Kiprah Karyati, Mengolah yang Jorok Jadi Paving Block

Kiprah Karyati, Mengolah yang Jorok Jadi Paving Block

Warga Desa Loa Duri Ilir, Kabupaten Kutai Kartanegara, awalnya tak percaya apa yang dikatakan Karyati.  Asisten bidan yang menghabiskan sebagian waktunya mendidik anak-anak itu, sejak lama punya ide: menjadikan sampah menjadi berkah. Bukan dengan menjual pada pemulung. Tetapi menyulap sampah jadi punya manfaat ganda.

Kukar, nomorsatukaltim.com- Prasetyo, Ketua RT 09 Desa Loa Duri Ilir awalnya tak percaya. Bagaimana mungkin, sampah plastik bisa dijadikan paving block. Ia mengaku cukup kaget ketika Karyati menemuinya beberapa tahun silam. Namun Prasetyo hanya mendengarkan saja. Ia tak mau niat relawan rumah singgah mengumpulkan sampah plastik jadi salah satu jenis lantai itu, layu. Yang Prasetyo pikirkan adalah, bagaimana proses pengolahannya, dari mana alat pengolahnya, dan siapa yang akan mengumpulkan sampah plastik itu. Dan banyak ‘bagaimana’ lainnya. Yang juga dia pikirkan adalah, “siapa mau membeli barang-barang itu?” kata dia. Meski begitu, Prasetyo mendukung gagasan Karyati yang ingin lingkunganya bersih. Terbukti, kekhawatiran Prasetyo tak terbukti. Karyati dengan gesit mengerahkan ‘sumber daya’ yang dia miliki.  Sebagai pembina rumah singgah, Karyati mampu melibatkan  anak-anak didiknya supaya mengumpulkan barang-barang bekas, sampah plastik, dan benda apapun tak terpakai. “Memang awalnya saya ajak teman-teman di rumah singgah buat ngumpulin barang yang tak terpakai. Terutama seluruh murid saya setiap hari bawa sampah plastik dari rumah,” kata Karyati. Ia juga turun tanngan. Mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah warga Desa Loa Duri Ilir. "Setiap ada sampah plastik di rumah murid yang tidak terpakai diwajibkan membawa ke sekolah," cerita Ketua Yayasan Borneo Generasi Cemerlang itu. Namun tidak terbatas sampah plastik seperti kantong plastik saja. Karyati juga menerima sampah seperti karung, baliho, spanduk, bekas bungkus roti, bungkus mie instan. Barang-barang bekas itu dikumpulkan di tanah kosong tak jauh dari tempat belajar mengajar. Setelah jumlahnya cukup banyak. Masalah pun mulai muncul. ‘Kami belum siapkan alat pengolahnya,” kata Karyati, mengenang. Berbekal pengalamannya mendirikan Yayasan, Karyati akhirnya mendirikan Bank Sampah dengan nama yang sama. Dari sinilah, ia mendapat bantuan dari beberapa pihak yang peduli terhadap pengelolaan lingkungan. Setelah memiliki peralatan kerja, Karyati semakin bersemangat mencari bahan baku, yakni samapah plastik dan barang-barang tak terpakai lainnya. Karyati juga berhasil mengajak beberapa tetangganya untuk menjadi anggota bank sampah ini. “Saat itu, kami para anggota bergerak lebih dulu cari sampah. Bahkan sampai ke kampung tetangga,” cerita Ayu. Anggota bank sampah ini. Mereka bergerak mengumpulkan sampah plastik ketika tidak ada kegiatan belajar mengajar. Selain mencari ke desa tetangga, mereka juga tak segan membelinya. “Harga yang dibayar bank sampah kami tidak sama dengan harga pemulung. Karena sampah jenis plastik tidak sama seperti sampah botol,” katanya. Sampah jenis kantong plastik tidak laku jika dijual kepada pemulung sampah, menjadi salah satu bahan utama produk mereka. "Tapi di Bank Sampah kami, tetap kami hargai walaupun saat ini belum menentukan harga perkilonya. Tapi tetap kami hargai jerih payah ibu-ibu yang ingin mengumpulkan sampah ke Bank Sampah kami," ungkap Ayu "Apalagi ini merupakan bentuk upaya untuk mengurangi jumlah sampah plastik," lanjut Ayu. Karena menurut Ayu, penghasil sampah terbesar ya memang berasal dari ibu rumah tangga. “Sehingga kami berpikir bagaimana caranya agar ibu-ibu rumah tangga tidak hanya menghasilkan sampah saja, tapi juga bagaimana cara menguranginya.” Karyati bilang, inilah salah satu cara yang tepat mengurangi sampah plastik. Untuk mendapatkan bahan baku, tak jarang mereka harus bersaing dengan para pemulung. “Kami harus ambil sampah jam 5 subuh karena balapan sama pemulung,”  imbuh Sherli, anggota lainnya. Sherli memanfaatkan momen kegiatan di desanya tiap akhir pekan untuk memperbanyak bahan baku. Karena Desa Loa Duri Ilir belakangan tak pernah sepi dari kegiatan dan menghasilkan banyak sampah plastik. Paving block produksi para ibu rumah tangga ini belum banyak beredar di pasaran. Karena bahan baku yak tidak tentu, juga habis dipakai sendiri. Misalnya untuk memperbaiki jalan lingkungan yang rusak. Meski begitu, saat ini Bank Sampah Borneo Gennerasi Cemerlang mampu memproduksi paving block tiga kali dalam seminggu dengan jumlah masih terbatas. "Jumlah produksi tergantung banyak tidaknya jumlah plastik yang terkumpul," lanjut Karyati. Dia membuktikan, sampah yang biasa disia-siakan dan cenderung merusak, punya manfaat ganda: mendatangkan uang, sekaligus mempercantik sekitar tempat tinggal. Benda yang jorok itu pun bikin lingkungan mereka tambah elok. Menginspirasi Warga Loa Duri Bagi masyarakat Desa Loa Duri Ilir, Karyati tidak hanya dikenal sebagai guru. Ia juga aktif menggerakkan masyarakat agar peduli lingkungan. Sekaligus berupaya memberdayakan para ibu rumah tangga. Sebagai pembina Rumah Singgah Yayasan Borneo Generasi Cemerlang, kegiatan sehari-hari Karyati mengajar anak-anak di kampung itu. Meski jumlah murid tak banyak, anak-anak di desa ini tetap membutuhkan pendidikan. “Sejak lama, Bu Karyati menaruh perhatian terhadap lingkungan di sekitar sekolah singgah. Makanya, dia dan pengajar lainnya, membikin bank sampah,” kata Ketua RT 09 Desa Loa Duri Ilir, Prasetyo. Dia mengakui, mengubah kebiasaan masyarakat cukup sulit. Makanya, dia salut, Karyati bisa mengajak warga menjaga kebersihan. “Dia tak kenal lelah mengajak warga mengumpulkan sampah, terutama sampah plastik ke Bank Sampah milik Desa Loa Duri Ilir.” Dengan kegigihan Karyati, Parasetyo pun tergerak melibatkan seluruh warganya, untuk ikut mengumpulkan sampah kantong plastik. Yang kemudian diolah lagi menjadi paving block. "Jadi (sampah) tidak dibuang sembarangan seperti biasanya," ujar Prasetyo. Atas keberhasilan produksi ini, Prasetyo merangkul perusahaan setempat untuk bisa membina bank smapah mereka. Selanjutnya turut membimbing dan juga memprasaranai Bank Sampah Desa Loa Duri Ilir untuk kemudian diolah menjadi paving block dari sampah kantong plastik yang dikumpulkan warga. "Mudah-mudahan ini berjalan dengan lancar dan terus berkesinambungan antar warga dan perusahaan," lanjutnya. Dikarenakan ini masih dalam tahap awal. Prasetyo juga akan mengupayakan melakukan pengenalan produk paving block dari sampah plastik. Kepada pihak-pihak yang mungkin akan menggunakannya. Sehingga diperlukan kerjasama dengan pihak lain. Pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Kartanegara, Sugeng menyambut baik apa yang dilakukan warga RT 09 Desa Loa Duri Ilir. Lantaran menurutnya ini sangat membantu dalam hal pemecahan masalah terkait pengelolaan sampah, apalagi sampah dari plastik. Dan mengolahnya menjadi paving block. "Yang kita titik beratkan disini bukan harga jual dari paving block, tetapi kepedulian masyarakat terhadap lingkungan," ungkap Sugeng. Harapannya, inovasi dari warga Loa Duri Ilir bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas. Terlebih setelah dilakukan pengamatan dan dipraktikkan, Paving block dari sampah plastik lebih kuat dan tahan lama dibanding yang terbuat dari semen. "Selain itu, dari satu buah paving block plastik ini, dalam proses pembuatannya memerlukan sampah plastik seberat 2 kilo, sehingga bisa mengurangi permasalahan tentang pengelolaan tentang sampah di Kukar, khususnya di Desa Loa Duri Ilir," tutup Sugeng. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: