PELANGI PAILIT

PELANGI PAILIT

Pengembang perumahan PT Pelangi Putra Mandiri dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya 6 Februari lalu. Para konsumen perumahan itu waswas. Bagaimana nasib kepemilikan rumahnya itu. Sementara sejumlah uang sudah disetor ke pengembang secara tunai dan juga melalui KPR perbankan. ----------- JHONI, warga perumahan Pelangi Pesona Residence tengah ngobrol dengan Asik, tetangga rumahnya. Beda blok. Tapi berhadap-hadapan. Mereka waswas dengan informasi pailitnya PT Pelangi Putra Mandiri, pengembang perumahan itu. Sebagian warga di perumahan tersebut status sertifikatnya belum hak milik. Sementara sebagian lainnya sudah ada yang hak milik. Rumah milik Jhoni sudah hak milik. Sementara rumah Asik masih belum hak milik. Ada 58 rumah yang terdata sertifikatnya belum menjadi hak milik di kompleks itu. “Data warga ada sama saya. Nanti saya fotokan,” kata Jhoni, Minggu (23/2) kemarin sore. Warga perumahan itu memang sudah meradang sejak lama. Mereka mendapat informasi bahwa Pelangi belum menunaikan kewajibannya ke notaris, sehingga belum diurus sertifikat hak miliknya. Bisa saja diurus, tapi mereka masing-masing harus merogoh kocek lagi mulai Rp 23 juta hingga Rp 30 juta. Warga keberatan. Karena merasa sejak akad kredit sudah membayar untuk pengurusan hak kepemilikan rumah. Tapi, hanya sebagian rumah saja yang sudah klir. Sementara yang lainnya belum mendapat kejelasan. Sementara Yunan Anwar, pemilik perumahan tersebut seolah hilang ditelan bumi. Pun begitu dengan manajemen Palangi lainnya. **** BERITA TERKAIT

  • Ada Dugaan Permainan Yunan di Kasus Pailit Pelangi
  • Bisa Gugat Perdata secara Kolektif
  Para pemilik rumah itu berkumpul. Mereka menyusun langkah melakukan audiensi ke berbagai instansi yang dianggap bisa membantu. Mulai notaris, ombudsman hingga pihak bank. Namun hingga saat ini masih mentok tanpa solusi. Muncul ide untuk boikot tidak membayar Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ke bank. “Wajar saja. Bank kan tidak punya bukti untuk menagih. Wong sertifikatnya tidak mereka pegang. Apa dasarnya?,” ujar Jhoni. Jhoni orang yang vokal di kompleks perumahan itu. Seringkali ia menawarkan ide-ide ekstrim. Tapi cukup rasional. Solidaritasnya tinggi untuk membantu tetangga rumahnya. Beberapa warga akhirnya ada yang mencoba. Mengulur-ulur waktu pembayaran. Hingga para debt collector bank pun datang. Namun, para debt collector pun juga tidak bisa menunjukkan bukti sertifikat kepemilikan itu. “Nanti kalau kita bayar. Sampai lunas bank tak bisa memberikan sertifikat hak milik. Bagaimana?,” kata Asik. Hingga pada medio 2019. Lahan yang diperuntukan sebagai public area, tiba-tiba dipatok oleh beberapa orang. Letaknya di belakang perumahan tersebut. Warga pun curiga. Kenapa ada yang mengkaveling area publik itu. Siapa yang mengizinkan?. Warga pun mendatangi tukang yang melakukan pengkavelingan itu. Mereka meminta agar jangan ada pembangunan di lokasi tersebut hingga pemilik atau penjual tanah menemui warga kompleks. Akses satu-satunya pun ditutup. Sampai sekarang, pembangunan di lokasi tersebut tak dilanjutkan. Pemilik atau penjual tanahnya pun tak berani menemui warga. Sebetulnya, warga membolehkan saja lokasi tersebut dibangun, asalkan pihak pengembang bisa menyelesaikan persoalan yang belum beres. Soal sertifikat hak milik itu. 4 TAHUN TAK BAYAR KPR Awal Januari 2019, Jhoni menginformasikan kepada Disway Kaltim bahwa ada orang di Perumahan Pelangi Sawit Residence yang sudah empat tahun tidak membayar KPR. Alasannya sama. Hingga kini Ia tidak mendapat kepastian soal sertifikat kepemilikan itu. “Sudah 4 tahun tidak bayar,” kata Jhoni. Pihak bank pun tidak bisa melakukan apa-apa. Karena mereka memang tidak memegang sertifikat tersebut sebagai dasar penagihan. Jhoni pun memberikan kontak personnya ke Disway Kaltim. Setelah dihubungi, orang tersebut meminta untuk tidak dikutip pernyataannya. Namun Ia pun tak menyangkal atas apa yang ditanyakan Disway Kaltim. Kasus yang terjadi di Pelangi Pesona Residence ini masih belum seberapa. Ada lebih parah lagi. Yakni di komplek perumahan Pelangi B-Point, Pelangi Grand Residence dan Pelangi Metro Residence. Bahkan, informasi yang didapat Disway Kaltim di Pelangi Grand, beberapa warga penghuni rumah sudah pasrah. Dan siap-siap hengkang jika ternyata aset pelangi dilelang karena pailit. Sama halnya di Pelangi B-Point. Di antara mereka ada yang sudah membeli secara tunai, namun belum dapat sertifikat hak milik. Celakanya lagi, pembayaran dilakukan ke pengembang. Sementara aset dan sertifikat kawasan tersebut sudah dipegang bank. PAILIT BESAR PERTAMA    Beberapa hari lalu, Disway Kaltim mendapatkan edaran dari grup WhatsApp. Seperti ini: “Dengan keluarnya putusan pengadilan niaga surabaya untuk status pailit Perumahan pelangi, Bagi bapak/ibu yang mengambil rumah di PT. Pelangi Putra Mandiri (Semua perumahan pelangi) yg sertifikat kepemilikan blm Nama konsumen, harap dapat menghentikan proses pembayaran melalui bank apapun dikarenakan seluruh asset akan disita dan diambil alih oleh kurator. Selanjutnya dapat melengkapi berkas semua photo copy dari asli yg dilegalisir kepada Ibu Inri”. Pada edaran itu juga tertulis diminta menghubungi Inri Rawis dari YLPKK (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Kalimantan Timur) untuk informasi lebih lanjutnya. “Besok saya harus berangkat, kalau bisa ketemu hari ini,” kata Inri saat dihubungi Disway Kaltim, Kamis sore. Menurut Inri Rawis, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Kalimantan (YLPKK) sampai dengan Jumat (21/2) telah menerima 80 aduan konsumen PT Pelangi Putra Mandiri. Menyusul status pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya terhadap perusahaan pengembang perumahan tersebut. Ketua YLPKK Balikpapan ini mengaku akan mengawal aduan tersebut untuk mendampingi konsumen memperoleh haknya. "YLPKK dalam hal ini harus melindungi konsumen supaya tidak kehilangan hak atas aset yang sudah dibeli," katanya saat dijumpai di rumahnya, di pelangi Grand Sawit, keesokan harinya, Jumat (21/2). Dia menjelaskan, kasus ini bermula dari PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) PT Pelangi Putra Mandiri dan Yunan Anwar sebagai pemilik perusahaan pengembang perumahan itu. Akhirnya ditetapkan dalam keadaan pailit pada 6 Februari 2020 lalu di Pengadilan Niaga Surabaya. Permasalahannya, lanjutnya, bagi konsumen yang telah membeli aset rumah atau jenis bangunan lain, belum memperoleh sertifikat kepemilikan. "Termasuk yang membeli cash atau pembayaran langsung," imbuh Inri. Begitu juga, kata dia, konsumen yang membeli aset yang melalui skema pembiayaan bank (KPR). Karena pihak yang dinyatakan pailit tersebut belum menyelesaikan kewajibannya kepada bank pemberi KPR. Kemungkian besar bank akan menyita aset Pelangi. Dan bisa jadi, ada konsumen yang kehilangan haknya. Akibat dari kepailitan ini, seluruh kewajiban hutang piutang Yunan Anwar dan PT Pelangi Putra Mandiri beralih ke pihak kurator yang ditunjuk dan diangkat oleh Pengadilan Niaga. Kurator itulah yang menyelesaikan permasalahan tersebut. Pihak kurator juga akan menyita dan mengambil alih aktiva dan harta yang dimiliki PT Pelangi Putra Mandiri dan diri pribadi Yunan Anwar. "Jadi setelah ini, konsumen, untuk mendapatkan kepastian hukum terkait sertifikat rumah, ruko dan aset lain termasuk segala kewajiban konsumen yang belum selesai, harus diselesaikan ke pihak kurator," jelas Inri. Untuk yang KPR, kata dia, juga tidak bisa lagi meminta kewajibannya ke pihak bank. Karena bank dalam hal ini jadinya kreditur separatis yang juga harus mengajukan tagihan ke pihak kurator. Kreditur sparatis adalah kreditur yang memegang hak jaminan kebendaan. Begitupun dengan kontraktor dan pihak-pihak kreditur lainnya. Inri mengatakan, langkah YLPKK selanjutnya adalah membawa aduan konsumen yang diterimanya ke pihak kurator untuk melindungi hak konsumen. Selain itu, YLPKK juga akan tetap mengingatkan konsumen yang belum menyelesaikan kewajibannnya, untuk diselesaikan ke pihak kurator. "Ini proses panjang," kata Inri. Tahapan awalnya, jelasnya, hakim pengawas dan pihak kurator mengagendakan rapat kreditur pertama pada 20 Februari. Kemudian batas pengajuan tagihan pada 27 Februari. Dan rapat akhir pencocokan tagihan hutang pajak dan tagihan para kreditur dilakukan pada 12 Maret. Inri mengungkapkan, PT Pelangi Putra Mandiri mengembangkan beberapa kompleks perumahan di Balikpapan, di antaranya adalah Pelangi Metro Residence, Pelangi B Point, Pelangi Penggalang, Pelangi Cozy Residence, Pelangi Grand Residence, Pelangi Sawit Residence dan Pelangi Pesona Residence. Ia mengaku telah menerima aduan dari 80 konsumen perumahan-perumahan tersebut. Yang paling banyak, kata dia, adalah konsumen dari kompleks Pelangi B Point, Pelangi Metro dan Pelangi Grand Residence. "Yang mengadu itu, rata rata yang besar-besar. Artinya yang pembelian aset dengan jumlah nominal harga yang besar," ungkapnya Sebagian konsumen, membawa aduan mereka ke pengacara untuk menyelesaikan persoalan ini. "Mereka yang saya dengar ada yang menggunakan jalur pengacara. Nah saya tidak tahu mekanisme penyelesaiannya bagaimana, oleh pengacara nanti," tukasnya. Inri menyebut, hanya ingin fokus membantu konsumen yang datang mengadu ke YLPKK untuk penetapan sertifikat aset mereka. "Itulah yang harus kami perjuangkan haknya sampai mereka memperoleh sertifikat itu," ucap Inri. Dia menilai kasus PT Pelangi Putra Mandiri dan Yunan Anwar ini adalah kasus pailit besar pertama di Balikpapan. Harus menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Terutama para pengembang perumahan di Balikpapan dan birokrasi yang menerbitkan izin. Inri menceritakan, biasanya ia menyelesaikan sengketa konsumen tidak sampai ke Pengadilan. Baginya Pengadilan adalah jalur terakhir untuk penyelesaian masalah sengeketa konsumen setelah melalui jalur kekeluargaan. "Indonesia menganut asas musyawarah untuk mufakat. Kita pasti lebih pilih musyawarah dulu. Mencari jalan keluar bersama. Kalau memang ada iktikad baik dari developer atau produsen atau pengusaha kita tidak perlu sampai ke pengadilan, apalagi sampai kepailitan," pungkasnya. SUDAH DITUNJUK KURATOR Pengadilan Niaga Surabaya memutuskan PT Pelangi Putra Mandiri, pengembang perumahan di Balikpapan, dan pemiliknya Yunan Anwar berada dalam pailit. Hal itu berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 67/Pdt. Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby pada 6 Februari 2020 lalu. Dalam amar putusanya, yang diumumkan pihak Kurator yang ditunjuk, menerangkan bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan termohon PKPU PT Pelangi Putra Mandiri dan Yunan Anwar berada dalam pailit dengan segala akibat hukumnya. Selanjutnya Pengadilan menunjuk Dwi Winarko, Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim Pengawas. Kemudian menunjuk dan mengangkat Heribertus Hera Soekardjo, Indra Nurcahya dan Isak Rifai Saokori sebagai Kurator dan Pengurus. Hakim Pengawas menetapkan agenda rapat kreditur pertama pada 20 Februari 2020 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Jalan Arjuno 16-18 Surabaya. Sementara itu, batas akhir pengajuan tagihan kepada pihak kurator pada 27 Februari 2020. Dan rapat pencocokan piutang (verifikasi) tagihan pajak dan para kreditur ditetapkan pada 12 Maret 2020 di tempat yang sama. (*) Pewarta: Darul Asmawan Editor : Devi Alamsyah    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: