Sengketa Lahan: Ormas Tuntut Kejelasan HGU Perusahaan
PENAJAM, nomorsatukaltim.com - Urusan tanah di Penajam Paser Utara (PPU) memang ruwet. Bukan hanya soal kepemilikan warga atau pemerintah saja. Sengketa lahan seringkali juga terjadi antara warga dan perusahaan. Senin, (15/11/2021) puluhan organisasi masyarakat (ormas) berseragam Pasak Bakudapati menggeruduk Kantor DPRD PPU. Ini merupakan kedatangan kesekian kalinya. Untuk membahas persoalan yang sama. Yaitu sengketa lahan tapal batas hak guna usaha (HGU) PT WKP. Sekira pukul 10.00 Wita, puluhan massa melakukan orasi di depan kantor parlemen itu. Sejam kemudian barulah perwakilannya dipersilahkan untuk menyampaikannya aspirasi dalam rapat dengar pendapat (rdp). Di ruang rapat lantai III DPRD PPU. Usai hearing, koordinator aksi Ibrahim mengungkapkan massa datang mewakili warga Kecamatan Waru. Tempat di mana perusahaan perkebunan sawit itu beroperasi. Bahwa warga setempat menginginkan ada kejelasan soal tapal batas lahan. Pasalnya, sejak perkebunan kelapa sawit berdiri tahun 1980-an yang dikelola PT Muis kemudian diambil alih PT WKP, permasalahan tapal batas belum selesai sampai sekrang. Akibatnya, hal itu selalu menjadi polemik antar masyarakat dan perusahaan. “Permintaan warga tidak muluk-muluk, tapal batas segera diselesaikan. Harus diperjelas, mana yang masuk wilayah perusahaan, mana yang bukan," ujarnya kepada Disway News Network. Selain terindikasi ada lahan milik warga yang masuk dalam peta HGU perusahaan, sempat beberapa kali juga warga tersangkut masalah hukum akibat kaburnya batas ini. "Terhitung ada kurang lebih 20 warga yang dikasuskan ke polisi, karena dianggap melakukan pencurian," tandasnya. Permasalahan lahan antara perusahaan dengan warga itu terus bergulir sejak lama. Karena belum ada kejelasan soal tapal batas. Adapun lahan warga yang masuk dalam peta HGU perusahaan juga kesulitan membuktikan. Karena, warga tidak memiliki legalitas baik segel maupun sertifikat tanah. Diakui, masalah surat itu karena lahan itu diberikan orang tua secara turun temurun. Adapun karena saat itu masih bagian wilayah Kabuapten Paser. Kemudian ada aturan membatasi apabila ada HGU di darah tersebut tidak bisa diterbitkan segel. Yang akhirnya warga di sana tak memiliki alas hukum sama sekali. "Kami hanya meminta kejelasan tapal batas supaya tidak terjadi fitnah antara warga dengan perusahaan,” terangnya. Untuk diketahui, terbitnya HGU baru itu diperkirakan pada 2016 lalu. Dari sekira 6 ribu luasan HGU, PT WKP telah mengeluarkan sekira 1.400 arealnya dari peta. Sesuai arahan regulasi, dan dianggap masuk dalam wilayah enclave. Masuk kawasan ruang terbuka hijau (RTH) dan sepadan sungai. Nah, celakanya di luasan itu telah tumbuh dan berkembang kelapa sawit bekas tanaman perusahaan. Saat berbuah, tandan buah segar (TBS) itulah yang menjadi awal mula permasalahan. Satu sisi dianggap masih kewenangan perusahaan, satu sisi warga menganggap itu masuk wilayah tanah adat. Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setkab PPU Alam Prawira Negara hadir mewakili Pemkab PPU. Ia mengatakan telah beberapa turun ke lapangan untuk menyelesaikan persoalan ini. Terakhir pada April 2021 lalu. Ia mengira persoalan sudah selesai di sana. Karena perusahaan sudah menindaklanjuti dengan membuat batas lahan HGU dengan menggali parit sebagai penanda. “Sebenarnya soal tapal batas lahan HGU sudah dibuatkan parit oleh WKP. Makanya saja juga bingung tapal batas yang mana dipermasalahkan, apakah tapal batas yang dibuat WKP itu tidak sesuai yang diharapkan warga atau tida,” ungkapnya. Kemudian, ratusan tanaman kelapa sawit itu kini juga sudah ditebang. Sesuai laporan perusahaan yang ia terima, penebangan sudah mencapai 90 persen. “Sawit yang ada di sepadan sungai juga sudah ditebang oleh perusahaan. Sesuai hasil kesepakatan April lalu. Dari pada terus menjadi masalah,” sambungnya. Menyikapi itu semua, Ketua DPRD PPU Jhon Kenedi yang memimpin jalannya rapat berharap permasalahan HGU perusahaan ini segera diselesaikan. Sesuai dengan permintaan warga setempat. Dorongan ini ditekankan pada Pemkab PPU dan Badan Pertanahan Negara (BPN) PPU. "Pemerintah harusnya bisa menyelesaikan permasalahan ini agar tidak terus berlarut-larut. Ini sudah berulang kali dibahas, tapi seolah tak ada jalan keluarnya," sebutnya. Pun untuk benar-benar mengawal permasalahan ini, hasil rapat menyepakati adanya tindak lanjut pada Kamis (18/11/2021). Mengupayakan bidang-bidang yang berkaitan dengan obyk sengketa lahan untuk bisa turun ke lapangan. Menelisik langsung akar permasalahannya. Lebih lanjut, koordinator aksi Ibrahim menegaskan akan melakukan aksi lanjutan. Massa menyepakati kesimpulan rapat itu, namun sebagai jaminannya, massa bakal melakukan aksi portal jalan masuk perusahaan mulai Selasa, (16/11/2021). "Kami akan memortal jalan perusahaan. Sampai ada tindakan dari pemerintah dan DPRD. Kalau Kamis ada tindak lanjut, maka Kamis portal kita buka," ucapnya. Satu sisi, Wakil Ketua I DPRD PPU Raup Muin tak mendukung adanya aksi ini. Meski begitu, ia hanya bisa meminta kebijaksanaan massa untuk tidak melakukan itu. "Itu memang bukan kewenangan kami, tapi kalau bisa jangan. Karena biar bagaimanapun perusahaan juga berinvestasi di kabupaten ini," tegasnya. (rsy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: