Asta: Masih Banyak Ketimpangan di Sekolah

Asta: Masih Banyak Ketimpangan di Sekolah

BONTANG, nomorsatukaltim.com - Sejumlah sekolah di Kaltim masuk dalam sekolah top di Indonesia. Tapi kondisi itu tidak mencerminkan kualitas pendidikan di Daerah. Masih banyak ketimpangan yang dijumpai. SMA Yayasan Pupuk Kaltim (YPK) Bontang patut berbangga. Dua tahun berturut sekolah swasta ini masuk dalam jajaran 10 besar sekolah se-Kaltim, berdasarkan hasil Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang dirilis Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT). Tak ada pergeseran posisi sejak pertama kali diumumkan pada 2020 lalu. Posisi ini juga membuat SMA YPK berada di urutan pertama SMA se-Bontang. SMA YPK menjadi satu dari empat sekolah di Bontang yang masuk dalam daftar 10 besar SMA berdasarkan nilai UTBK. Dua sekolah lain merupakan swata, sementara satu sekolah negeri. Artinya, tiga SMA swasta di Bontang menyumbangkan namanya di jajaran top 10 tersebut. Menurut, Kepala SMA YPK, Rakim, prestasi yang diraih sekolah-sekolah itu belum mencerminkan realitas pendidikan di daerah. Rakim yang juga Ketua Asosiasi Sekolah Swasta SMA/SMK Sederajat (Asta) Bontang, menyebut banyak unsur dan variabel yang mesti dilihat. Kata dia, sekolah swasta yang masuk dalam pemeringkatan tersebut, rata-rata sekolah yang berhasil survive dan mampu berinovasi di saat pandemi. Baik sekolah dan yayasannya, punya solusi untuk keluar dari masa krisis. Sehingga tak hanya pembelajaran efektif yang didapatkan, namun kesejahteraan guru pun masih terjaga. “Tapi masih ada beberapa sekolah swasta lain yang tidak demikian. Buat membayar gaji gurunya saja masih sulit, bagaimana mau melakukan sejumlah langkah tadi,” kata Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Bontang ini. Selain itu, kendala siswa tak membayar SPP di beberapa sekolah pun masih terjadi. Apalagi saat pandemi, dengan dalih tak belajar tatap muka, akhirnya orang tua murid enggan membayar. Bontang, kata Rakim pernah memberikan intensif kepada sekolah-sekolah swasta. “Namun saat pengelolaan SMA dialihkan ke provinsi, akhirnya setop dengan alasan demikian,” ujarnya. Asta Bontang pun sempat memperjuangkan agar intensif ini bisa kembali. Bahkan bersama Pemkot dan DPRD sempat ke Jakarta agar mencari celah dasar hukumnya. Meski dasar hukum yang dimaksud ditemukan, namun tak serta merta kebijakan itu dapat berjalan. “Ini kan tinggal political will saja,” katanya. Selain itu, meskipun mendapat peringkat terbaik di Kaltim, jika diadu dengan sekolah di Jawa, dirasa Rakim masih sulit. Ia mencontohkan, SMA YPK berhasil mewakili Kaltimtara dalam ajang Wajah Bahasa Sekolah tingkat nasional. Meski berhasil mengungguli sekolah se-Kaltimtara itu, YPK hanya berhasil meraih predikat terbaik IV dalam tingkat nasional. “Artinya peringkat ini menjadi semangat, sekaligus menjadi dorongan agar bisa lebih baik bersaing dengan sekolah di Jawa,” tuturnya

MANFAATKAN TEKNOLOGI

Rakim lebih lanjut mengatakan, pandemi dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) menurunkan kualitas dan kuantitas pembelajaran kepada siswa. “Praktis turun, karena anak-anak hanya belajar daring sampai jam 12 siang,” kata Rakim di ruangannya, Rabu (13/10). Pembatasan itu bukan tanpa alasan. Kesehatan siswa juga butuh jadi perhatian, agar tidak terpapar gawai dalam jangka panjang. Hambatan ini, dikatakan Rakim pasti juga dialami sekolah lainnya. Tapi, mengapa SMA YPK bisa terus mempertahankan prestasinya? “Metode pembelajaran yang kami lakukan bisa dibilang efektif,” ucapnya. Kata Rakim, siswa di SMA YPK lebih beragam. Pihaknya turut menerima anak autisme maupun anak berkebutuhan khusus (ABK) lainnya. Bersama dengan siswa lainnya, sekolah punya kewajiban mencetak mereka jadi pribadi yang unggul. “Ibaratnya kami ini menerima semua bahan baku, seng, besi, aluminium, dan lain-lain, yang ujungnya tetap satu, sama-sama jadi silet,” katanya. Dengan beragamnya siswa, sekolah perlu kerja ekstra untuk menyiapkan pembelajaran yang efektif. Salah satu caranya, dengan inovasi. Saat pandemi mewabah, sekolah menciptakan aplikasi ujian yang bisa diunduh di Play Store. Setiap siswa diberikan akun, dan tiap guru mengunggah bank soal yang akan dikerjakan tiap siswa. “Jadi tiap siswa pun akan mendapat soal yang berbeda,” jelasnya dilansir Disway Kaltim. Itu inovasi dari segi ujian. Bagaimana dengan selama pembelajaran? SMA YPK, kata Rakim menggunakan beberapa platform. Misalnya saja Office 365 maupun Zoom meeting. Dua aplikasi ini lazim digunakan sekolah-sekolah untuk menunjang pembelajaran daring. Namun aplikasi ini tak akan bisa berjalan, jika penggunanya tak memiliki akses internet atau paket data. “Mungkin ini yang membedakan dengan sekolah lain, di sini (SMA YPK), yayasan dan sekolah memberikan paket data kepada guru dan siswa agar proses belajar daring ini berjalan lancar. Kalau guru dalam bentuk pulsa Rp 200 ribu, kalau siswa langsung dalam bentuk paket data,” tuturnya. Dengan bantuan dari yayasan, pembelajaran daring pun bisa maksimal. Namun bukan berarti itu tanpa hambatan pula. Kendala beda operator telekomunikasi, ataupun di rumah sudah menyediakan akses internet sendiri, membuat jatah paket data atau pulsa yang diberikan bisa tak terpakai. “Pada dasarnya kami kan menyiapkan fasilitasnya saja,” katanya. Lalu, apa bedanya dengan paket data yang diberikan oleh pemerintah? Rakim menjelaskan, paket data yang diberikan tersebut hanya untuk mengakses platform pembelajarannya. Namun saat siswa ingin mencari referensi dari internet, praktis paket data itu tak terpakai. “Yang kami beri paket data umum,” ucapnya. Selain paket data, guru-guru di SMA YPK juga ditunjang dengan perangkat pembelajaran interaktif. Dengan perangkat tersebut, meski belajar daring, suasana pembelajaran masih terasa seperti dalam kelas. Laiknya guru menerangkan dengan papan tulis. “Karena belajar daring ini, butuh dua kali lipat persiapannya dibanding tatap muka,” katanya. Ragam fasilitas tersebut hanyalah penunjang agar pembelajaran yang dilakukan sekolah bisa efektif. Hal itu merupakan satu yang dibanggakan Rakim. Namun ada hal lain yang lebih dibanggakannya, yaitu pemeringkatan di LTMPT tersebut. Kata dia, sekolah yang sudah terakreditasi A, sudah mendapatkan jatah 40 persen siswanya masuk perguruan tinggi negeri (PTN) melalui jalur undangan. Artinya, 40 persen siswa ini tidak perlu mengikuti UTBK. “40 persen ini sudah pasti siswa-siswa unggulan sekolah,” katanya. Sementara itu, 60 persen siswa barulah mengikuti UTBK. Memperoleh peringkat ketiga se-Kaltim selama dua tahun berturut, menunjukkan siswa SMA YPK yang bukan unggulan pun, masih bisa bersaing di tingkat Bumi Etam. “Karena sejak 2019, tingkat keterimaan SMA YPK di PTN mencapai 95 persen,” ucapnya. *ZUL/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: