DPRD Kaltim Hidupkan Wacana Pansus Tambang
Tambang ilegal makin tak terkendali di Kaltim. Kepala daerah, dari bupati, wali kota, sampai gubernur terang-terangan ogah melakukan tindakan sejak kewenangannya diambil pusat. Anggota DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud lalu muncul. Mendesak Pansus Pertambangan dihidupkan. Sebelum kebablasan. Nomorsatukaltim.com - Sejak kewenangan perizinan tambang batu bara diambil oleh pusat. Dengan landasan UU Cipta Kerja dan UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020. Di mana revisi UU Minerba ini disahkan pada 11 Desember 2020 lalu. Aktivitas tambang ilegal di Kaltim makin tak karuan. Jauh dari pantauan pusat dan tidak diawasi oleh pemerintah daerah. Membuat para pemodal kian giat menggali emas hitam. Kebetulan tahun ini harga batu bara sedang tinggi-tingginya juga. Yang paling hangat saja, ada 3 temuan tambang ilegal yang bikin elus dada. Dari yang ada di Muang Dalam, Samarinda. Di area Pusat Laboratorium Fakultas Pertanian Unmul, Tenggarong Seberang. Dan di Karang Joang, Balikpapan. Atas dasar itu, Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mendesak Pansus Pertambangan secepatnya dibentuk. Karena kalau tidak, kejadian serupa bakal terus berulang. Usulan Pansus Pertambangan sendiri, sempat mengemuka pada awal tahun 2021. Beberapa minggu setelah UU Minerba yang baru disahkan. Namun, akibat konsentrasi legislatif dan eksekutif menangani pandemi COVID-19. Usulan itu menguap entah ke mana. Saat ini, kata Hasanuddin Mas’ud, Kaltim sedang menuju status PPKM Level 1. Sehingga ia kembali menghidupkan wacana tersebut. “Pansus Pertambangan harus dibentuk. Agar meminimalkan, kejadian-kejadian (tambang ilegal) seperti itu. Supaya ada corongnya gitu, loh.” “Kalau Komisi III saja, nggak bisa (menindak) gitu. Pansus (Pertambangan) yang paling tepat. Saya mendesak secara pribadi,” tegas Hasanuddin. Nantinya, lanjut Hasanuddin, pansus tersebut akan diisi oleh perwakilan dari seluruh komisi di Gedung Karang Paci. Dengan pembagian wewenang; Komisi I mengurus masalah hukumnya, Komisi II mengurus bidang kemasyarakatan dan ekonomi. Lalu Komisi III menangani teknisnya, dan Komisi IV mengurusi dampak sosial dari pertambangan ilegal tersebut. Legislator yang digadang-gadang jadi ketua DPRD Kaltim pengganti Makmur HAPK itu belum bicara secara rinci, mekanisme kerja serta landasan hukum yang bisa digunakan untuk melakukan pencegahan dan penindakan. Namun secara umum, Pansus Pertambangan disebutnya bisa langsung bekerja sama dengan kejaksaan, kepolisian, atau bahkan KPK. Hasanuddin berangan-angan, kalau bisa, koordinasinya bisa langsung ke pemerintah pusat. “Mungkin kita bisa di-guide oleh DPR RI. karena kebijakan pertambangan ada di pusat. Kami akan datang ke Komisi III dan VI apa arahannya,” ungkap Hasanuddin. Pembentukan Pansus Pertambangan ini, menurut Hasanuddin, setidaknya ada upaya serius dari pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal menekan tambang ilegal di Benua Etam. Usulan ini, ditegaskannya masih sebatas keinginan pribadi. Media ini belum menerima konfirmasi apakah usulan itu bakal dibawa ke dalam rapat-rapat penting DPRD Kaltim dalam waktu dekat atau tidak.
OMONG KOSONG
Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai pernyataan Hasanuddin Mas’ud hanya sekadar omong kosong belaka. Terlepas keinginan tersebut memang bagus, tapi jika secara kelembagaan, DPRD Kaltim masih maju mundur. Ia menilai semua wacana itu hanya lah sebuah gimmick. “Sebelum pansus itu benar-benar terbentuk secara resmi, bagi saya wacana pansus itu cuma gimmick anggota DPRD. Kan sudah lama wacana itu tapi tidak kunjung dikonkretkan,” kritik Castro –sapaannya- pedas. Kritikan ini berkaca pada gagalnya wacana Pansus Evaluasi Pertambangan karena minimnya dukungan anggota DPRD sendiri. Jika benar serius ingin membatasi tambang ilegal, menurut Castro, DPRD bisa langsung mengesahkan pansus tersebut. Tanpa perlu umbar janji terlebih dahulu. Kalau ke depan Pansus Pertambangan aktif. Akademisi, terutama yang tergabung dalam Koalisi Dosen Unmul. Menyatakan kesiapannya membantu pekerjaan pansus. Karena memang, pemberantasan tambang ilegal menjadi satu di antara isu yang akan terus dikawal oleh koalisi dari Gunung Kelua tersebut. “Ya pansusnya harus benar–benar bekerja dan konsisten. Jangan dibentuk, lantas dibiarkan nganggur begitu saja,” harap Castro. Keraguan Castro terhadap komitmen pemerintah daerah menumpas tambang ilegal bukan pertama kali ini ia utarakan. Sebelumnya, dosen Fakultas Hukum Unmul itu mempertanyakan keluhan Gubernur Kaltim Isran Noor pada penutupan MTQ di Bontang, Juni 2021 lalu. Di kesempatan itu, Isran mencak-mencak karena Omnibus Law dan UU Minerba yang membatasi wewenang dan pengawasan pemda. Berpotensi membuat masalah besar di kemudian hari. Selain hilangnya satu sektor pendapatan dari komoditas batu bara berkat aturan zero royalty. Isran menyontohkan, rusaknya jalan poros di Tanah Datar disebabkan karena aktivitas hauling tambang ilegal. “Saya hari Sabtu dari Sangatta ke Samarinda. Di hadapan mobil gubernur bawa batu bara. Siang-siang. Kira-kira sekitar jam 12 (atau) jam 1.” “Padahal tuh gubernur pakai Patwal, tapi enggak tau inya mungkin di belakang Patwal itu gubernur,” katanya. “Tapi ahh.. mungkin dia masa bodo. Gubernur tuh siapa sih. Kira-kira seperti itu”. Isran melihat persoalan ini sudah serius dan akan ditangani dengan serius. Namun, kata Isran, kewenangan pemerintah daerah sudah digunting melalui berbagai aturan. “Kita mau menegur, ‘Loh apa kewenangan Pak Gubernur menegur kami? Ini kan jalan nasional’. Benar. Benar juga. Jalan nasional kan, BBPJN yang tanggung jawab,” imbuh Isran Noor. Karena berbagai perubahan aturan itu lah, pemerintah daerah jadi serba salah. “Sudah Omnibus Law tidak saya ganggu gugat, sekarang persoalan lagi. Undang-undang revisi minerba juga begitu kejadiannya.” “Kadang-kadang kesel saya sebenarnya. Benar, saya kan kesel … mestinya, bijaksana. Ketika diambil kewenangan itu ada catatan, pemerintah provinsi, kabupaten, kota tetap punya tanggung jawab untuk mengawasi. Itu aja yang kita perlukan. Ini enggak ada catatan itu.” “Gimana, siapa yang bertanggung jawab?” “Tunggu saatnya nanti. Ada nanti saatnya. Yang sudah putus harat. Ini kadang-kadang bisa putus harat juga kita ini,” tegas Isran yang mengisyaratkan akan mengambil langkah serius. Menanggapi marah-marahnya gubernur kala itu, Castro bilang bahwa Isran Noor tidak memahami fungsi pokoknya sebagai pemimpin. Memberikan rasa aman dan nyaman, termasuk dari ancaman kerusakan lingkungan adalah tugas utama gubernur untuk masyarakatnya. “Gubernur jangan berlindung di balik kewenangan pertambangan yang sekarang di-takeover ke pusat. Sebab kalau gubernur punya niat dan kepedulian yang kuat terhadap warganya, masih banyak hal yang bisa dilakukan,” katanya. “Jadi, seharusnya gubernur berdiri paling depan untuk membela kepentingan warganya dari ancaman tambang ilegal. Tapi kalau pernyataannya semacam itu, kan ibarat orang menyerah kalah sebelum perang. Sungguh sangat disayangkan,” pungkasnya. Keraguan Castro tampaknya jadi kenyataan. Karena setelah kasus tambang ilegal di dekat Lab Faperta Unmul. Isran masih kukuh untuk tidak mengambil tindakan apa-apa. Dengan dalih yang sama; pertambangan adalah kewenangan pusat. Bahkan ketika disinggung apakah ia akan berkoordinasi dengan Polda Kaltim. Lagi-lagi Isran bilang, “Sekarang apa kewenangan saya atau provinsi melaporkan ke Polda?” Jadi benar saja, rentang waktu dari Juni hingga Oktober 2021. Dari sebelum dan sesudah temuan tambang ilegal di tempat yang tidak lazim ditemukan. Gubernur belum membuat langkah konkret apa pun.DATA TAMBANG ILEGAL
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim menyebut telah mendapatkan laporan sebanyak 62 aktivitas penambangan batu bara illegal. Laporan itu tercatat selama dua tahun belakangan. Menurut Kepala Dinas ESDM, Chrisannus Benny, ada peningkatan laporan sepanjang tahun 2021. Pada Juni lalu, ESDM mencatat hanya ada 26 laporan tambang illegal. “Memang ini kayaknya bertambah terus jumlah laporannya, yang terakhir sekitar 62,” ujar Chrisannus Benny saat dihubungi Kamis (18/11). Jumlah laporan itu berasal dari seluruh Kaltim. Namun Kutai Kartanegara dan Samarinda menjadi daerah dengan jumlah laporan terbanyak. Jumlah itu pun, diperkirakan masih jauh dari fakta lapangan, mengingat masih banyak aktivitas tambang ilegal yang tidak dilaporkan masyarakat. ESDM Kaltim telah bersurat ke Dirjen Minerba terkait penanganan penambangan ilegal batu bara. Surat pertama dilayangkan pada Maret 2021, surat kedua dilayangkan bulan Juni. Christianus Benny mengakui pemerintah daerah tidak memiliki wewenang menindak pelanggaran itu karena sudah diambil pusat. “Kami hanya dapat melaporkan ke pihak kepolisian maupun pemerintah pusat. Dan itu telah kami lakukan,” ungkapnya. Chrisannus Benny menyebut pengawasan dan penindakan merupakan tugas Inspektur Tambang bersama Dinas Kehutanan jika berada di dalam kawasan hutan lindung. Hal ini yang terjadi di Balikpapan. “Kalau itu memang di dalam kawasan, termasuk Gakkum. Karena Gakkum ini yang punya PPNS nya bisa menindak menyidik dan sebagainya kalau dia berada di dalam kawasan,” ujarnya. Dia menambahkan, kasus penambangan batubara di Balikpapan juga harusnya ditangani Inspektur Tambang bersama Gakum. “Saya lihat lokasinya di hutan lindung jadi ada tupoksinya Gakum sama Dinas Kehutanan,” ujarnya. *LID/RYN/AVACek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: