Pro Kontra BPJS Kesehatan untuk Fasilitas Publik
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Kebijakan BPJS menjadi syarat wajib mendapatkan pelayanan publik menuai beragam respons. Ada yang sepakat. Ada pula yang tidak. Pengamat kebijakan publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Mulawarman (Unmul), DB Paranoan menyebut kebijakan ini bagus. Alasannya agar seluruh masyarakat bisa mendapatkan jaminan kesehatan melalui BPJS. Di samping ini juga tanggung jawab pemerintah untuk melayani kebutuhan mendasar masyarakat. "Cuma waktunya itu yang sangat mepet. Tidak bisa langsung diterapkan begitu saja saat ini. Paling tidak butuh waktu 2-3 tahun agar semua masyarakat bisa ter-cover semua di BPJS," urainya kepada nomorsatukaltim.com - Disway National Network (DNN). Memang ada pula masyarakat yang tidak menggunakan BPJS. Atau memilih menggunakan asuransi kesehatan mandiri. Peralihan dari asuransi mandiri ke BPJS inilah yang bakal memakan waktu. Paranoan bahkan menyebut menggunakan BPJS. Meski pun dirinya mengaku sanggup memilih asuransi mandiri atau non BPJS. Mengenai kaitan BPJS dengan fasilitas publik, ia menyebut saling berhubungan. BPJS merupakan bentuk pelayanan publik. "Jadi saya kira hampir mirip dengan bentuk pelayanan publik juga. Pemerintah mungkin hanya ingin memastikan kalau masyarkatnya bisa ter-cover layanan kesehatannya dengan BPJS ini. Bagus saja kalau saya, cuma waktunya jangan mepet," jelas guru besar Fisip Unmul ini. Tapi pandangan sebaliknya diutarakan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kaltim Bakri Hadi. Menurutnya tidak ada kaitannya BPJS dengan mendapatkan pelayanan publik. Seperti mengajukan izin usaha. Toh juga pengusaha yang memiliki karyawan pasti disiapkan BPJS. Lagipula kondisi pengusaha saat ini sedang sulit. Semestinya kebijakan ini tidak langsung diterapkan. Perlu ada waktu untuk sosialiasi atau masa percobaan. Agar para pengusaha bisa lakukan secara bertahap. "Apalagi ekonomi lagi turun dan mandeg. Membebani pengusaha juga. Kalau begini pengusaha jadi keluar budget lagi," keluhnya. Ia menyarankan penerapannya dijalankan pada sektor tertentu. Yaitu sektor industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Adapun untuk sektor kecil seperti UMKM tidak perlu. Lalu perusahaan negara seperti BUMN atau BUMD harus menjalankan duluan. Atau badan usaha lain yang dijalankan pemerintah. Jika sudah berjalan sepenuhnya, barulah pengusaha lainnya akan mengikuti. "Lagipula korelasinya dimana, urgensinya dimana itu?" sindir Bakri. Andaikata sudah berjalan, pengusaha harus buat BPJS lagi, tentu harus berbanding lurus dengan pelayanan. Fasilitas kesehatan tidak boleh membeda-bedakan pelayanan. Antara BPJS dengan asuransi swasta. "Fair lah. Sudah setengah dipaksa gunakan BPJS ya pelayanan harus dimaksimalkan juga," pungkas pria yang juga mantan aktivis ini. (boy/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: