Sejarah Hari Kesehatan Mental Setiap 10 Oktober dan Kondisinya Kini di Kaltim

Sejarah Hari Kesehatan Mental Setiap 10 Oktober dan Kondisinya Kini di Kaltim

ilustrasi mental health. --

Nomorsatukaltim – Setiap tanggal 10 Oktober ditetapkan sebagai hari kesehatan mental se-dunia oleh World Health Organization (WHO). Bagaimana sejarah dan kondisinya kini di Kaltim?

Perayan hari kesehatan mental sedunia dimulai pada 1992 silam. Richard Hunter, Wakil Sekretaris Jenderal WFMH adalah pemrakarsanya kala itu. WFMH sendiri merupakan singkatan dari World Federation Mental Health.

Awalnya perayaannya tidak memiliki tema. Maksud yang ingin disampaikan adalah mendidik masyarakat agar lebih pedul dengan permasalahan kesehatan mental tersebut.

Tema besar baru mulai diangkat 1994 yakni, “Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Mental di Seluruh Dunia”. Selama tiga tahun pertama, WFMH gencar melakukan siaran visual yang menunjukkan pentingnya kesehatan mental.

Respons positif diberikan oleh berbagai negara, sampai akhirnya WHO ikut mendukung gerakan ini. Akhirnya berbagai kementerian kesehatan di seluruh dunia juga turut serta memperhatikan masalah ini. Lebih dari itu, WHO juga turut memberikan sumbangsih demi pengembangan komunikasi dan teknis.

Untuk tahun ini, WHO memberikan tema, “Pikiran Kami, Hak Kami”. Dilansir dari situs resmi WHO, satu dari delapan orang di seluruh dunia hidup dengan kondisi kesehatan mental tidak baik.

Kondisi ini tentu berdampak pada kesehatan fisik, kesejahteraan, hingga cara mereka berhubungan dengan orang lain. Termasuk pula berpengaruh pada penghidupan mereka. Kondisi kesehatan mental dewasa ini juga banyak terjadi pada remaja dan generasi muda.  

Adapun untuk kondisi di Kaltim, kesehatan mental juga berkaitan dengan tingakt depresi penduduknya.   

Berdasar data RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda tahun 2022, pasien yang jalani rawat inap sejak Januari hingga Juni 2022 berjumlah 1.047 orang. Sementara yang rawat jalan di periode yang sama totalnya 10.570 orang.

Skizofrenia adalah penyakit paling banyak ditangani. Untuk rawat jalan penyakit tertinggi yang ditangani adalah skizofernia tak terinci (2.037 orang), skizofrenia paranoid (1.508 orang), skizofrenia hebefrenik (259 orang), autisme masa kanak (256 orang) hingga gangguan mental akibat disfungsi otak dan penyakit fisik (212 orang).

Sementara untuk rawat inap meliputi skizofrenia tak terinci (425 orang), skizofrenia paranoid (367 orang), gangguan mental karena kerusakan otak dan penyakit fisik (44), COVID-19 (43 orang), gangguan psikotik polimorfik akut (27 orang) dan skizofrenia hebefrenik (25 orang).

Skizofrenia dan depresi adalah gejala yang paling banyak ditemukan. Kaltim sebenarnya paling rawan terserang depresi. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan yang dilakukan selama lima tahunan (2013-2018), prevalensi depresi penduduk Kaltim di atas 15 tahun adalah 6,2, tertinggi dari standar negara yakni 6,1.

Nilai ini tertinggi di Kalimantan. Artinya setiap per 1.000 rumah tangga, ada tujuh rumah tangga dengan ODGJ. Sementara prevalensi untuk pengidap skizofernia nilainya 5,1. Masih jauh di bawah standar nasional yakni 6,7.

Kalimantan Barat justru provinsi dengan pengidap skizofernia tertinggi di Kalimantan dengan prevalensi 7,9. Satu poin di atas standar nasional.

(Untuk kamu yang merasa membutuhkan layanan kesehatan mental, jangan ragu untuk menghubungi lembaga professional. Berikut link layanan kesehatan mental yang bisa kamu hubungi).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: