Gafur Mas’ud Tersangka OTT KPK, Saksi: Ini Akibat Dinasti Politik

Gafur Mas’ud Tersangka OTT KPK, Saksi: Ini Akibat Dinasti Politik

Samarinda, nomorsatukaltim.com- Peristiwa operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi ( OTT KPK) yang menjerat Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM) menuai reaksi dari Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul).

Dalam rilis yang diterima nomorsatukaltim.com – Disway National Network (DNN), Saksi menyoroti bertambahnya daftar OTT pada awal tahun 2022 yang menjerat kepala daerah di Kaltim. Gafur Mas’ud menjadi kepala daerah keempat, setelah sebelumnya Syaukani (eks Bupati Kutai Kertanegara 2005), Rita Widyasari (Eks Bupati Kutai Kertanegara 2010-2015), dan Ismunandar (Eks Bupati Kutai Timur) yang juga dijerat OTT KPK. “Dalam konferensi persnya, KPK telah menetapkan Bupati PPU beserta empat pejabat di PPU dan satu Bendahara Partai Demokrat DPC Balikapapan sebagai tersangka yang menerima suap pengadaan barang jasa dan perizinan untuk pemanfaatan sumber daya alam,” kata Orin Gusta Andini, juru bicara Saksi. Berdasarkan data yang dihimpun Saksi, kata Orin, diketahui nilai pengadaan barang dan jasa berhubungan dengan nilai kontrak sekitar Rp 112 miliar. Kemudian untuk proyek multiyears peningkatan Jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar. Lalu, pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar. Sedangkan yang berkaitan dengan korupsi terkait perizinan, tersangka diduga juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan. Antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten PPU dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten PPU. “Hal ini menunjukkan bahwa selain proyek pengadaan barang & jasa, perizinan di bidang sumber daya alam merupakan lahan yang tak kalah subur bagi praktik korupsi di Kaltim,” jelasnya. Korupsi SDA tidak hanya membawa kerugian bagi individu, tapi juga komunitas dan masyarakat luas. Belum lagi disertai dampaknya terhadap lingkungan. Melihat akar mula deretan kepala daerah yang telah terjerat dalam OTT KPK, kata dia, tentu tak lepas dari politik dinasti yang menjadi pintu masuknya korupsi. Politik dinasti merupakan potret oligarki politik di Kaltim yang telah lama terjadi. Lingkaran kekuasaan yang diisi keluarga dan kerabat merupakan faktor utama penyubur perilaku korup. Segala perangkat dan sektor jaringan dalam genggaman segelintir orang dan golongan. “Bahkan, politik dinasti kian bermertafora dalam berbagai bentuk. Bukan lagi hubungan darah semata, namun juga merambah pada relasi perkawanan”. Praktik korupsi seperti ini, kata dia, diprediksi akan terus menjamur seiring menyambut Kaltim sebagai Ibu Kota Negara (IKN). Pun bidang SDA rawan korupsi saat proses perizinan. Tentu saja pengawasan harus dilakukan bersama oleh masyarakat Kaltim. Orin pun mengutip ungkapan ini: The earth provides enough to satisfy every man's need, but not every man's greed ~ Mahatma Gandhi (Bumi menyediakan cukup untuk kebutuhan manusia, tapi tidak keserakahan manusia). Upaya menjaga SDA Kaltim dari para koruptor perlu terus dilakukan bersama. Tidak hanya oleh aparat penegak hukum seperti KPK, tapi juga memerlukan keterlibatan masyarakat, penggiat anti korupsi dan akademisi di Kaltim. Pengawasan dan penegakan hukum harus terus dilakukan agar momentum pembangunan IKN tidak menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh proyek yang diboncengi kepentingan-kepentingan oligarki. Oleh karena itu, Saksi FH Unmul memberikan catatan dalam menyikapi kasus ini:
  1. Penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU harus dilakukan dengan transparan.
  2. Mendesak KPK untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial.
  3. Meminta KPK untuk mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang, terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini diperlukan sebagai bagian dari upaya memiskinkan para koruptor.
  4. Meminta KPK untuk secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi. (*/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: