Kementerian PPPA Turun Tangan dalam Kasus Bullying di Sekolah Elit Binus Serpong
Papan nama sekolah internasional Binus School Serpong, Tangerang, Banten.-(Istimewa/ net)-
BACA JUGA: Kendalikan Harga, Bulog Jual Murah Beras SPHP Langsung ke Konsumen
Jalani Pemeriksaan Psikologi
Pada Selasa (20/2/2024) sore, korban telah menjalani pemeriksaan psikologis di kantor UPTD PPA Tangerang Selatan dengan pendampingan orangtuanya.
"Mengingat usia anak korban yang tengah berada di usia remaja, maka dibutuhkan pendampingan psikologis secara intensif agar proses pemulihan dari dampak traumatis yang dirasakan oleh anak korban pun berjalan sesuai dengan yang diharapkan,” tutur Rini.
Rini menekankan, kasus tersebut tidak hanya menyita perhatian masyarakat semata, namun juga menjadi perhatian serius Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.
Menteri PPPA meminta agar proses penyelesaian kasus tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku. Serta memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, mengingat korban maupun beberapa terduga terlapor masih berusia anak.
BACA JUGA: Sudah Mengajukan Selama 7 Tahun, Warga Kampung Tubaan Belum Merasakan Layanan Air Bersih
Atas tindakan perundungan yang merupakan tindak pidana kekerasan terhadap anak, Rini mengungkapkan bahwa para terduga terlapor dapat dikenai Pasal 80 Jo 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan jika korban terbukti mengalami luka berat maka dapat dipenjara paling lama 5 (lima) tahun.
Namun, mengingat bahwa beberapa orang terduga terlapor merupakan usia anak, maka perlu mempedomani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak guna memastikan perlindungan terhadap para terduga terlapor.
Lebih lanjut, Rini mengatakan, tindakan perundungan merupakan salah satu bentuk tindakan agresif atau kekerasan yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan sehingga merugikan orang lain.
Ketidakseimbangan kekuatan itu dapat diartikan sebagai orang yang menggunakan kekuatan mereka seperti kekuatan fisik, akses informasi yang cenderung memalukan, atau popularitas untuk mengendalikan atau membahayakan orang lain.
“Usia para korban dan para terduga terlapor ini adalah usia remaja dimana mereka sedang mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja, mereka cenderung mengalami emosi yang fluktuatif dan menggebu-gebu sehingga terkadang menyulitkan bagi mereka ataupun orang tua dan sekitar," terangnya.
Menurutnya, fluktuasi emosi yang dirasakan oleh remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti pengaruh hormonal, tekanan sosial, dan perkembangan identitas.
"Tindakan yang dilakukan oleh para terduga terlapor pun sangat mungkin dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk nilai-nilai pribadi, norma sosial, tekanan dari teman sebaya atau lingkungan, hingga pemrosesan informasi yang salah. Hal tersebut menimbulkan perilaku pengabaian sosial sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang,” imbuhnya menjelaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: disway.id