Kekurangan Bahan Pangan, 13 Juta Orang Tak Makan selama Pandemi Corona

Kekurangan Bahan Pangan, 13 Juta Orang Tak Makan selama Pandemi Corona

Jakarta, Diswaykaltim.com - Laporan PBB minggu ini mengatakan, jika dunia tidak segera bertindak, pandemi COVID-19 dapat menyebabkan darurat pangan global. Dengan “tingkat keparahan dan skala yang tidak terlihat dalam lebih dari setengah abad.”

Jumlah makanan di dunia memang cukup. Tetapi tidak semua orang mampu membelinya. Di beberapa daerah di Afrika Timur, yang belakangan ini diserbu segerombolan hama belalang dan mengalami cuaca ekstrem, sejumlah besar orang telah kehilangan mata pencarian dan rentan kelaparan.

“Masalahnya adalah akses yang sangat buruk kepada bahan pangan,” Maximo Torero, kepala ekonom Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.

Selain itu, kebijakan penguncian yang diterapkan berbagai negara di awal masa pandemi telah mengejutkan sistem pangan global. Jutaan ton tanaman terpaksa dibiarkan membusuk di ladang. Karena negara-negara menutup perbatasan, para petani serta pekerja pemanen musiman tidak bisa bekerja. Sebab harus tetap tinggal di rumah.

Pasokan pangan global saat ini memang telah stabil. Namun rantai pasokan di beberapa negara masih belum pulih.

Pada April 2020, Program Pangan Dunia memperkirakan bahwa jumlah orang kelaparan di dunia akan berlipat ganda pada tahun ini. Jumlahnya diperkirakan mencapai total 265 juta orang. Atau dengan rasio lebih dari 3 orang dari tiap 100 orang di planet ini. Sebagian besar dari mereka yang menderita rawan pangan akut tinggal di negara-negara yang dilanda konflik, perubahan iklim, dan krisis ekonomi. 

Bahkan jauh sebelum pandemi, sistem pangan global telah dinilai sangat rapuh. Dua pertiga hasil panen di seluruh dunia diperoleh dari hanya menanam sekitar sembilan spesies tanaman. Selain itu, ada pula ancaman erosi tanah, kenaikan suhu, cuaca ekstrem, dan penyakit.

Sepuluh negara dengan krisis pangan terburuk tahun lalu yaitu Yaman, Republik Demokratik Kongo, Afghanistan, Venezuela, Ethiopia, Sudan Selatan, Suriah, Sudan, Nigeria, dan Haiti berjuang menghadapi konflik dan kerusuhan politik. 

Bahan pangan memang cukup tersedia. Tetapi distribusi terganggu akibat wabah. Tidak semua orang mampu membelinya.

Sementara India yang merupakan pengekspor utama beras, susu, dan kacang-kacangan di dunia, telah dilanda kekeringan dan banjir. Erosi juga telah menggerogoti kesuburan 7,5 persen tanah pertanian di negara itu. Kini, India menghadapi serangan hama wereng terburuk dalam 30 tahun. Rantai pasokan pangan pun terganggu oleh pandemi.

Ahli ketahanan pangan dari Pusat Studi Risiko Eksistensial Universitas Cambridge Asaf Tzachor mengatakan, faktor lain juga memperburuk sistem ketahanan pangan di berbagai negara. Misalnya, negara-negara di kepulauan Pasifik mengandalkan pendapatan nasionalnya hingga 70 persen dari sektor pariwisata dan menghabiskan miliaran dolar untuk mengimpor makanan.

Pembatasan perjalanan yang menghantam sektor penerbangan telah merusak pariwisata dan membuat impor pangan menjadi langka.

Di sebagian besar negara di Afrika, orang lebih mungkin meninggal karena kelaparan yang disebabkan oleh resesi ekonomi akibat pandemi daripada karena penyakit itu sendiri. Lebih dari setengah penduduk Afrika hidup sebagai petani kecil. Pertanian adalah pilar utama ekonomi di benua itu.

Orang-orang yang bekerja di sektor informal diperkirakan menyumbang lebih dari sepertiga Pendapatan Domestik Bruto di daerah Sub Sahara, Afrika. Mereka sangat rentan. Karena tidak memiliki akses ke jejaring pengaman sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: