Keluarga Dirudal, Jurnalis Al Jazeera: Terjadi Serangan Kejam

Keluarga Dirudal, Jurnalis Al Jazeera: Terjadi Serangan Kejam

Jurnalis senior Al Jazeera, Wael dan Hamdan al Dahdoeh.--Ist

NOMORSATUKALTIM – Wael al Dahdoeh, jurnalis senior Al Jazeera yang berugas di Gaza Palestina, harus kehilangan keluarganya setelah rumahnya dirudal serangan udara Zionis Israel. Ia harus kehilangan istri dan tiga anaknya, yang di antaranya berusia tujuh tahun. Wael juga harus kehilangan cucunya dan tujuh anggota keluarganya yang lain.

Serangan udara penjajah Israel menghantam kediaman keluarga Wael di kamp Nuseirat, Gaza. Dari video yang beredar, Wael juga tampak tegar memimpin shalat jenazah keluarganya. Sehari setelah kematian keluarganya, Wael tetap melakukan reportase dari salah satu bangunan gedung di Gaza.

Serangan Israel yang menewaskan keluarga Wael terjadi saat ia bertugas bersama tim Al Jazeera lainnya. Dengan mengenakan rompi pers, Wael mendatangi Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir Al-Balah, selatan Gaza, untuk melihat jenazah keluarganya.

Rekaman video yang juga disirakan Al Jazeera menunjukkan Wael terguncang menatap jenazah anaknya yang terbaring di lantai rumah sakit.

"Israel membalas dendam kepada kita dengan mengincar anak-anak kita," kata Wael. Al Jazeera mengutuk serangan Israel yang turut menyasar penduduk tak bersalah di Jalur Gaza, termasuk para wartawan.

Melalui akun cameraman Al Jazeera Hamdan el Dahdouh, rekan satu tim Wael, tampak Wael tetap semangat melaporkan situasi Gaza terkini. “We remain and continue to provide coverage despite all the dangers and difficulties we face. Please pray for us,” tulis Hamdan, dinukil Sabtu (10/28/2023).

Dini hari tadi, Hamdan dan Wael juga melakukan siaran langsung lewat insta storynya. Saat ini kondisi di Gaza kian memprihatinkan. Saluran listrik dan internet diputus total. Mereka berharap provider di Mesir dan negara tetangga Palestina lainnya tetap memberi akses internet agar dapat menyiarkan situasi terkini.

Wael, melalui akun instagramnya hari ini, juga mengunggah video situasi di Gaza. Dalam video itu, tampak suasanya begitu gelap, tak lama terlihat api besar berkobar dan terdengar ledakan demi ledakan yang begitu keras di tengah kota Gaza. Ledakan itu membuat langit di sekitarnya memerah.

Ia menulis caption berbahasa Arab, dengan tagar Gazaunderattack.

“Israel memutuskan komunikasi dan internet dari Jalur Gaza dan serangan yang sangat kejam di Gaza utara,” tulis Wael. Meski begitu beberapa telepon satelit tetap berfungsi.

Dalam reportasenya, ia juga melaporkan situasi di Gaza yang kian menakutkan. "Kami tidak baik-baik saja, potongan tubuh dimana-mana. Rudal menargetkan semua orang, dan pemboman tidak berhenti sedikit pun,” ujarnya.

Jurnalis Palestina, Eid Yara, melalui akun pribadinya juga melaporkan hal sama. Koneksi internet di Gaza diputus total. Para wartawan memanfaatkan jaringan satelit untuk mengabarkan situasi terkini.

“We lost connection with 2.3 milliion people,” tulis Yara.

RS Indonesia di Gaza Gelap Gulita

Melalui pernyataan yang dirilis di Jerusalem Post, pihak Hamas mengatakan pemadaman listrik di Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza Utara yang disebabkan krisis bahan bakar sebagai kejahatan kemanusiaan. Hamas mendesak negara-negara Arab dan Muslim serta PBB agar mengambil sejumlah langkah yang diperlukan untuk mengatasi krisis tersebut.

Hamas menganggap pemadaman listrik akibat agresi Israel terhadap Kota Gaza sejak 7 Oktober sebagai aib bagi negara-negara yang menutup mata atau yang bergabung dengan pendudukan dalam agresi dan genosida yang dilakukan terhadap orang-orang Gaza dan warga sipil tak bersenjata.

Menurut Hamas, hal itu akan menjadi hukuman mati bagi semua korban luka dan pasien di rumah sakit-rumah sakit. Rumah Sakit Indonesia yang terletak di Bait Lahia, Gaza Utara, mengalami mati listrik karena pasokan bahan bakar untuk menyalakan generator telah habis. Pasokan listrik di Rumah Sakit Indonesia bergantung pada generator setelah Israel memutus aliran listrik di seluruh Gaza.

Melalui tayangan video yang diunggah di media sosial, Rumah Sakit Indonesia di Gaza tampak gelap gulita. Sejumlah tenaga medis dan staf rumah sakit tampak kebingungan. Mereka menggunakan senter seadanya untuk menelusuri lorong rumah sakit. Sejauh ini belum diketahui bagaimana kondisi pasien di Rumah Sakit Indonesia di Gaza setelah tidak lagi dialiri listrik.

Kementerian Kesehatan Palestina merilis jumlah korban yang meninggal dunia melonjak lebih dari 7.300 orang, 60 persen diantaranya anak di bawah umur dan perempuan.

Dalam sidang Majelis Umum PBB yang digelar kemarin sore waktu New York atau dini hari ini waktu Indoensia, suara mayoritas akhirnya meloloskan resolusi yang menyerukan gencatan senjata. Gencatan ini untuk memberi ruang kebutuhan pengiriman bantuan kemanusiaan di Gaza.

Sebanyak 120 suara perwakilan negara mendukung, 14 menolak, dan 45 abstain.

Negara yang menolak yaitu Amerika Serikat, Israel, Austria, Ceko, Guatemala, Papua New Guinea, Fiji, Hungaria, Kroasia, Paraguay dan empat negara kecil di wilayah Pasifik. Seperti Tonga, Nauru, Kep Marshall dan Mikronesia.

Sedangkan 45 negara lainnya abstain, termasuk Kanada dan Jerman yang sejak awal memang mendukung Israel dalam perang. Lalu Inggris, Belanda, Estonia, Slovakia, Lithuania, Romania. Kemudian Australia, Polandia, Siprus, Denmark, Swedia, Finlandia, Serbia, Yunani, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Monako, Italia, Ukraina, Haiti dan negara Pasifik semisal Kiribati, Palau, Tuvalu, dan Vanuatu.

Sedangkan mayoritas 120 negara menerima resolusi yang diprakarsai Yordania. Meski sebelum resolusi ini diusulkan, resolusi serupa dari Amerika menuntut kesalahan pada Hamas. Namun resolusi AS akhirnya gagal karena dua per tiga suara atau mayoritas negara-negara menolak resolusi negeri Paman Sam, itu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: