Ombudsman Temukan Maladministrasi, Pemprov Lakukan Perbaikan

Ombudsman Temukan Maladministrasi, Pemprov Lakukan Perbaikan

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Ombudsman menemukan sejumlah persoalan dalam penyaluran pupuk bersubsidi di Indonesia. Akibatnya, peningkatan subsidi tidak sebanding dengan produksi hasil pertanian. Sejumlah perbaikan dilakukan Pemprov Kaltim. Nilai subsidi pupuk bagi petani di Indonesia meningkat setiap tahun. Namun kebijakan itu tidak mampu meningkatkan produktivitas pertanian. Ombudsman RI menemukan sejumlah persoalan dalam tata kelola pupuk oleh pemerintah. Dalam pernyataan resmi yang diterima Disway Kaltim, Ombudsman membeberkan tipologi masalah dan hambatan dalam tata kelola program pupuk bersubsidi. Pertama, sasaran petani atau kelompok tani penerima pupuk bersubsidi. Kedua, akurasi data penerima. Ketiga, mekanisme distribusi. Keempat, efektivitas penyaluran, dan kelima, mekanisme pengawasan distribusi. Dari kelima tipologi masalah ini, Ombudsman menyatakan ada potensi maladministrasi. Seperti, penentuan kriteria dan syarat penerima pupuk bersubsidi  tidak sesuai dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.  Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ombudsman menyarakan berbagai pilihan dala pemilihan kriteria petani penerima pupuk bersubsidi. Di mana, pupuk bersubsidi diberikan 100 persen kepada petani tanaman pangan dan hortikultura sesuai kebutuhan lahannya, dengan luas lahan garapan di bawah 0,1 hektare. Pupuk bersubsidi juga diberikan 100 persen hanya kepada petani dengan komoditas tertentu sesuai kebutuhan lahannya dengan luas lahan garapan di bawah 0,5 hektare untuk tanaman padi dan jagung. Atau, alokasinya diberikan kepada petani dengan luas lahan garapan di bawah 1 hektare dengan komoditas strategis dan rasio realisasi dengan kebutuhan pupuk minimal 60 persen. Dari segi pendataan, Ombudsman menganggap pendataan petani penerima pupuk bersubsidi yang dilakukan setiap tahun dengan proses yang lama dan rumit, berujung dengan tidak akuratnya data penerima.  Alasan yang menjadikan proses pendataan lama di antaranya, tidak semua petani tergabung sebagai anggota kelompok tani, e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok-elektronik), atau yang sudah masuk e-RDKK tapi tidak medapatkan pupuk bersubsidi. Selain itu, ada pula petani yang belum mempunyai NIK yang telah teraktivasi. Petani yang memiliki luas lahan di atas 2 hektare hingga terbatasnya pelibatan aparatur pemerintah desa dalam menentukan petani penerima pupuk bersubsidi. Rekomendasi yang diberikan oleh Ombudsman untuk pendataan adalah, Kementerian Pertanian menetapkan alokasi penerima pupuk bersubsidi hingga ke level petani. Pendataan penerima dilakukan tiap lima tahun dengan evaluasi setiap tahun. Penataan ulang mekanisme penyusunan RDKK dengan optimalisasi pelibatan aparatur desa dalam pendataan, verifikasi dan validasi RDKK, serta pelaksanaan Musyawarah Desa dalam memutuskan RDKK. Ombudsman juga meminta adanya penyederhanaan data Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian) berbasis kelompok tani dan pendataan kebutuhan lahan atas pupuk setiap petani dengan menggunakan perangkat uji tanah terstandardisasi sesuai karakteristik lahan. “Kami meminta agar distributor harus memiliki pengecer di tiap desa dan harus sesuai standar pelayanan sesuai ketentuan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,” terang Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika. Ia menambahkan, distribusi pupuk bersubsidi juga tidak efektif, lantaran banyak petani yang tidak mengetahui jatah alokasi yang diterimanya. Adapula, hanya 8,79 persen saja petani yang menggunakan kartu tani untuk menebus pupuk bersubsidi. Jika petani tersebut tidak punya Kartu Tani, pemerintah memberikan prosedur yang dinilai rumit. Akibatnya, sebagian besar pupuk bersubsidi ditebus secara kolektif. Di sisi lain, Ombudsman juga menemukan adanya praktik penjualan pupuk bersubsidi di atas HET dan bundling dengan pupuk non subsidi. Masalah lainnya ialah tidak adanya stok minimum pupuk bersubsidi di gudang distributor dan kios pengecer. Serta, rumitnya dokumen pelaporan yang perlu dipenuhi oleh pengecer tiap bulan. Yeka Hendra menyarankan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia (Persero) membangun sistem informasi tentang ketersediaan stok di setiap gudang distributor dan pengecer yang dapat diakses oleh publik. Pengambilan pupuk bersubsidi dari pengecer dapat dilakukan oleh individu atau Kelompok Tani, serta penggunaan Kartu Tani tidak boleh dipaksakan. Prioritas penggunaan kartu ini hanya pada wilayah yang telah siap. Ombudsman menyarankan Kartu Tani menjadi digital yang terhubung dengan data elektronik berisikan data NIK, kuota pupuk bersubsidi dan nomor rekening bank.

KALTIM TERAPKAN POLIGON

Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (Dispertan) Kaltim Siti Farisyah Yana, alokasi pupuk bersubsidi di Kaltim disesuaikan dengan daya serap produktivitas, dan jumlah petani. Pihaknya selalu memantau daya serap produktivitas tiap tahunnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan sumber penghasilan utama dari sektor pertanian pada tahun 2018 adalah 217.638 RT. Sektor paling banyak adalah petani perkebunan dengan jumlah 55.995 RT, disusul petani padi sebesar 28.988 RT. Yana menerangkan, pupuk subsidi yang didistribusikan, yaitu urea, SP-36, ZA, dan NPK, tidak serta merta penggunaannya hanya pada komoditas padi dan jagung.  “Tetapi untuk untuk 32 jenis tanaman. Jadi boleh ada yang sudah di-SK-kan bisa mendapatkan pupuk bersubsidi. Tidak hanya padi dan jagung,” jelas Yana. Dalam praktiknya, pemerintah tidak bisa melihat penggunaan pupuk subsidi per individu petani. Karena banyak temuan petani tidak hanya menanam padi. Ada yang mempunyai kelapa sawit ataupun lada. Itulah mengapa, kata Yana, produktivitas padi tidak bisa diukur dengan naik jatah pupuk subsidi. Apalagi faktor iklim juga berpengaruh terhadap gagal tanam atau gagal panen. Produksi padi di Kaltim tahun 2018 sebesar 40,45 kuintal/hektare, lebih tinggi dibandingkan tahun 2019, sebesar 36,41 kuintal/hektare. Produksi padinya sendiri, di tahun 2018 sebanyak 262 773,88 ton dan di tahun 2019 turun menjadi 253 818,37 ton. “Jadi ada pembenaran dari (berdasarkan temuan Ombudsman) bahwa dengan banyaknya jumlah komoditas, praktik di lapangan sulit untuk dipantau. Jadi serta merta produktivitas tidak meningkat.” “Oleh sebab itu mungkin beberapa jenis tanaman pangan saja pupuk subsidi bisa kelihatan di situ,” imbuh Yana. Upaya Dispertan Kaltim agar pupuk bersubsidi tepat sasaran saat ini, lebih kepada ketetapan luas lahan petani dengan kriteria penerima pupuk bersubsidi. Pihaknya menggunakan sistem poligon. Sistem ini adalah mengukur luas lahan secara detail menggunakan GPS atau aplikasi Google Maps. Penggunaan ini mencegah adanya petani yang memiliki lahan 2 hektare lebih memonopoli pupuk bersubsidi. “Jangan sampai yang punya lahan di atas 2 hektare itu ngukur tanpa pengukuran yang pasti. Dengan poligon itu insyallah kita punya 9.076 kelompok petani bisa digitalisasi luasan panen,” tegas Yana. Anggota Komisi II DPRD Kaltim Bagus Susetyo, mengakui upaya Pemprov Kaltim dalam penyaluran pupuk subsidi cukup baik. Ia juga memaklumi jumlah pupuk subsidi yang diberikan ke Kaltim sangat terbatas. Namun, ia tetap memberi catatan atas pendataan kelompok petani di Kaltim. “Nah masalahnya kuotanya seperti apa, yang penting data petani. Seluruh Kaltim ini pendataannya jelas. Dinas provinsi membina kab/kota untuk pendataan ini harus jelas. Tanamannya apa, keperluannya apa.” “Kami selalu mendorong itu. Sekarang tinggal semangat birokrasi untuk mendorong supaya petani harus terdaftar, biar permasalahannya jelas,” tegas politisi Partai Gerindra ini. Bahkan, Bagus menginginkan agar PT Pupuk Kaltim (PKT) membantu langsung pemberian pupuk bersubsidi ke Kaltim. Jadi, Kaltim tidak perlu menunggu bantuan dari pemerintah pusat. Tak hanya pupuk, Bagus juga meminta pemerintah mencetak sawah baru di Kaltim. Karena ia yakin bahwa Kaltim bisa swasembada beras. Cetak sawah ini juga bisa berdampak dengan suplai kebutuhan pokok ketika Ibu Kota Negara (IKN) berlangsung. “Identifikasi percetakan sawah, tidak hanya perkebunan. IKN suplai (padi) dari Kaltim sendiri. Lahannya masih banyak kok,” pungkasnya. Pada masa tanam awal tahun ini, Pupuk Kaltim menyiapkan 210.494 ton stok pupuk di gudang-gudang PKT yang tersebar di sejumlah wilayah tanggung jawabnya. Data pada 19 Maret 2021, Pupuk Kaltim telah menyalurkan 223.846 ton pupuk bersubsidi dan menyiapkan 78.649 ton pupuk non subsidi di seluruh wilayah pemasaran. Pupuk Kaltim bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di delapan wilayah, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: