Burung dan Penyu Mati Misterius di Pulau Blambangan

Burung dan Penyu Mati Misterius di Pulau Blambangan

Sejumlah burung dan penyu yang mati tak diketahui penyebabnya di Pulau Blambangan.(PROFAUNA FOR DISWAY) TANJUNG REDEB, DISWAY - Sejumlah burung berukuran besar pemangsa ikan dan penyu sisik ditemukan mati misterius di sekitar Pulau Blambangan, Berau. Kuat dugaan, kematian hewan-hewan tersebut, akibat dampak dari penggunaan alat tangkap ikan yang menggunakan potassium. Hal itu disampaikan Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid, saat dihubungi Disway Berau, Kamis (21/11) kemarin. Lanjut Nursahid, penemuan bangkai burung terjadi pada Oktober lalu. Di mana, saat itu ranger Yayasan Penyu Indonesia (YPI) yang menjaga Pulau Blambangan, setidaknya menemukan 6 ekor burung besar pemakan ikan yang mati. Tidak hanya itu, seekor penyu sisik juga mati. "Diduga kuat akibat ikan yang dimakan sudah terpapar residu potassium, yang kemudian menjadi racun," ungkapnya. Meskipun belum ada penelitian lebih lanjut, namun pihaknya menduga kuat hal itu disebabkan oleh racun dari potassium. Apalagi menurutnya, penangkapan ikan secara ilegal menggunakan potassium juga sempat terpantau pada Oktober lalu. "Dari informan kami, oknum nelayan itu diduga berasal dari Pulau Balikukup, Kecamatan Batu Putih, dan Kecamatan Maratua," jelasnya. Menurutnya, informasi dari seseorang yang diberikan ke pihaknya, pelaku melakukan penyelaman pada malam hari dengan menggunakan alat bantu pernapasan berupa kompresor yang sudah dimodifikasi. Penyelam kemudian menyemprotkan bahan potasium dan obat bius ke terumbu karang. Beberapa ikan yang terkena obat ini akan pingsan sehingga mudah ditangkap dengan jaring. “Penyelaman itu sengaja dilakukan pada malam hari untuk menghindari pantauan petugas,” jelasnya. Selain merusak terumbu karang dan membunuh ikan dalam jumlah yang besar, kegiatan menangkap ikan dengan potassium itu juga diduga berdampak buruk kepada spesies lain yaitu burung dan penyu. "Sebenarnya ini sudah marak sejak Agustus lalu, dan kembali terulang di Oktober. Jika penggunaan potassium ini tidak diungkap, maka ini akan terus terjadi," bebernya. Ketika ditanya, lokasi perairan mana saja yang kerap dijadikan tempat oknum nelayan melakukan penangkapan illegal, diungkapkannya, oknum nelayan nakal paling kerap melakukan di sekitar perairan Pulau Blambangan, karena minim pengawasan. "Karena kalau di dekat Maratua sering ada patroli petugas. Tapi tidak menutup kemungkinan juga di perairan lainnya," ujarnya. Pihaknya pun mendesak pemerintah daerah dan Kementerian Kelautan dan Perikanan agar menindak tegas penangkapan ikan dengan menggunakan potassium maupun bom ikan. "Harapannya ada tindaklanjut dari pemkab. Jangan sampai ada pembiaran," katanya. Pelarangan alat tangkap terlarang tersebut dikatakannya, juga sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan bisa diancam pidana penjara paling lama 5 tahun. Serta denda paling banyak Rp 2 miliar. "Dalam jangka panjang juga akan merugikan nelayan itu sendiri,” pungkasnya. (*ZZA/app)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: