Ikhtiar Mewujudkan dan Menguatkan Ketahanan Keluarga

Ikhtiar Mewujudkan dan Menguatkan Ketahanan Keluarga

OLEH: IRMAYANTI*

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang perannya sangat besar. Berawal dari keluarga, setiap anak lahir ke dunia. Mereka mengalami perkembangan fisik dan mental dalam masa-masa pertumbuhannya. Pengasuhan berkualitas dalam keluarga berefek panjang pada ketahanannya.  Ketahanan keluarga menjadi fondasi utama membangun sistem dan tatanan sosial yang pada akhirnya menopang ketahanan bangsa.

INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992  tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, ketahanan keluarga merupakan kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan psikis mental spritual untuk hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk mencapai keadaan harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.

Ada empat komponen yang menjadi indikator ketahanan keluarga: ketahanan mental spiritual, ketahanan fisik ekonomi, ketahanan sosial: terkait interaksi dan komunikasi, ketahanan psikologis: kekuatan jiwa saat menghadapi masalah

REALITA KELUARGA INDONESIA

Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 269,6 juta pada 2020. Berdasarkan Survey Antar Sensus (SUPAS) 2015, terdapat 81,2 juta keluarga di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 61,75 juta keluarga dengan kepala keluarga laki-laki dan 19,45 juta keluarga dengan kepala keluarga perempuan.

Angka kematian ibu masih tinggi: 305 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti setiap 100.000 anak yang terlahir, 305 anak di antaranya tidak memiliki ibu kandung untuk mengasuhnya dari bayi hingga tumbuh dewasa.  Ada 305 keluarga yang kehilangan sosok ibu/istri. Padahal ibu berperan penting dalam pengasuhan yang berkualitas.

Terkait KDRT, Komnas Perempuan mencatat kekerasan perempuan yang dilaporkan pada 2018 mencapai 406.178 kasus. Data tersebut dikompilasi berdasarkan data perkara yang ditangani Pengadilan Agama sebanyak 96 persen (392.610 kasus) dan 209 lembaga mitra pengada layanan (13.568 kasus).

Selama beberapa tahun data pernikahan pernikahan dikumpulkan oleh BPS, Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama RI, serta data perceraian Dirjen Badan Peradilan Agama, dan Mahkamah Agung. Dari data tersebut diperoleh gambaran bahwa tren meningkatnya guncangan ikatan keluarga setiap tahun. Pada 2018, lebih dari 400.000 keluarga mengalami guncangan. Penyebab terbanyak karena pertengkaran yang terus menerus 44,8 persen,  masalah ekonomi 27, 17 persen, suami/istri pergi 17,55 persen, KDRT 2,15 persen, dan mabuk 0,85 persen.

Jika keluarga mengalami guncangan, makapola asuh terhadap perkembangan anak dapat terganggu. Data laporan Kinerja KPAI pada 2019 menunjukkan, sepanjang 2018 ada 4880 kasus pengaduan anak. Tiga klaster kasus tertinggi terkait anak berhadapan dengan hukum (ABH) 1.434 kasus, keluarga dan pengasuhan alternatif 857 kasus, dan 679 terkait pornografi dan cybercrime. Fakta terkait kenakalan remaja, berdasar penelitian BNN bersama LIPI, terdapat 2,3 juta pelajar mengonsumsi narkoba.

Sementara masalah pergaulan bebas, riset Reckitt Benckiser Indonesia terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta) menemukan 33 persen remaja pernah melakukan hubungan seks penetrasi. Dari hasil tersebut, 58 persen melakukan penetrasi di usia 18 sampai 20 tahun. Peserta survei adalah mereka yang belum menikah.

TANTANGAN KELUARGA

Kemajuan teknologi, perubahan budaya, dinamika ekonomi dan persoalan politik dapat berdampak positif membangun ketahanan keluarga. Namun juga siap mengancam eksistensinya. Sangat diperlukan komitmen suami dan istri dalam menjaga keutuhan keluarga. Dengan manajemen komunikasi yang baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: