Lagi Ambyar, NLP Saja
OLEH: UCE PRASETYO* Aktivitas di rumah itu gaya hidup baru. Di era COVID-19. Untuk kebaikan bersama. Sesuai anjuran pemerintah. Judulnya belajar di rumah. Prakteknya: tidur, ngemil, nonton TV, makan, main HP, dan seputaran itu. Ini jebakan kehidupan. Siapa yang larut, tidak beradaptasi mengendalikan keadaan, akan tertinggal oleh kemajuan. Menyadari hal ini, maka saya berusaha mengisi dan mencari aktivitas positif: belajar. Belajar apa? Apakah perlu belajar lagi? Pelajaran dari sekolah. Misalnya matematika. Saya merenung. Matematika dengan rumus yang rumit itu toh yang dipakai orang kebanyakan hanya pelajaran saat di SD. Selebihnya, baik SMP dan SMA, sangat jarang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Maka sepatutnya belajar itu adalah apapun ilmu yang perlu dan akan diterapkan dalam kehidupan. Apa itu? Berpikir, bersikap dengan diri sendiri atau orang lain. Itu pasti diterapkan setiap hari. Kebetulan ada email masuk. Sebuah penawaran belajar online. Harganya turun drastis. Yang biasanya belasan juta. Hanya jadi jutaan saja. Yaitu ilmu NLP. Kepanjangan dari Neuro-Linguistic Programming. Suatu cara berbicara dan mengatur pikiran kita. Dalam menyikapi apapun informasi atau kejadian di sekitar kita. Pikiran dan tubuh manusia seperti komputer. Ada hardware, software, serta memori. Memori bisa berupa gambar (visual), suara (audio), suhu dan gerakan (kinestetik). Termasuk penciuman dan rasa oleh lidah. Intinya input indrawi. Apapun yang terjadi di kehidupan kita, baik itu momen bahagia, sedih, berhasil, semangat, loyo, gagal, sukses, dan ambyar, ditangkap oleh kelima indra kita. Tersimpan sebagai memori. Layaknya komputer. Semua gambar dan audio bisa diatur. Diubah-ubah sesuai kehendak kita. Dengan program semisal Photoshop. Begitu juga memori apapun di pikiran kita. Bisa kita ubah dan setting ulang. Sesuai harapan kita. Kalau komputer ada semacam aplikasi Photosop, Autocad, Paint, dan lain-lain. Di NLP pun begitu. Ada teknik anchor, swiss pattern, dan sebagainya. Contoh kasus. Cerita ini berbasis kisah nyata. Suatu waktu ada beberapa orang politisi. Yang menggunjingkan kita. Tidak menyebut nama langsung. Tapi dengan jelas ditujukan ke kita. Dan kita pun ada di grup itu. Dengan bahasa yang kasar. menyebut kita bego, tolol, dan gila. Umumnya, reaksi kita sakit hati. Itu normal. Manusiawi. Lalu apakah kita akan langsung membalasnya? Tergantung bagaimana otak dan pikiran kita meresponsnya. Ini mudah diatasi dengan salah satu teknik NLP. Kita cukup relaksasi. Lalu menghadirkan memori kejadiannya. Seperti kita nonton film. Lalu kita edit memori itu. Kita mengubah memori kita. Yang ada dalam pikiran kita. Bahwa orang yang menggunjing kita adalah orang keterbelakangan mental dan orang gila. Bila indra kita menangkap memori bahwa itu adalah tindakan orang idiot dan gila, lalu dilakukan teknik misal swiss pattern (bahasa komputernya disimpan). Maka dengan ikhlas tubuh kita tidak akan mempermasalahkannya. Alias memakluminya. Tentu teknik ini kita terapkan sesuai konteksnya. Bila yang dipergunjingkan bukan prinsip dan memperdebatkan tindakan kontraproduktif, tidak bermanfaat sama sekali. Maka teknik NLP itu bisa menghindarkan kita dari perdebatan. Serta menetralisasi pikiran kita. Menghindari perdebatan yang tidak bermanfaat adalah salah satu penerapan ajaran agama. Merujuk hadis. Dari Aisyah (diriwayatkan), Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling Allah benci adalah orang yang suka membantah lagi sengit.” (HR. Muslim, Nomor 2.668). Keahlian mengkontrol pikiran dan kebahagiaan kita itu penting untuk dipelajari. Bagi siapapun. Apalagi politisi. Bila kita tidak punya keahlian itu, maka bisa jadi kita akan menyerahkan remote control kebahagiaan dan sikap kita kepada orang lain. Karena dunia politik dan dunia apapun itu dinamis. Tidak ada lawan yang abadi. Suatu saat mereka yang menghina dan memusuhi kita bisa jadi akan meminta bermitra, berkoalisi atau mengiba bantuan kita. Begitu pula sebaliknya. Dengan NLP, kita bisa “woles-woles” saja. Metode ini seperti juga komputer. Pikiran dan tindakan kita melalui suatu tahapan: input-proses-output. Apapun yang terjadi di luar diri kita, bisa jadi hal positif (nyaman) atau negatif (menyakitkan), akan ditangkap oleh Indra kita. Sebagai memori input. Lalu pikiran kita akan memprosesnya. Saat diproses, semua input jadi netral. Lalu, output bisa dipilih dan ditentukan. Bisa jadi negatif, netral, atau positif. Output pada manusia adalah sikap, reaksi tubuh, memori, dan pemaknaan. Kemiskinan, penghinaan, kesengsaraan, kesusahan, termasuk penolakan (ambyar) secara umum diasosiasikan sebagai hal negatif. Namun dampaknya tidak selalu negatif. Banyak yang jadi positif. Banyak orang sukses yang berangkat dari keluarga miskin. Karena penghinaan atau kesusahan. Ada juga yang makin terpuruk karena hal itu. Keluarga kaya raya dipuja-puja dan disanjung-sanjung. Semua fasilitas ada. Secara umum dianggap sebagai hal positif. Namun dampaknya beragam. Banyak yang negatif. Sangat sering di masa tua seseorang terpuruk, miskin, dan hina. Padahal berasal dari keluarga yang kaya dan semua fasilitas ada. Jadi, apapun yang terjadi di kehidupan ini, entah hal negatif atau positif, sebenarnya netral saja. Diri dan sikap kita sendirilah yang memilih untuk bersikap (output) menjadi sesuatu yang negatif, positif, atau netral saja (woles). Tentu sangat banyak teknik dan terapan NLP di dalam kehidupan. Di dunia kesehatan bisa operasi, cabut gigi atau melahirkan. Tanpa kesakitan dan tanpa pembiusan. Aspek bisnis, marketing, pendidikan, keluarga, dan lain-lain bisa tengan teknik NLP. Dalam seminggu ini, saya sedang menjadi siswa. Jadi murid. Lewat seminar online. Perihal NLP. Karena belajar itu adalah kewajiban. Sepanjang hayat. (*Anggota DPRD Kutai Timur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: