Pemburu yang Terancam Perburuan
Elang laut perut putih merupakan burung pemangsa juga mendiami pulau konservasi, baik itu Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Sangalaki maupun Suaka Margasatwa (SM) Pulau Semama. Habitatnya di pulau tersebut masih terjaga. HENDRA IRAWAN, Tanjung Redeb BURUNG Elang Laut Perut Putih merupakan salah satu burung cukup populer. Sebagai salah satu predator ulung di udara jenis elang ini menjadi predator bagi burung kecil lainnya. Elang Laut Perut Putih, juga merupakan burung pemangsa yang berasal dari keluarga Accipitridae. Elang Laut Perut Putih yang usianya dewasa memiliki ciri khas yaitu serba putih mulai dari bagian kepala yang berwarna putih, dada, sayap bawah, serta pada bagian ekor lebih pendek dari sayap pada saat dilipat. Sedangkan untuk bagian atas memiliki warna abu-abu, serta bulu terbang yang di bawah sayap hitam kontras dengan warna putih. Pada umumnya Elang Laut Perut Putih yang berjenis kelamin betina sedikit lebih besar jika dibandingkan yang jantan, sama seperti burung pemangsa lainnya. Besarnya bisa mencapai sampai dengan 90 cm dengan rentang sayap yang bisa mencapai 2 meter dan berat mencapai 4,5 kg untuk ukuran betina. Kemudian untuk yang berjenis kelamin jantan kurang lebih sekitar 70–85 cm. Lalu untuk bagian rentang sayap 178 sampai dengan 218 cm dengan berat tubuh 1,8 sampai dengan 2,9 kg. Lalu untuk karakteristik Elang Laut Perut Putih, yang remaja atau yang lebih dikenal dengan juvenil mempunyai bulu yang warnanya coklat. Sebab, dengan cara yang bertahap warna dari Elang Laut Perut Putih ini akan diganti dengan putih sampai dengan usia lima atau usia enam tahun. “Jenis burung ini kerap terbang berputar-putar di sekitar wilayah perairan Sangalaki dan Semama mencari mangsa, baik itu ikan maupun burung kecil,” ungkap Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim), Dheny Mardiono, Selasa (14/1). Elang Laut Perut Putih ini bisa ditemukan pada berbagai negara. Di Indonesia burung ini dapat dijumpai di berbagai pulau seperti Kalimantan, Jawa, Sumatera, hingga Sulawesi. Burung ini sering terlihat berputar-putar sendirian atau berkelompok di atas perairan. Bahkan juga kerap terlihat mengunjungi, area sungai, rawa-rawa dan juga mengunjungi danau yang ada hingga ketinggian 3.000 M. Perkembangbiakan Elang Laut Perut Putih dijelaskan Dheny, pada saat musim kawin jenis burung ini bisa dikatakan cukup bervariasi di setiap pulau tidak sama. Seperti di Kalimantan dan juga Asia tenggara musim kawin dimulai pada Januari sampai dengan Juli. Sedangkan untuk di Jawa dan juga di Sulawesi musim kawinnya diperkirakan sebagian besar pada Mei, hingga pada Oktober. Sarang dari burung ini cukup besar, yaitu dengan lebar 1,2 sampai dengan 1,5 meter dan jika digunakan dengan menerus ukurannya bisa mencapai 3 meter. Lalu untuk kedalamannya yaitu 0,5 sampai dengan 1,8 meter. Tidak jauh berbeda dengan sarang jenis elang lainnya. Untuk jumlah telurnya paling banyak yaitu dengan jumlah 2 butir. Sedangkan, untuk masa pengeraman 40 sampai dengan 50 hari. Anakan dari burung Elang ini akan diasuh oleh induknya, yaitu dengan variasi makanan seperti ular laut, kura-kura serta penyu kecil. “Elang ini juga menjadi predator penyu, atau tukik di Sangalaki saat menetas,” bebernya Elang ini juga akan makan berupa burung-burung air seperti penggunting laut, petrell, camar, cikalang, pecuk serta burung cangak. Ketika berburu, caranya memang hampir mirip dengan burung Elang Bondol Haliastur indus. Di mana burung ini juga terdapat di pulau koservasi itu. Yakni sering terbang berputar sembari mengawasi permukaan air. Selanjutnya, akan meluncur ke mangsanya saat mangsanya sudah terlihat. “Mangsa dari jenis burung ini akan ditangkap dan dicengkeram, biasanya kalau sudah dicengkram dengan kukunya yang tajam tidak akan lepas dan makanan itu akan dibawa ke sarangnya atau ke pohon tinggi untuk dimakan,” jelasnya Untuk menjaga habitatnya dialam bebas elang ini dilindungi Peraturan Pemerintan Nomor 7 Tahun 1999. Dimana perburuannya akan dikenakan sangsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dengan ancaman 5 tahun dan denda 100 juta rupiah. Itu dilakukan lantaran keberadaannya di alam liar sudah semakin berkurang, selain disebabkan faktor alam dan perburuan liar, juga dikarenakan lamanya burung tersebut berkembang biak. Untuk itu ia berharap masyarakat dapat turut serta dalam menjaga kelestarian satwa langka dan dilindungi ini, agar keberadaannya di Kabupaten Berau dapat terus lestari. “BKSDA Kaltim juga terus melakukan pengawasan selain memberikan edukasi kepada masyarakat tentang betapa pentingnya menjaga, dan melestarikan satwa langka dan dilindungi yang di hidup di Berau,” pungkasnya. (*/APP)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: