Intip Persiapan Kelenteng Thien Le Kong Samarinda Menyambut Perayaan Imlek
Kelenteng Thien Le Kong Samarinda sedang mempersiapkan perayaan Imlek tahun ini.-mayang/disway-
"Kelenteng ini aktif selesai dibangun dan dipergunakan masyarakat pada tahun 1905, Waktu itu etnis tionghoa banyak bermukim di sekitar sisi sungai mahakam," kata Hanson.
Kelenteng ini tidak hanya menjadi tempat ibadah bagi warga Tionghoa yang beragama Konghucu di Kota Samarinda. Tetapi juga menjadi wadah toleransi antara warga Tionghoa Samarinda dengan warga pribumi di sekitarnya.
"Kelenteng ini menjadi tempat bersejarah dan berdoa bagi warga Tionghoa Samarinda, khususnya generasi tua yang masih setia mengunjunginya. Juga menjadi salah satu destinasi wisata yang ditetapkan Dinas pariwisata," ucap Pria yang telah 10 tahun mengurus Kelenteng itu.
Kelenteng ini memiliki tuan rumah Dewi Tian Shang Sheng Mu (Siang Seng Bo), yang juga dikenal dengan nama Ma Zu atau Mak Co. Beliau adalah Dewi Laut, yang membantu dan melindungi para pelaut, serta keturunan Tionghoa di wilayah Selatan dan imigran di Asia Tenggara.
"Jadi setiap kelenteng punya tuan rumah yang berbeda. Untuk kelenteng ini tuan rumahnya adalah Dewi Tian Shang Sheng Mu," beber Hanson.
Dewi Tian memiliki sifat sederhana dan suka berbuat kebaikan. Kultus Dewi Tian berkembang di wilayah pesisir pantai, di mana penduduknya bergantung pada aktivitas kelautan. Kelenteng ini juga menjadi tempat persembahan bagi Dewa (Kongco) Hian Thian Siang Te dan Dewa Kwan Sing Tee Kun serta para suci lainnya.
"Kalau untuk Kelenteng Tien le kong ini ada 11 dewa-dewi," ucap Hanson.
Masyarakat Tionghoa percaya akan bantuan Tuhannya jika mereka berdoa dengan tulus sembari membakar kertas doa.
"Kertas doa dan dupa yang dibakar menjadi simbol doa yang dipercaya akan segera sampai ke langit jika diniatkan dengan tulus," ujarnya.
Ada sebanyak 500 lilin harapan atau lilin dupa yang dipersiapkan. Lilin ini dinyalakan sebagai simbol penerang kehidupan. Diketahui, Satu batang lilin berukuran jumbo dapat bertahan hingga 6 bulan sejak dinyalakan.
"Jika yang kecil-kecil hanya bertahan 1 bulan. Dan kita distribusikan juga bagi pengunjung yang ingin membeli" ucap Hanson.
Ada dua ekor naga yang menjaga bola api di atas atap bangunan yang didominasi warna merah. Kelenteng pun terdapat delapan tiang menyangga bagian teras, dua di antaranya berhias ukiran awan dan naga.
Bangunan kelenteng berarsitektur khas Tionghoa ini ada bagian yang terbuka di bagian tengah. Ruangan ini berfungsi sebagai ventilasi ketika upacara-upacara ibadah berlangsung karena asap dari hio yang dinyalakan akan mengepul tanpa henti. Di sisi kanan dan kiri, ada tempat-tempat untuk berdoa juga.
Sedangkan meja altar besar, tempat meletakkan sesaji di depan patung Dewi Kwan Im berada di bagian utama yang luas dengan langit-langit tinggi.
Pada meja di teras kelenteng, diletakkan sebuah tandu kayu berukir yang dicat warna-warni. Sebuah ornamen bunga lotus yang masih kuncup menghias di puncak atapnya. Pada waktu-waktu tertentu, patung Dewi Kwan Im akan diarak keliling menggunakan tandu ini.
Semua tiang penyangga di bagian dalam kelenteng dicat hitam dengan tulisan Cina berwarna emas. Ada lukisan dan relief ukiran hampir di setiap dinding dan pintu. Dinding, tiang-tiang, dan bumbungan atap bangunan kelenteng ini masih menggunakan kayu, teknik penyambungannya adalah dengan menggunakan pasak kayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: