Jalan Tol Balsam Layak Dinamai Awang Faroek
JALAN Tol Balikpapan-Samarinda merupakan jalan tol yang menghubungkan Balikpapan dengan Samarinda dan Provinsi Kalimantan Timur. Pada 12 Januari 2011, proyek pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda sepanjang 99,35 km dimulai.
Proyek tersebut diresmikan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak pada saat itu. Peresmian ditandai pemancangan batu pertama di Kawasan Manggar, Balikpapan.
Proyek Jalan Tol ini akan dibagi dalam beberapa tahap. Tahap I dilaksanakan dengan dana APBD Provinsi Kalimantan Timur dengan sistem Tahun Jamak (Multy Years Contract) tahun anggaran 2011-2013.
Jalan Tol Balikpapan-Samarinda memiliki total panjang 99,35 km. Jalan tol ini terdiri atas 5 sesi, yaitu Sesi I ruas Balikpapan (Km 13)-Samboja (22,025 km). Lalu, Sesi II ruas Samboja-Muara Jawa (30,975 km), Sesi III ruas Muara Jawa-Palaran (17,300 km), Sesi IV Palaran-Samarinda (17,550 km), dan Sesi V Balikpapan (Km 13)-Sepinggan (11,500 km).
Pembangunan Sesi I dan V dengan total panjang 33,115 Km melalui pendanaan oleh Pemerintah. Namun untuk pelaksanaan pembangunannya diserahkan kepada PT JBS.
Sementara Pembangunan Seksi II, III, dan IV sepanjang 66,235 km dibiayai sekaligus dilaksanakan oleh PT JBS.
Saat ini, Seksi II, III dan IVa sedang dalam proses pra uji laik fungsi. Sementara Seksi I sampai IV juga ditargetkan akan beroperasi fungsional pada Desember 2019.
Jalan Tol Balikpapan-Samarinda merupakan jalan tol pertama di Pulau Kalimantan yang akan menjadi cikal bakal pembangunan infrastruktur lainnya guna mengembangkan suatu kawasan ekonomi terpadu.
Nantinya, jalan tol ini juga akan terhubung langsung dengan Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan. 11 km dari Balikpapan. Diharapkan, rampungnya pengerjaan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda dapat menjadi sarana dasar pengembangan ibu kota negara baru, serta turut mendukung percepatan distribusi barang dan jasa antara dua kota tersebut.
Tol ini memangkas waktu perjalanan yang sebelumnya mencapai 3-4 jam menjadi hanya 1 jam.
Dengan berakhirnya pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda, tentunya harus benar-benar menjadi kebanggaan masyarakat. Walaupun jalanan yang pada saat pertama kali dibangun mendapatkan penentangan dari elit-elit politik daerah, tetapi berkat kegigihan dan keuletan gubernur pada masa itu, yaitu Awang Faroek Ishak proyek pengerjaan jalan ini tetap terus dijalankan.
Dan akhirnya jalan ini menjadi salah satu indikator dipilihnya Kalimantan Timur oleh Presiden Republik Indonesia sebagai Ibu Kota Negara (IKN) di masa yang akan datang.
Tentu tidaklah naif apabila sebagian masyarakat Kalimantan Timur berpikir bahwa penamaan Jalan Tol tersebut untuk dilekatkan dengan nama gubernur pada masa itu, yaitu Awang Faroek Ishak.
Dan karena hal tersebut, Paper ini dibuat untuk mengetahui secara detail baik dari peraturan perundang-undangan maupun peraturan lainnya, untuk menyusun gerakan pemberian nama Jalan Tol Samarinda –Balikpapan.
LANDASAN HUKUM
UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan; Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan PP No 15 Tahun 2005.
Di dalam UU No 38 tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya mewajibkan membayar tol.
Sementara di Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2017, disebutkan wewenang jalan tol berada pada pemerintah. Meliputi penyelnggaraan, pemeliharaan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jalan Tol (BPJT).
HUKUM PEMBERIAN NAMA
Mengenai peraturan penamaan jalan, masih menggunakan peraturan daerah masing-masing. Sebagaimana pernah diulas dalam artikel yang berjudul Aturan Penamaan Jalan di Indonesia Tak Seragam.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan, pola penamaan jalan di seluruh Indonesia saat ini belum jelas sehingga kerap dilakukan dengan cara berbeda-beda.
Lebih lanjut, Jimly mengatakan bahwa di seluruh Indonesia, tak ada pola aturan dalam penamaan jalan. Di beberapa daerah hal tersebut bergantung pada wali kota. Di tempat lain ditentukan oleh gubernur. Dan ada juga yang harus memperoleh izin dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terlebih dahulu.
Mengenai hal ini dapat kita lihat dari adanya beberapa peraturan di daerah yang mengatur mengenai penamaan jalan, antara lain:
1. Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat No. 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Nama Jalan dan Fasilitas Umum Tertentu;
2. Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang No. 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Penamaan Jalan dan Penomoran Bangunan;
3. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin No. 2 Tahun 2010 tentang Nama Jalan dan Sarana Umum;
4. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur No. 1 Tahun 2010 tentang Penamaan Jalan dan Penomoran Bangunan;
5. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Barat No. 15 Tahun 2012 tentang Nama-Nama Jalan Dalam Wilayah Kabupaten Kutai Barat.
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penamaan jalan semuanya tergantung dari kebijakan daerah masing-masing. Contoh Penamaan Jalan tol di Indonesia dan di Luar Negeri.
Di Indonesia sampai dengan saat ini ada 2 ruas jalan tol yang diberi nama tokoh, yaitu Prof. Dr. Sedyatmo / Pluit – Bandara dengan Panjang 12 Km. Kemudian Ir Wiyoto Wiyono/Cawang - Tanjung Priok dengan panjang 15 KM.
Sementara di luar negeri, sebagai contoh kita bisa mengambil Route Six Highway yang di beri nama Jalan Franklin delano Roosevelt sepanjang 5.158 Km.
Memang sampai dengan sekarang pemberian nama jalan tol dengan tokoh masihlah sangat minim di Indonesia.
Tetapi tidaklah menutup kemungkinan bahwa dengan pemberian nama ini, akan merangsang generasi mendatang untuk menggelorakan pembangunan selanjutnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: