Pembangunan Menara Komunikasi Baru di Paser Terpaksa Pakai APBD

Pembangunan Menara Komunikasi Baru di Paser Terpaksa Pakai APBD

Pemkab Paser gagal melobi operator seluler dan pemerintah pusat untuk membangun menara komunikasi. Sementara ketiadaan sinyal masih ada di beberapa desa. APBD terpaksa dikucurkan. nomorsatukaltim.com - Internet masih jadi persoalan di Bumi Daya Taka. Dari 139 desa, enam di antaranya masih blank spot dan sembilan lainnya masih 2G serta 3G. Guna mengentaskan masalah itu, Pemkab Paser menargetkan membangun lima menara pada 2022 mendatang. Masing-masing di Desa Belimbing dan Muara Toyu di Kecamatan Long Ikis, Desa Muara Payang di Kecamatan Muara Komam, Desa Segendang di Kecamatan Batu Engau, dan Desa Muara Andeh di Kecamatan Muara Samu. “Saat ini yang sudah klir (pembebasan lahan) ada dua desa. Yakni Desa Belimbing dan Muara Payang. Sedangkan tiga daerah lainnya masih perlu disurvei, khususnya titik-titik yang strategis,” kata Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfostaper) Kabupaten Paser, Ina Rosana dikutip dari Harian Disway Kaltim - DIsway News Network (DNN). Baca juga: Masih Ada Desa Blank Spot di Paser Pembangunan menara ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Paser. Total duit yang dialokasikan Rp 8,5 miliar. Terkait tiga desa yang belum didapati titik untuk dibangun, Ina meminta bantuan pemerintah desa setempat. Dikarenakan masalah pembebasan lahan. Sehingga dapat mengomunikasikan kepada masyarakat akan pentingnya pembangunan pemancar internet. Diketahui memerlukan lahan seluas 10 x 20 meter. “Perencanaan kami yang dimasukkan dalam SSH (Standar Satuan Harga), satu menaranya Rp 1,7 miliar. Tingginya 72 meter dengan tipe empat kaki. Masing-masing dari satu menara yang dibangun dapat menjangkau hingga tiga desa,” sambung Pelaksana tugas (Plt) Asisten Perekonomian Sekretariat Daerah Paser. Sebelum membangun menara bersumber dari APBD, Pemkab Paser lebih dulu melakukan lobi-lobi. Namun tak membuahkan hasil, alias gagal. Baik provider penyedia jaringan seluler maupun dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) yang berada di bawah ranah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dikatakannya, gagalnya lobi-lobi dengan operator seluler atau provider, karena terkait masalah perhitungan bisnis. Dirasa tidak terlalu menguntungkan. Dia menyebutkan, provider baru mau membangun menara jika penduduk mencapai 1.000 jiwa pada masing-masing titik. “Sementara harapan bantuan dari BAKTI pun gagal. Dikarenakan desa yang masih blank spot tidak masuk kategori tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Hal ini membuat kami dilema. Akhirnya memutuskan membangun menara sendiri menggunakan APBD,” bebernya. Dia bilang, persoalan lahan harus klir. Karena ketersediaan lahan merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk mendukung pembangunan menara. Dijelaskannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2020 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar) memperbolehkan pemerintah daerah membangun menara. “Kalaupun menara itu dibangun oleh pihak ketiga atau Opsel (provider). Maka pemerintah daerah wajib menyiapkan lahan dan mempermudah perizinan,” tandas Ina. ASA/ZUL

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: