pariwisata dan sebagainya, namun tidak didukung daya beli masyarakat yang juga menurun, maka tempat-tempat keramaian itu tak seramai dulu lagi.

Apalagi teknologi saat ini tidak hanya menghasilkan e-commerce. Hiburan sudah bisa didapatkan dari aplikasi sejenis Netflix. Makanya selama masih ada wabah pandemi, maka sektor-sektor yang jadi tumpuan kas daerah tidak dapat pulih dalam waktu singkat.

Kemungkinan fungsi mal di masa depan juga akan berubah, dari yang tadinya menjadi sentral bisnis akan bergeser, entah mungkin jadi sentral UMKM.

Namun saya tetap sangat mendukung agar mal bisa tetap eksis, karena kehadirannya sangat penting, misalnya menjadi tumpuan para pencari kerja. Berapa banyak kaum muda yang bekerja di mal-mal? Banyak. (*)

Penulis adalah wartawan Disway Kaltim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: