Hotel di Balikpapan Mengandalkan Cuan dari Restoran

Hotel di Balikpapan Mengandalkan Cuan dari Restoran

Inovasi pelayanan hotel dan restorant juga dilakukan oleh Blue Sky. Sejak 2 Juni lalu restorannya mulai membuka berbagai menu yang disertai gratis antar layanan. “Pembukaan hotel dengan menerapkan protokol kesehatan. Kami juga menyediakan masker apabila tamu tidak membawa masker,” sebut General Manager Hotel Blue Sky Balikpapan, Novriwendi R Tamin.

Untuk menarik minat tamu atau pengunjung, pihaknya memberikan berbagai diskon hingga 10 persen pada setiap menu. “Beberapa hidangan terkenal seperti suki, mantau, sup buntut sudah tersedia,” imbuhnya.

Pekerja Pariwisata: Jangan Perang Tarif

Terkait dengan pembukaan kembali industri perhotelan, Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP Par) - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Bali, Putu Satyawira Marhaendra mengharapkan tidak terjadi perang tarif harga kamar hotel.

Menurut dia, peluang terjadinya perang tarif sangat tinggi karena di tengah pandemi COVID-19 ini tentunya wisatawan yang datang ke Bali juga tidak serta merta bisa dalam jumlah besar.

"Karena sedikitnya tamu, bisa saja ada pihak-pihak yang menawarkan fasilitas lebih ataupun memberikan rayuan yang lebih menggiurkan. Padahal tindakan seperti itu tanpa disadari sama dengan bunuh diri bersama-sama," ucapnya, Kamis (18/6).

Semestinya, kata Satyawira, dari awal ada komitmen di kalangan pengusaha pariwisata, khususnya hotel, vila dan spa untuk standarisasi harga. "Oke dipukul rata harga standar sekian, tidak boleh ada yang turun. Kalau turun, nanti ada sanksi dari pemerintah. Itu harus jelas," ujar Satyawira.

Di sisi lain, dia berpandangan pengusaha hotel dalam normal baru dominan hanya bertahan di harga kamar, sedangkan pendapatan dari sisi food and beverage (makanan dan minuman) akan mengalami penuruan sebagai konsekuensi mematuhi ketentuan jaga jarak.

"Yang jelas jika pariwisata kembali dibuka, kami akan senang hati mengikuti standar normal baru karena akhirnya kami bisa bekerja. Apapun standarnya akan siap kami lakukan," katanya.

Selain itu, sejumlah hotel di Bali juga sudah melakukan simulasi diantaranya bagaimana perubahan pelayanan di kamar hotel, bagaimana cara membersihkan ke kamar, penyambutan tamu yang tiba di hotel, saat registrasi, bagaimana posisi tempat duduk di restoran, dan sebagainya.

"Secara prinsip kami siap, tetapi yang patut dipikirkan bagaimana misalnya dengan pengurangan tempat duduk di restoran di era New Normal, tetapi pihak hotel bisa mendapatkan 'income' yang melorotnya tidak terlalu jauh," kata Satyawira.

Sementara itu, pelaku pariwisata yang tergabung dalam "Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA)" Bali menginginkan di Pulau Dewata agar dibangun ekosistem normal baru yang terintegrasi.

"Harus dibangun ekosistem New Normal yang tidak bisa parsial dan kami mendorong untuk terwujudnya itu," kata Wakil Ketua IHGMA Bali Ketut Swabawa. Swabawa mencontohkan, jangan sampai di hotel sudah dibangun standar yang bagus sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19, tetapi standar yang berbeda justru diberlakukan untuk sisi transportasi maupun penyediaan bahan makanan yang disuplai untuk hotel.

Demikian juga ketika di satu hotel misalnya sudah menerapkan standar yang sangat bagus sehingga otomatis membutuhkan biaya yang tinggi dan harga kamar hotelnya juga menjadi lebih mahal.

"Tetapi di sisi lain, ada hotel yang nakal, tidak menerapkan standar itu, sehingga biaya produksinya rendah, harga jualnya rendah dan lebih mudah mendapatkan tamu. Namun, ketika tamunya sakit. Ini 'kan yang tercoreng nama Bali juga," ucap Swabawa. (fey/ant/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: