DKP Kaltim Sebut Penangkapan Ikan Terukur Jaga Kelestarian

DKP Kaltim Sebut Penangkapan Ikan Terukur Jaga Kelestarian

Nomorsatukaltim.com - Peraturan penangkapan ikan terukur, diklaim sebagai langkah menjaga kelestarian habitat perairan. Meskipun aturan ini mencuatkan kontroversi dan banyak ditolak sejumlah kalangan, termasuk para nelayan. Alasannya membuka peluang hegemoni kapal-kapal besar. Namun regulasi yang dibuat Kementerian Kelautan dan Perikanan itu, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, Irhan Mukhmaidy, sebagai salah satu bentuk menjaga kelestarian perikanan dan upaya perbaikan tata kelola di bidang perikanan tangkap. Menurut Irhan, penangkapan ikan terukur diharap menghadirkan keseimbangan antara keberlanjutan ekologi, pertumbuhan ekonomi dan keadilan pemanfaatan sumber daya perikanan. Irhan juga menerangkan bahwa Program yang digencarkan dan akan dilaksanakan tahun 2023 ini, melalui KKP dengan berbasis kuota atau fishing quota bashed. Data dari kuota tersebut telah direview Komite Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnaskajiskan). “Perhitungan kuota didasarkan pada potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan,” tutur Irhan, dari balik gawainya. "Penangkapan Ikan terukur berbasis kuota per daerah kabupaten kota atau provinsi, kalau di Indonesia sendiri keseluruhan total kuotanya 12, 1 juta ton per tahun," imbuh Irhan, Jumat. Senada dengan salah satu penyuluh perikanan di Balikpapan, Rudi Yakob. Ia menjelaskan dengan data yang ia ketahui bahwa penerapan peraturan itu dialokasikan terhadap nelayan kecil yang melakukan penangkapan ikan di atas 12 mil laut. Termasuk terhadap kegiatan nelayan yang memiliki kendaraan kapal di atas kapasitas 30 gross ton (GT). "Kapal besar diatas 30 GT, jika ingin melakukan penangkapan ikan harus mengajukan izin ke kementerian atau kapal kecil yang melakukan penangkapan sejauh 12 mil," jelasnya. Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai melakukan uji coba penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota di tiga pelabuhan. Yakni Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual di Maluku, PPN Ternate di Maluku Utara dan PPN Kejawanan di Jawa Barat pada Rabu 14 September 2022 lalu. Dari kebijakan itu, Pemerintah menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 12 triliun pada 2024 atau meningkat Rp 1 triliun dari tahun 2021. Koalisi NGO untuk perikanan dan keluatan berkelanjutan (Koral), dilaporkan Mongabay, melihat kebijakan ini memberi peluang investor di dalam dan luar negeri untuk memanfaatkan sumber daya ikan pada zona-zona industri melalui perizinan khusus berjangka 15 tahun. Padahal dalam Kepmen KP No.19/2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan (JTB), dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) menunjukkan fakta tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di sebagian besar WPPNRI telah menunjukkan status eksploitasi penuh (fully exploited) dan eksploitasi berlebih (over exploited). Kepmen KP itu semestinya menjadi patokan dalam penyusunan kebijakan perikanan tangkap agar lebih berkelanjutan. Sekretaris Koral, Mida Saragih dalam rilisnya, pada Selasa (27/9/2022) pernah mengungkapkan kelompok sumber daya ikan pelagis besar, udang penaeid, lobster dan rajungan di semua WPP RI telah mengalami fully exploited dan over exploited. Tidak ada lagi yang berstatus moderate. Menurutnya dengan kondisi WPP di Indonesia, yang sebagian besar mengalami perikanan tangkap berlebih, maka diperlukan kebijakan perikanan keberlanjutan yang kuat, sesuai amanat konstitusi Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. (*) Reporter: Muhammad Taufik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: