Setelah Dilanda Pandemi Corona Berkepanjangan, Dunia Bakal Hadapi Krisis Kesehatan Mental

Setelah Dilanda Pandemi Corona Berkepanjangan, Dunia Bakal Hadapi Krisis Kesehatan Mental

Setelah wabah COVID-19 menyebar di dunia, jutaan orang telah meragang nyawa. Dampak buruk dari segi ekonomi, psikologi, kesehatan, sosial, dan politik pun menyelimuti sebagian besar negara di dunia. Karena virus ini tak kunjung teratasi. (Istimewa) London, Diswaykaltim.com - Virus corona telah menginfeksi 4,44 juta orang di seluruh dunia. Sebanyak 302 ribu orang di antaranya telah meninggal dunia. Pandemi ini tidak hanya merenggut nyawa manusia. Tapi juga memiliki efek domino dalam berbagai aspek. Krisis penyakit mental tampaknya akan terjadi. Saat jutaan orang di dunia dikelilingi kematian dan penyakit, isolasi, kemiskinan, dan kecemasan karena pandemi COVID-19. “Isolasi, ketakutan, ketidakpastian, kekacauan ekonomi, semuanya menyebabkan atau dapat menyebabkan tekanan psikologis,” kata Direktur Departemen Kesehatan Mental Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Devora Kestel, Kamis (14/5). Memaparkan laporan PBB dan pedoman kebijakan tentang COVID-19 dan kesehatan mental, Kestel mengatakan, peningkatan jumlah dan keparahan penyakit mental mungkin terjadi. Karena itu, pemerintah perlu mengedepankan isu kesehatan mental dalam merespons COVID-19. “Kesehatan mental dan kesejahteraan seluruh masyarakat sangat dipengaruhi oleh krisis ini. Dan merupakan prioritas yang harus segera ditangani,” ujar Kestel. Laporan PBB itu menyoroti beberapa wilayah dan golongan masyarakat yang rentan terhadap tekanan mental. Termasuk anak-anak dan remaja yang terisolasi dari teman-teman dan sekolah, serta petugas layanan kesehatan yang menyaksikan ribuan pasien terinfeksi dan meninggal dunia akibat virus corona baru. Studi dan survei yang muncul sudah menunjukkan dampak COVID-19 terhadap kesehatan mental secara global. Para psikolog mengungkapkan kecemasan yang dihadapi anak-anak dan peningkatan kasus depresi serta kecemasan di beberapa negara. Kekerasan dalam rumah tangga juga meningkat. Juga pekerja kesehatan melaporkan tingginya kebutuhan untuk dukungan psikologis. Pekan lalu, para dokter dan perawat di Amerika Serikat (AS) mengatakan, mereka atau rekan mereka telah mengalami kombinasi panik, kecemasan, kesedihan, mati rasa, mudah marah, insomnia, dan mimpi buruk. Di luar sektor kesehatan, laporan WHO menyatakan, banyak orang tertekan. Karena dampak kesehatan langsung dan konsekuensi dari isolasi fisik. Sementara banyak lainnya takut akan infeksi, meninggal dunia, atau kehilangan anggota keluarga. Jutaan orang menghadapi kekacauan ekonomi. Telah atau berisiko kehilangan pendapatan dan mata pencaharian mereka. Informasi yang salah dan desas-desus tentang pandemi serta ketidakpastian mengenai berapa lama pandemi akan berlangsung membuat orang merasa cemas dan putus asa terhadap masa depan. Laporan tersebut juga menguraikan poin tindakan bagi para pengambil kebijakan. Untuk mengurangi penderitaan besar di antara ratusan juta orang dan memitigasi biaya sosial, serta ekonomi jangka panjang bagi masyarakat. Kebijakan tersebut termasuk memperbaiki kekurangan investasi dalam layanan psikologis, menyediakan layanan kesehatan mental melalui terapi jarak jauh seperti telekonseling untuk petugas kesehatan garis depan, bekerja secara proaktif dengan orang-orang yang diketahui mengalami depresi dan kegelisahan, dan dengan mereka yang berisiko tinggi mengalami kekerasan dalam rumah tangga. (ant/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: