Empat Terdakwa Kasus 41 Kg Sabu Divonis Hukuman Mati

Empat Terdakwa Kasus 41 Kg Sabu Divonis Hukuman Mati

Dengan demikian, vonis yang dijatuhkan ketua majelis hakim, terhadap keempat terdakwa sama dengan tuntutan JPU, yang menuntut hukuman mati.

Dian Anggraeni JPU ketika dikonfirmasi DiswayKaltim.com di akhir persidangan mengatakan, terdakwa ditunggu selama tujuh hari kedepan apabila ingin mengajukan banding atas putusan majelis hakim.

Dalam kesempatan itu, Dian turut menerangkan tuntutan JPU dan keputusan majelis hakim memvonis hukuman mati terhadap keempat terdakwa. Dari persidangan sebelumnya, terungkap bahwa permintaan sebagai perantara bukan kali pertama dilakoni oleh Aryanto. Menurut keterangan ketika persidangan beragendakan pemeriksaan terdakwa, semua berdasarkan perintah dari terdakwa Aryanto.

Oleh sebab itu, JPU meminta agar Aryanto untuk dihukum setinggi-tingginya. Sebab peranannya sebagaimana perpanjangan tangan Asri, yang hingga kini masih menjadi Buronan, untuk menjajakan sabu-sabu di Samarinda. Terhitung sebanyak tiga kali terdakwa Aryanto memesan sabu dari Asri.

Dengan rincian pada Februari 2019 seberat 4 kg, medio Juni 2019 seberat 6 kg, dan pemesanan ketiga seberat 41 kg pada Oktober 2019, yang kemudian berhasil digagalkan Badan Narkotika Nasional.

Sehingga, menurutnya putusan majelis hakim memberikan vonis mati hal yang tepat. "Karena peran mereka mengantarkan sabu ini. Meskipun tiga di antaranya ini hanya sebagai kurir. Pertimbangan hakim tadi, apabila 1 gram dapat merusak satu orang generasi bangsa. Maka dengan 41 kg, dapat merusak sebanyak 41 ribu orang-orang. Mau miskin, kaya, muda, semua bisa dirusak oleh sabu itu," tegasnya.

Sementara itu, menanggapi putusan majelis hakim, Yahya Tonang Kuasa Hukum Aryanto dan Tanjidilah, mengaku menyayangkan putusan hukuman mati yang diberikan terhadap terdakwa.

Dalam sidang agenda pledoi sebelumnya, kuasa hukum menyampaikan ke majelis hakim agar keempat terdakwa tidak memberikan pidana mati. Menurutnya hal tersebut sebagai upaya, agar hukum benar-benar ditegakkan. Pasalnya dari terdakwa, petugas dapat meringkus seluruh pelaku peredaran narkoba.

"Jadi bisa tahu dimana pelaku peredaran narkoba ini bermain. Apalagi masih ada DPO yang memfasilitasi sabu terhadap terdakwa Aryanto. Dari sana bisa kita ringkus pelaku peredaran narkoba," terangnya.

Sementara itu, ia mengatakan para terdakwa akan memilih untuk melakukan banding atas putusan majelis hakim. "Saya pikir dari pihak terdakwa pasti demikian. Pada prinsipnya dalam penegakan enggak boleh lagi ada hukuman mati. Justru dengan ada tangkapan besar gini, bisa ketemu pabrik produsen narkoba," pungkasnya.

Seperti diketahui dalam sidang sebelumnya, JPU Dian Anggraeni memaparkan kronologi kasus peredaran sabu seberat 41 kg asal negeri Jiran, hingga akhirnya berhasil digagalkan oleh petugas Badan Narkotika Nasional pada medio Oktober 2019 lalu.

Dalam persidangan diungkapkan kasus tersebut bermula dari telepon terdakwa Aryanto Saputro kepada Asri seorang bandar asal Tarakan, Kalimantan Utara, yang hingga berita ini diterbitkan masih berstatus buronan.

Aryanto memesan sabu-sabu kepada Asri di Tarakan. Sebulan berselang, sabu-sabu yang disembunyikan di dalam rumah toko kosong di kawasan PLN Juata Laut, Tarakan siap dikirim ke Samarinda pada 27 September 2019.

Jalur darat dipilih untuk mengirimkan sabu, karena paling minim pengawasan narkotika. Kendati demikkan, masih ada jalur laut yang perlu dilewati dari Tarakan ke Berau.

Untuk itu Tanjidillah alias Tanco mengawal agar sabu-sabu itu sampai ke seberang. Sabu-sabu di dalam tiga karung tersebut, kemudian disembunyikan di balik tumpukan tali kapal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: