Siapa Penantang Rahmad Mas’ud?

Siapa Penantang Rahmad Mas’ud?

Baliho wajah-wajah bacaleg sudah mulai terpampang di jalan-jalan Balikpapan. Sesuai jadwal tahapan, pendaftaran bacaleg 1-14 Mei 2023. Oktober penetapan DCT. Pemilu dihelat pada 14 Februari 2024. Sedangkan Pilkada Serentak, digelar 27 November 2024.

Selain wajah bacaleg, sampai saat ini belum tampak baliho yang muncul terkait sosok bakal calon Wali Kota Balikpapan. Belum muncul sang penantang incumbment RM alias Rahmad Mas'ud. Mengukur waktu tahapan dengan pencoblosan, memang masih lama. Seakan prematur kalau bakal calon wali kota muncul sekarang. Cost politik juga besar. Apalagi kalau berkaca pada histori dan kultur politik di Balikpapan. Para kandidat calon kepala daerah di kota ini, sering kali diputuskan saat injury time. Bahkan di detik-detik pendaftaran bisa berubah. Meski begitu, sinyal-sinyal siapa yang akan maju, biasanya sudah tampak sejak setahunan sebelum Pilkada. Dari ukuran waktu, sekarang ini selaiknya sudah mulai terbaca, minimal sinyalnya. Seperti pada Pilkada 2020. Sosok AHB, misalnya. Setahun sebelum Pilkada, balihonya sudah terpampang dimana-mana. Saat itu dengan lantang, ia juga mendeklrasikan diri sebagai kandidat. Begitupun Yaser Arafat. Yang muncul sekitar 8 bulanan sebelum Pilkada 2020. Meski akhirnya, di hari H, untuk kali pertamanya Balikpapan menggelar Pilkada melawan kotak kosong. Tapi saat ini, sama sekali belum tampak siapa saja sosok calon penantang RM. Sinyalnya juga masih redup. AHB, dari informasi yang beredar, justru akan maju sebagai bacaleg Parlemen kota. Dari matematika politik, ini bisa dianggap langkah taktis dan realistis untuk mengukur popularitas dan elektabilitasnya. Begitupun Yaser. Yang disebut-sebut akan ke Senayan. Bertarung dengan Wagub Kaltim Hadi Mulyadi, mantan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, incumbment Hetifah, Puang Safaruddin, Rudi Mas'ud, dan kandidat raksasa lainnya. Saat ini para Punggawa Politik Balikpapan dan Kaltim, lebih tertarik melirik kursi Parlemen, dibanding eksekutif. Pileg memang menjadi sarana cek ombak efektif sebelum Pilkada. Meskipun di Balikpapan, selain ada AHB dan Yaser, masih banyak punggawa lainnya. Sebut saja, Abdulloh, Syukri Wahid, Heru Bambang, Andi Arif Agung, Edy Tarmo, Sayyid Fadhli, dan lainnya. Tapi lima dari enam tokoh itu lebih memilih kursi Parlemen juga. Meski bukan Senayan, tapi menyasar Karang Paci dan Jenderal Sudirman Balikpapan. Contohnya, Abdulloh, Syukri Wahid, Edy Tarmo yang akan maju ke Karang Paci. Sedangkan A3 alias Andi Arif Agung, akan bertahan membidik kursi Parlemen kota. Pun dengan Heru Bambang, yang mengincar kursi sama, perahu sama, lewat dapil berbeda. Adapun Sayid Fadhli, sempat dicalonkan PKS untuk bakal calon wawali. Meski belakangan, tidak masuk dalam filter dua nama yang diajukan Rahmad Mas'ud ke Parlemen Jenderal Sudirman, Balikpapan. Namanya tergeser oleh Risti Utami, istri mendiang Thohari. Praktis, sampai saat ini belum muncul sosok bakal kandidat Pilkada Balikpapan 2024. Ada satu nama yang sempat mengemuka, Denni Mappa atau Deppa. Ketua Demokrat Balikpapan ini sempat mencuat ingin maju. Hal itu, juga pernah tersua dari bibirnya dalam obrolan beberapa kali dengannya. Tapi, belakangan redup kembali. Entah sebabnya. Informasi yang beredar, pihaknya masih membaca peta. Sambil memfilter tujuh nama bakal calon pendampingnya. Pengusaha muda yang baru terjun ke politik itu, disebut-sebut akan menyaingi Rahmad Mas'ud. Setidaknya dari kekuatan kapital. Tapi dari popularitas, jam terbang, apalagi elektabilitas, belum teruji sama sekali. Tapi suara partainya bisa saja terkatrol dari tumpahan suara capres Anies. Meski begitu, faktanya sampai saat ini kekuatan mutlak masih ada di tangan Rahmad Mas'ud. Belum ada lawan yang seimbang. Apalagi bisa menumbangkan. Opini mengemuka: RM akan menjadi wali kota kembali di 2024. Siapapun wakilnya. Tapi ada pendapat lain, ia bisa diimbangi, bahkan ditumbangi, dengan tiga opsi. Pertama, bila rival politiknya kompak menghimpun kekuatan baru mengusung calon terkuat untuk berhadapan di 2024. Kedua, kalau RM tersandung kasus hukum. Opsi ketiga, jika kelak muncul kandidat titipan pusat. Yang agak realistis, opsi pertama dan ketiga. Meski bukan jaminan mutlak. Ambil contoh, Djarot Saiful Hidayat. Yang kalah dari Edy Rahmayadi di Pilgub Sumut 2018. Sebelumnya Djarot juga kalah melawan Anies, di Pilgub DKI 2017. Padahal saat itu PDIP sangat yakin menang. Segala perangkat sangat lengkap. Tapi, medan pertempuran di Sumut dan DKI, memang bukan basis PDIP. Maka tak heran, dua kali tumbang. Ini juga bisa jadi cermin PDIP jika tahun depan menyorong kandidatnya untuk Pilkada Balikpapan. Harus benar-benar menerjunkan kader terbaiknya. Apalagi dengan peluang pengatrol suara dari capres Ganjar. Ditambah peta Balikpapan, yang selalu didominasi suara Golkar dan PDIP. Di Pilkada nanti, PDIP sangat berpeluang memajukan kadernya sendiri. Tapi sepeninggal mendiang Thohari, saat ini praktis hanya Edy Tarmo yang berpeluang. Jam terbang dan jaringannya di pusat juga kuat. Basis massanya jelas terlihat. Sedangkan ketua PDIP Balikpapan saat ini, Budiono, masih kalah jauh dibanding Edy Tarmo. Dari jam terbang, massa, komunikasi politiknya, dan jaringan masih kalah. Apalagi ia akan pindah ke dapil Selatan, meninggalkan basis lama, mengandalkan basis alm Thohari. Hasilnya, di Selatan sama sekali belum teruji. Tarungnya, di dapil neraka pula. Lantas, apakah RM alias Rahmad Mas'ud tetap bertahan menjadi Walkot 2024-2029? Masih fifty-fifty. Kalau saat ini, di atas kertas, jelas belum ada lawan yang mumpuni. Tapi, bukan berarti tidak ada lawan sama sekali. Sebagai kota penyangga IKN, Balikpapan sangat seksi. Menjadi sentral perhatian. Bukan saja perhatian nasional, tapi internasional. Kursi kekuasannya menggiurkan, menjadi kebanggan, parpol jelas berebutan. Apalagi dinamika politik ke depan tak mungkin stagnan. Ada banyak analisa. Pertama, publik akan melihat dinamika koalisi pusat. Apakah kelak KIB pecah, dan Golkar ke KKIR bersama Gerindra dan PKB? Dengan kata lain, apakah di Pilrpes nanti hanya dua atau tiga capres. Ini jelas akan mengubah peta politik nasional dan daerah. Kedua, jika sosok yang akan maju di Pilkada Balikpapan 2024 sudah mulai muncul ke permukaan sejak sekarang. Paling tidak dengan kemunculannya, bisa mencuri perhatian publik. Yang ingin mencari alternatif, dan publik pasti akan mengikuti rekam jejaknya. Menjadi pemuas dahaga, dari kekosongan pilihan sang penantang RM. Ketiga, partai pengusung dan pendukung Rahmad Mas'ud-Thohari, terpecah. Potensinya cukup besar. Dengan melihat dinamika koalisi di pusat, dan kelambanan eksekusi mengisi kursi kosong wawali. Di konteks ini, PDIP jelas dirugikan. Meski tetap saja bisa dikondisikan kembali lewat lobi. Tapi, cost politiknya tidak murah. Keempat, memanfaatkan momentum. Nah, ini yang paling memungkinkan. Tapi sayang, tidak ada yang mengambil kesempatan. Padahal, politik juga sebuah seni memainkan momentum, dan sejak beberapa bulan belakangan RM digempur habis-habisan oleh isu tak sedap ihwal proyek DAS Ampal. Muasalnya dari tata laksana proyek yang disorot publik, dugaan pasang badan terhadap kontraktor yang sudah SP 3, dugaan proyek titipan dari lingkaran terdekat, kian banyaknya titik kemacetan, sampai gugatan class action warga terdampak proyek. Sampai-sampai, RM dihabisi di akun sosial medianya. Yang baru pertama kali terjadi. Bahkan, di salah satu postingannya yang diserang netizen, komentarnya dibatasi. Betapa geramnya netizen terhadap tata laksana proyek tersebut. Tapi, tak ada yang memanfaatkan momentum itu untuk muncul ke permukaan, menarik perhatian publik. Menjadi sosok pengalihan yang bisa jadi incaran di 2024. Momentum ini justru lepas begitu saja. Padahal sudah banyak netizen menggaungkan: cukup satu periode. Gaung ini tak dimanfaatkan calon penantang RM. Yang ada, malah RM sendiri yang memanfaatkannya. RM begitu apik menanggapi sorotan, dengan santai, legowo. Tidak sumbu pendek. Dari tipologi masyarakat Indonesia, histori juga kultur bangsa ini, cara RM jelas mengundang simpati. Ciamik. Patut diacungi jempol. Ia juga segera mengambil langkah taktis menyetop proyek jargas sebelum diperbaiki kembali. Proyek ini sering pula dikeluhkan warga, dan RM teliti mengambil momennya. Meski itu proyek strategis nasional. Tapi RM berani. Keputusannya bisa sedikit meredam kekecewaan publik. Siapa yang berani mengakui kekurangan, menerima kritikan, memperbaikinya: ini poin plus di mata publik. Sejak dulu begitu. Sesuai psikologis massa. Sebaliknya jika tidak terima, mencari pembelaan, membantah atau marah, bakalan dihabisi publik lebih sadis lagi. Inilah karakter menonjol tipologi masyarakat Indonesia. Dan RM, rancak nian memanfaatkan momentumnya. Mengambil hati mereka yang terlanjur kecewa. Opini Publik vs Lembaga Survei Tapi sayang, saat simpati sudah mulai diraih kembali, justru blunder dengan rilis hasil survei. Paska tingginya insensitas sorotan publik, muncul hasil repro survei elektabilitas dan kepuasan publik atas kinerja RM. Padahal survei itu dilakukan hampir setahun lalu. Tidak match dengan kondisi kekinian. Publik hanya menganggapnya sebagai gimmick pembelaan. Hasil survei itu dirilis lembaga survei BP, Senin 8 Mei 2023. Lembaga survei ini merilis tajuk: Tingkat Kepuasan 85,4%, Walikota Rahmad Mas’ud ‘Lari Kencang’ Sejak Dilantik. Lalu rilis itu  menyebar ke beberapa media, dengan serentak memuat judul yang juga sama. “Pak Rahmad Mas’ud adalah figur yang disukai warga Balikpapan hingga 92,1%, karena masyarakat puas dengan kinerjanya yang mencapai 85,4%. Sehingga beliau pun diharapkan kembali memimpin periode kedua mendatang." Begitu kutipannya. Secara histori dan politik, rilis survei di tengah sorotan publik, dianggap konyol. Bisa jadi malah bunuh diri. Serupa dengan sorotan publik atas Gubernur Lampung, yang dibalas rilis Opini WTP 9x. Citranya malah tambah babak belur. Pun dengan reaksi survei kepuasan kinerja RM. Terbukti, riuh rendah netizen menjadi ramai lagi paska survei itu dirilis ulang. Hasil survei itu jadi bulan-bulanan warganet Balikpapan. Semisal sarkas yang dilontarkan akun @topi.***, yang menulis, "Sebagai warga kota survei ini hanyalah lelucon. Alias ngawur." @Dimas-*, menimpali, "Dicek aja dulu lembaga surveinya hahahaha," sarkasnya. Pun sarkas akun teletub**. "Yang di survey 10 orang doang kayaknya, 8 dari 10 itu keluarganya," timpalnya, disisipi akun emot tertawa. Sorotan lain disampaikan akun @Indra.g**. Katanya, "Masih akurat surveinya BFI Finance dan Adira. Wkwkwkw," tulisnya. Sarkasme ini bisa disimak di akun sosmed, yang mengabarkan survei tersebut. Realistis memang, sorotan publik tidak akan redam dengan rilis survei. Dimana-mana begitu, sejak dulu. Itu pertama. Kedua, saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga survei sedang runtuh. Karena munculnya tudingan survei-survei pesanan, asal bapak senang. Apalagi kalau hasilnya berbanding terbalik dengan realita lapangan. Sesuai saja, belum tentu dipercaya. Sebab di era digitalisasi, kian memudahkan masyarakat melihat fakta-fakta kekinian. Terbukti, alih-alih dipercaya, hasil survei itu justru dicaci, jadi tertawaan netizen. Apalagi kalau hasilnya berkebalikan kondisi ril lapangan atau cuma berframing polesan. Faktanya, opini netizen lebih cepat menyebar dan dipercaya, dibanding hasil survei. Di Indonesia, beberapa kali penggiringan netizen berhasil menggagalkan kebijakan pusat. Atau berbuah penegakan hukum atas sasaran yang diviralkan. Dari kasus Mario Dandy, AKBP Achiruddin, jalanan rusak Lampung, dan lainnya. Ketiga, kepuasan terhadap kinerja RM itu survei lawas yang seolah berupaya menggiring ulang melalui tajuk rilisnya. Survei itu dilakukan 17-24 Juli 2022. Hasilnya, blunder. Keempat, jumlah sampelnya hanya 500 responden. Jauh sekali dari representasi populasi dan pemilih. Mengacu data Disdukcapil 2022, jumlah penduduk Balikpapan sekitar 704.110 jiwa. Adapun data KPU, mencatat jumlah Daftar Pemilih Tetap pada Pilkada Balikpapan 2020 berjumlah 443.243 orang.  Respondennya 500, artinya tidak ada 1 persen dari DPT 2020, apalagi dari populasi penduduk 2022. Kelima, di laman resmi lembaga survei itu,  memuat testimoni dari RM sendiri. Serta menuliskan RM-Thohari sebagai salah satu project atau porto folionya. Yang dalam pandangan awam saja bisa diterjemahkan:  memang mitranya. Alamaaak. Jelas saja, ini berpotensi jadi bumerang. Padahal, lembaga survei ini punya rekam jejak yang apik. Kerap menangani pelbagai kemenangan di Pikada. Digawangi wartawan senior. Bukan ecek-ecek. Entah kenapa, langkahnya kali ini justru disambut sarkasme netizen, antipati publik. Mungkin kurang perhitungan saat mengukur momentum dan melempar agenda setting. Bisa-bisa justru berbalik merugikan RM. Lantas, dengan kembali maraknya sorotan warga Balikpapan, apakah RM akan menggebrak lagi melalui kebijakan populis lain, seperti gebrakan penghentian sementara proyek jargas? Yang mengakomodir keluhan publik, dan terbukti mendapat simpati luar biasa. Atau calon-calon penantangnya akan memanfaatkan momentum kedua, dari blundernya: opini miring vs repro hasil survei? Adakah yang berani menampakan wajahnya ke permukaan? Atau sengaja memilih bergerak senyap, merayap, lalu kelak akan menggebrak? Jangan-jangan masih fokus mengumpulkan cuan. Semua opsi terbuka. Hanya waktu yang akan menjawabnya. Dan radar RM perlu dipertajam kembali, menjawab keluhan demi keluhan warga Balikpapan. Bukan dengan polesan pencitraan. Tapi lewat kebijakan. Yang populis. Yang mengakomodir harapan warga. Sepertinya pertandingan rebut suara di kota ini, bakal lebih seru 2024 nanti. Biar lebih asyik menyimak dinamika politik Balikpapan ke depan, mari mulai mengisi hari-hari dengan memperbanyak Shalawat. Semoga semua selalu sehat. Shalaallahu alaa Muhammad. *Rudi Agung, penikmat Geopolitik, Ghost Writer.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: