Lifting dan DBH Migas Turun Terus, Kaltim Merugi
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Lifting serta Dana Bagi Hasil (DBH) Migas bagi Kaltim terus menurun setiap tahun. Pun penerimaan dari batu bara. Padahal sumbangsih Kaltim bagi negara melalui sumber daya alam (SDA) tidak sedikit. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christianus Benny membeber angka-angka tersebut. Angka lifting DBH migas memang fluktuatif. Mengacu pada harga minyak mentah dunia. Berkaca lima tahun terakhir, pada 2017 DBH Migas turun 54,98 persen. Jumlah DBH Migas yang diterima hanya sekitar Rp 466,205 miliar. Namun 2018 hingga 2019 ada kenaikan penerimaan DBH. Dimana 2018 Kaltim mendapat Rp 767,002 miliar (71,89 persen) dan 2019 mendapat Rp 1,095 triliun (42,83 persen). "Tapi tahun 2020 DBH Migas kita turun lagi," ungkap Benny kepada nomorsatukaltim.com - Disway National Network (DNN). Penurunannnya sampai 63,55 persen. Cuan yang diterima Kaltim pun hanya Rp 399,341 miliar. Adapun DBH Migas untuk 2021 akunya belum diberikan oleh pemerintah pusat. Data-data tersebut bersumber dari Kementerian Keuangan. Namun diprediksi angka lifting dan DBH Migas 2021 tidak banyak kemajuan karena harga minyak mentah Indonesia yang sempat turun akibat lockdown di negara-negara Eropa. Sehingga menghambat harga di pasaran. Benny juga membeber realisasi lifting migas di provinsi dan lima kabupaten/kota selama 2020. Yaitu Samarinda, Kukar, Kutim, PPU dan Bontang. Kelimanya masuk daftar lantaran memiliki sumur minyak mentah. Kukar menempati peringkat pertama yang memiliki prognosa cadangan minyak bumi 11.644,93 ribu barel dan terealisasi 12.680,39 ribu barel (108,89 persen), disusul PPU dengan prognosa 521,79 ribu barel dan terealisasi 447,68 ribu barel (85,80 persen), Bontang dengan prognosa 343,98 ribu barel dan terealisasi 338,45 ribu barel (98,39 persen), Kutim dengan prognosa 287,44 ribu barel dan terealisasi 442,59 ribu barel (153,49 persen) dan terakhir Samarinda dengan prognosa 151,20 ribu barel dan terealisasi 198,44 ribu barel (131,24 persen). Itu baru pendapatan dari migas. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) Kaltim tahun 2020 dari batu bara sebesar 16 persen cuma Rp 1,5 triliun dari target penerimaan Rp 1,429 triliun. Meski penerimaan naik, tapi angka itu tidak sebanding dengan kontribusi SDA yang sudah diberikan oleh provinsi berjuluk Bumi Etam ini. Apalagi dengan diambilalihnya kewenangan izin Minerba oleh pemerintah pusat, membuat Kaltim semakin sulit mandiri. Karena itu pihaknya pun meminta pemerintah pusat bisa membuka data room terkait DMO batu bara dan migas. Terlebih setelah dibukanya izin ekspor batu bara ke luar negeri. "Sudah dicabut, izin ekspornya sudah boleh," sebut Benny. Tapi itu pun hanya untuk perusahaan yang sudah menunaikan kewajiban DMO. Perusahaan apa saja yang sudah menjalankan DMO itu, Benny belum mau menyampaikan. Ia hanya menyebut saat ini sedang butuh data volume produksi kualitas Minerba dan Migas (DMO). Data itu dibutuhkan untuk membantu program pemprov membangun sumber energi baru terbarukan (EBT). Kerisauan Kaltim yang terus 'diperas' oleh pemerintah pusat sebenarnya sudah berulang kali disampaikan Gubernur Kaltim Isran Noor. Meski begitu, Isran tak ingin melakukan upaya lobi-lobi ke pemerintah pusat demi mendapatkan keadilan. Ia menyebut cukup tunjukan kondisi ketimpangan pembangunan yang ada saja kepada pusat. “Enggak usah lobi-lobi, kita sampaikan saja kondisi saat ini. Saya tidak pernah meminta, saya sampaikan saja,” ungkapnya beberapa waktu lalu. (boy/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: