Momok Pemeriksaan Bagi Wajib Pajak (1)

Momok Pemeriksaan Bagi Wajib Pajak (1)

Pemeriksaan pajak selalu menjadi momok yang menakutkan bagi wajib pajak. Apakah mereka dikenakan pajak yang sangat tinggi nantinya, ataupun kebingungan menjawab pertanyaan dan menyediakan dokumen yang di minta oleh petugas pajak nantinya. Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Asas perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Assement.  Di mana wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri. Di mana kebenaran dan kewajaran dari pelaporan wajib pajak tersebut dapat diuji sewaktu-waktu oleh kantor pajak. Pemeriksaan pajak selalu menjadi momok yang menakutkan bagi wajib pajak. Apakah mereka dikenakan pajak yang sangat tinggi nantinya, ataupun kebingungan menjawab pertanyaan dan menyediakan dokumen yang di minta oleh petugas pajak nantinya. Bagi wajib pajak dan petugas pajak sama-sama memiliki hak dan kewajiban pada saat pemeriksaan. Sebelum membahas mengenai hak dan kewajiban dalam pemeriksaan, akan kita bahas terlebih dahulu mengenai dasar hukum pemeriksaan pajak. Dasar hukum yang mengatur tentang pemeriksaan pajak antara lain adalah:

  1. Pasal 31 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 (peraturan disempurnakan di 184/PMK.03/2015)
  • Pada UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 pasal 31 dikatakan bahwa Tata cara pemeriksaan pajak dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku.
  • PMK yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan adalah PMK Nomor 17/PMK.03/2013 dimana PMK tersebut telah disempurnakan di PMK Nomor 184/PMK.03/2015. Dalam PMK ini dibahas mengenai ketentuan umum pemeriksaan, tujuan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan ketentuan lain mengenai pemeriksaan pajak.
  1. Pasal 30 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007
  • Pasal 30 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 membahas mengenai penyegelan tempat atau ruangan tertentu apabila Wajib Pajak tidak memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan / atau memberi penjelasan terkait hal-hal yang perlu diperiksa. Tata cara penyegelan tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.
  • Petunjuk pelaksanaan penyegelan diatur dalam bagian kesepuluh PMK 17/PMK.03/2013 yang telah disempurnakan di PMK Nomor 184/PMK.03/2015. Dalam bagian tersebut, diatur mengenai ketentuan pelaksanaan penyegelan dalam rangka pemeriksaan pajak.
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 28/PJ/2013
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 10/PJ/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
 
  • Kita ketahui bahwa tax ratio Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara lain, di kisaran 11%-12%. Ratio ini dikontribusi besaran tarif pajak, yaitu Pasal 17 UU PPh untuk badan 25%, kemudian Pasal 31E UU PPh ada pengurangan tarif (tax cut) jadi 12,5%, dan PPN 10%.
  • Sedangkan orang pribadi tarif PPh 5%, 15%, 25% dan 30% tergantung skala penghasilan kena pajaknya. Belum lagi PPh Pasal 4 ayat (2) 1% bagi WP yang peredaran usahanya hingga Rp.4,8 miliar setahun.
  • Idealnya seluruh WP yang wajib SPT harus menyampaikan SPT. Dari sisi kepatuhan materil, masih banyak pembayaran pajak yang nihil. Kalaupun ada pembayaran, besarannya berada dibawah benchmark, misalnya Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR), yaitu rasio antara PPh terutang terhadap penjualan atau peredaran usaha.
  • Untuk menguji apakah WP sudah menyampaikan SPT yang menjadi kewajibannya, dan apakah jumlah pajak yang dibayar sudah sesuai dengan jumlah semestinya itulah perlu dilakukan pemeriksaan pajak, sebagai salah satu tugas dan fungsi DJP.
  • Pemeriksaan yang berkualitas diperoleh jika proses pemeriksaan berjalan sesuai norma dan ketentuan. Mengacu PER-07/2017, beberapa hal mendasar sebagai era baru pemeriksaan pajak.
Dalam pelaksanaannya, diperlukan beberapa penegasan dan penguatan atas prosedur pemeriksaan lapangan. Dalam rangka pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, sebagai bentuk penjabaran lebih lanjut dari PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015 sebagai berikut: Penegasan Dasar Hukum
  1. Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP) mengatur bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  2. Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib: 1) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
2) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau 3) memberikan keterangan lain yang diperlukan.
  1. Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
  2. Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasai 29 ayat (3) huruf b.
  3. Pasal 11 huruf a PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015 mengatur bahwa dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.
f Pasal 27 ayat (1) PMK Nomor 17/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 184/PMK.03/2015 mengatur bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak. g Pasal 1 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan mengatur bahwa Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. Persiapan Pemeriksaan Sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi Pemeriksaan, tahapan persiapan pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
  1. Pemeriksa Pajak mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak yang dilakukan di kantor, antara lain melalui kegiatan: 1) wawancara dengan Account Representative yang melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan dalam hal diperlukan, untuk mengetahui profil Wajib Pajak, proses bisnis Wajib Pajak, laporan keuangan, data Surat Pemberitahuan (SPT), Laporan Hasil Pemeriksaan tahun sebelumnya, dan data lain yang diperlukan. Hasil wawancara dengan Account Representative dituangkan dalam Berita Acara Hasil Wawancara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
2) pengumpulan data baik internal maupun eksternal dan informasi lainnya mengenai Wajib Pajak, antara lain: a) data kependudukan; b) data dari internet; c) data validasi alamat melalui 108; dan/atau d) data bidang usaha dan contact person dari database B2B, Orbis, OSIRIS/ORIANA.
  1. Pemeriksa Pajak mengumpulkan data dan informasi di lapangan melalui kegiatan observasi lapangan.
Dalam rangka mengoptimalkan perolehan data, dokumen, dan informasi, Pemeriksa Pajak dapat melakukan observasi lapangan antara lain mengenai: 1) keberadaan orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan dan pihak terkait; 2) keberadaan dokumen atau data, termasuk penyimpanan dokumen, kapasitas kegiatan usaha, data pemasok dan pelanggan, dokumen-dokumen yang digunakan oleh Wajib Pajak; 3) situasi dan kondisi di lokasi yang akan dilakukan Pemeriksaan Lapangan; 4) alat/sarana yang diperlukan dalam Pemeriksaan Lapangan; 5) kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; 6) kebutuhan bantuan pengamanan dari aparat yang berwenang, dan 7) modus penyelewengan atau penghindaran pajak yang mungkin dilakukan oleh Wajib Pajak.
  1. Pemeriksa Pajak menyusun rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan (audit program) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan berdasarkan hasil kegiatan pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
  2. Pemeriksa Pajak menyiapkan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai. Penyiapan sarana dan prasarana sebelum Pemeriksaan dimulai meliputi hal-halsebagai berikut: 1) Melakukan inventarisir dan memastikan berkas Wajib Pajak yang akan dilakukan Pemeriksaan telah lengkap. Dalam hal berkas Wajib Pajak belum lengkap, Pemeriksa Pajak dapat melakukan peminjaman berkas kepada Unit kerja terkait di lingkungan DJP;
2) Kelengkapan berkas Wajib Pajak sebagaimana angka 1) harus menyesuaikan dengan risiko yang telah diidentifikasi pada Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) dan memperhatikan Teknik Pemeriksaan minimal yang akan dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penyusunan Program Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan; 3) Mempersiapkan sarana Pemeriksaan antara lain kartu tanda pengenal Pemeriksa Pajak, formulir-formulir yang diperlukan dalam proses pemeriksaan lapangan termasuk pakta integritas, tanda segel; dan 4) Menyiapkan sarana dan prasarana pendukung Pemeriksaan (audit tools) dalam hal diperlukan, seperti: a) Permintaan tenaga ahli yang dibutuhkan, seperti tenaga ahli bahasa, penilai, ahli IT, ahli Transfer Pricing;
  1. b) Aplikasi pendukung pemeriksaan dan/atau peralatan yang dibutuhkan;
  2. c) Data pembanding transaksi.
  3. Pemanggilan dari Pertemuan dengan Wajib Pajak di Kantor Direktorat Jenderal Pajak a. Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan 1) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan DirekturJenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017.
2) Dengan disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Wajib Pajak tidak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KUP. 3) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan bersamaan dengan surat panggilan kepada Wajib Pajak. 4) Untuk memastikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dan surat panggilan sebagaimana dimaksud pada angka 3) diterima oleh Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak melakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak melalui telepon, email atau Saluran komunikasi lainnya,
  1. Pemanggilan Wajib Pajak yang diperiksa ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak 1) Surat panggilan kepada Wajib Pajak merupakan surat yang digunakan Pemeriksa Pajak untuk memanggil Wajib Pajak ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai prosedur awal Pemeriksaan Lapangan.
2) Surat panggilan kepada Wajib Pajak berisi: a) waktu, tempat, dan maksud dilaksanakannya pertemuan antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak; dan
  1. b) buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak.
3) Waktu dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat panggilan sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) ditentukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Panggilan, dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak. 4) Tempat dilaksanakannya pertemuan sehubungan dengan surat pemanggilan Sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) di kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) atau di kantor DJP selain kantor UP2 dengan mempertimbangkan lokasi Wajib Pajak. Dalam melaksanakan pemeriksaan atas kewajiban perpajakan wajib pajak, tentunya setiap pemeriksa pajak diharuskan memiliki suatu pedoman atau standar untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, atau bukti lainnya agar dapat memperoleh hasil pemeriksaan secara objektif dan profesional. Standar pemeriksaan ini merupakan capaian minimum yang harus dicapai oleh petugas pemeriksa pajak dalam melaksanakan pemeriksaan. Sebelum mengacu pada standar pemeriksaan yang ada, pemeriksa pajak terlebih dahulu menetapkan tujuan dilakukannya pemeriksaan. Baik untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak ataupun untuk tujuan lain. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 23/PJ/2013 tentang Standar Pemeriksaan. Standar pemeriksaan dan bagaimana cara pemeriksaan serta prosuder pemeriksaan akan di bahas pada bagian II. (*) artikel sebelumnya sudah diterbitkan harian Disway Kaltim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: