Meramal Cuaca
OLEH: UCE PRASETYO Bagi petani, cuaca sangat berperan dalam menentukan keberhasilan panennya. Menanam terlalu cepat atau terlalu lambat. Tergantung cuaca. Jika tidak tepat, produksi bisa turun. Dalam kondisi yang fatal, bisa gagal panen. Pun begitu, dengan banyak profesi dan bidang usaha, terutama dunia bisnis serta profesi atau usaha terkait pemerintah, harus pintar-pintar. Memperkirakan cuaca. Cuaca daerah, nasional, bahkan global. Bedanya, jenis cuacanya dapat berupa fisik dan non fisik. Apa cuaca yang sedang terjadi. Banyak hal. Setidaknya ada beberapa yang menonjol. Pertama, corona. Kedua, harga minyak dunia tersungkur. Ketiga, Menkeu akan menanggung pajak karyawan selama enam bulan. Plus keputusan MA membatalkan kenaikan iuran BPJS. Keempat, IKN baru dari Jakarta ke Kaltim. Kelima, Pilkada serentak. Corona sedang membara. Dari Tiongkok. Sekarang sudah menyebar di banyak negara. Tak terkecuali Indonesia tercinta. Membuat banyak orang takut tertular. Sehingga malas berpergian. Negara pun takut dengan penyebarannya. Hingga pemerintah membuat larangan bepergian atau kedatangan atau pembatalan. Baik wisata, konferensi, olahraga, bisnis atau banyak urusan lainya. Bandara dan mal jadi sepi. Destinasi wisata sunyi. Ekonomi global otomatis meratap. Seperti ratapannya anak tiri. Corona ini akan lebih cepat, lebih kejam. Dahsyat. Membunuh ekonomi banyak orang. Daripada membunuh secara fisik. Harga minyak dunia nyungsep. Pertama karena Corona. Plus perang harga Arab Saudi. Atau tepatnya perang ego. Pangeran Saudi dengan Presiden Rusia. Gabungan itu bikin ampuh. Menaklukkan harga energi. Pertama BBM. Selanjutnya krooni-kroninya: energi alternatif. Semacam batu bara. Penerimaan negara dan daerah dari sektor energi otomatis berkurang drastis. Di daerah akan berdampak pada turunnya Dana Bagi Hasil (DBH). Otomatis realisasi penerimaan APBD sangat mungkin tidak sesuai harapan. Bisa di murni, apalagi ABT. Di banyak daerah, terutama di Kaltim seperti Kukar, Kutim, Bontang, dan lain-lain. Yang masih sangat tergantung DBH. Dari sumber daya alam. Yaitu energi. Dari menyedot dan mengeruk perut bumi. Baik migas maupun batu bara. Hal itu diperparah pemerintah yang membuat kebijakan populis. Disenangi para pekerja. Yaitu pendapatannya tidak dipotong pajak. Selama enam bulan. Pajak berperan vital. Sekitar 80 persen dari penghasilan negara. Dari sektor pajak, sebagai gambaran pajak pribadi. Seorang manager di perusahaan ternama. Setahun potongan pajaknya bisa buat beli mobil Inova atau Fortuner baru. Bila itu ditanggung negara, maka kemampuan keuangan negara akan turun. Apalagi bila negara terpaksa harus menggelontorkan puluhan triliun anggaran. Untuk menopang BPJS kesehatan. Karena kenaikan iurannya di batalkan MA. Otomatis realisasi transfer ke daerah untuk Dana Alokasi Umum (DAU) atau DBH bisa njomplang. Dari harapan atau proyeksinya, sumber DAU adalah terutama dari pajak. DAU di daerah diandalkan untuk membayar gaji dan insentif. Plus Negara mempunyai hajat besar. Memindahkan ibu kota ke Kaltim. Kami di Kaltim sungguh senang. Tapi waswas. Sebab, membangun infrastruktur IKN menyedot keuangan negara. Sungguh banyak. Terutama bila prediksi pembiayaannya tidak berjalan mulus. Seperti yang direncanakan. Dampaknya komitmen negara untuk transfer ke daerah bisa jadi akan lentur. Selentur seseorang membolak-balikkan lidah. Pilkada serentak juga mempunya kontribusi positif dan negatif. Terhadap ekonomi daerah. Terutama para kontraktor. Soal ini saya menghindar. Untuk membahasnya. Bisa kurang obyektif. Kalau saya yang membahasnya. Kelima cuaca di atas lebih mungkin menghancurkan. Daripada menggairahkan. Keuangan daerah. Tentu ini perlu menjadi perhatian. Pertimbangan. Para pejabat daerah. Eksekutif atau legislatif, kontraktor, ASN, dunia bisnis dan masyarakat. Tulisan ini lebih condong bernada negatif. Mencitrakan pesimistik. Namun semangatnya adalah antisipasi. Hal-hal yang akan terjadi atau akan menjadi realitas. Saya berharap tulisan ini, perkiraan cuaca ekonomi ini salah total. Biarlah kredibilitas saya dalam menulis jatuh. Tak dianggap. Karena tidak sesuai dengan realitas. Sehingga yang terjadi adalah sebaliknya. Ekonomi dunia, negara dan daerah tetap stabil. (qn/Anggota DPRD Kutim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: